Berita Bekasi Nomor Satu

Pemuda Indonesia Menjadi Penggerak Kesehatan Nasional

Dr. Adi Suryo Dewantoro, S.H., M.H - Direktur Operasional Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya/IA FH Ubhara Jaya
Dr. Adi Suryo Dewantoro, S.H., M.H – Direktur Operasional Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya/IA FH Ubhara Jaya

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pemuda Indonesia mencapai 64,19 juta jiwa. Dengan jumlah pemuda yang sangat banyak, seharusnya kita bisa memberikan kontribusi yang lebih dalam untuk memerangi Covid-19.

Sedangkan data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, pembatasan sosial adalah menjaga jarak, setidaknya dua meter dari orang lain, dan menghindari kerumunan untuk mencegah penularan penyakit.

Intinya, masyarakat diminta untuk tidak melakukan kegiatan apapun di luar rumah, terutama jika kegiatan tersebut tidak terlalu penting atau masih bisa diwakilkan dan diselesaikan dengan layanan jasa.

Mengapa kita harus melakukan social distancing? Serangkaian tindakan social distancing diprediksi dapat mencegah orang sakit untuk melakukan kontak dengan orang lain, dan yang terpenting adalah, mengurangi atau menekan penyebaran Covid-19. Bahkan, Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) pun sudah mengimbau masyarakat untuk belajar, bekerja dan beribadah di rumah.

“Dengan kondisi ini, sudah saatnya kita kerja dari rumah, sekolah dari rumah, dan ibadah di rumah”– Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia .

Kenyataan-nya, masih saja ada pihak-pihak yang ‘ngeyel’ dengan himbauan social distancing. Sebagian pihak menganggap bahwa kebijakan pemerintah untuk meliburkan sekolah di beberapa wilayah, menjadi kesempatan emas untuk berlibur bersama keluarga.

Beberapa tempat wisata, seperti puncak dan pantai, disambangi oleh banyak orang yang menganggap Covid-19 itu bagian dari takdir Tuhan, jadi tidak perlu ditakuti!

Terus, apa hubungan-nya social distancing dengan pemuda? Di sinilah peran kita sebagai pemuda diperlukan. Sepatutnya, pemuda menjadi contoh yang baik untuk menerapkan pembatasan sosial ini, bukan sebaliknya!

Menurut data yang dilansir dari alodokter.com, lebih dari 100.000 jumlah penduduk dunia yang terinfeksi Covid-19, 4.000 jiwa telah dinyatakan meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, persentase kematian pada orang lanjut usia (lansia) yang berusia 80 tahun ke atas mencapai 21.9 persen. Walaupun, fakta ilmiah menunjukkan bahwa Covid-19 tidak hanya menginfeksi lansia, karena virus ini benar-benar tidak memandang usia.

Oleh karena itu, jika kalian sayang kepada ibu, bapak, kakek, nenek dan orang-orang di sekitar kalian, saya mengajak para pemuda untuk stop berkeliaran di luar rumah! Yuk, kita #stayathomekeephealthy

Banyak kegiatan produktif lain yang bisa kita lakukan di dalam rumah, yang mungkin selama ini kita abaikan. Misalnya, membaca buku, menulis, melukis, olahraga bahkan menjalin hubungan yang lebih erat lagi dengan keluarga. Dengan melakukan pembatasan sosial, kita bukan hanya sedang menolong nyawa orang lain, namun juga menyelamatkan nyawa kita sendiri.

Bagaimana jika orang-orang masih bertahan dengan ‘kekolotan’ mereka? Kita tahu, bahwa berhadapan dengan orang yang ngeyel itu memang sangat menyebalkan.

Lagi-lagi, di sinilah peran pemuda untuk membantu orang-orang di sekitar kita meninggalkan ‘kekolotan’ mereka. Moral Revolution itu penting. Sangking pentingnya, hal itu harus dimulai dari diri kita sendiri dan sebarkan kepada orang-orang terdekat kita.

“Moral Revolution itu penting. Sangking pentingnya, hal itu harus dimulai dari diri sendiri dan sebarkan kepada orang-orang terdekat kita.”

Buat kamu para pemuda single, beri edukasi kepada teman-teman terdekat kamu. Entah itu satu komunitas atau berbeda sekalipun. Sampaikan kepada mereka secara baik-baik bahwa Covid-19 ini bukan hal yang patut diremehkan.

Meskipun kita tidak menunjukkan gejala apapun yang mengarah kepada virus ini, namun bisa saja kita adalah carrier atau individu yang menularkan virus ke orang-orang di sekitar tanpa kita sadari.

Selain itu, jangan lupa sampaikan kepada ayah ibu kalian, bahwa untuk saat ini, menjauhi kegiatan di luar rumah adalah hal yang terbaik. Katakan bahwa kalian sangat menyayangi mereka, dan ingin mereka sehat-sehat selalu.

Buat kamu para ibu dan ayah muda, beri tahu anak-anakmu bahwa sekolah diliburkan bukan untuk bermain di luar rumah. Ajak mereka untuk melakukan hal-hal yang membahagiakan bersama di rumah, terutama ketika kamu break dari kegiatan work from home (wfh). Lantaran hormon endorfin dapat terbentuk ketika kita bahagia, sehingga imunitas tubuh (antibodi) secara tidak langsung meningkat.

Jika biasanya anak hanya belajar dengan guru di sekolah, ini saatnya kamu menemani mereka belajar. Kalian bisa belajar bersama, berkreasi bersama, berinovasi bersama dan lain sebagainya. Jadikan, ini momen berharga bagi dirimu sendiri, pasangan, dan anak-anak di rumah.

Melakukan social distancing adalah panggilan moral yang harus dimiliki oleh kita semua. Kalau kamu benar-benar menyayangi diri sendiri, ayah, ibu, keluarga, dan sahabat-sahabat kamu, coba bayangkan wajah mereka setiap kali kamu mau melangkahkan kaki ke luar rumah.

Ingatlah bahwa dengan menerapkan dan selalu mengingatkan orang-orang terdekat akan pentingnya social distancing, kamu sedang melindungi mereka dan ikut andil dalam mencegah penyebaran virus ini.

  1. Saling menguatkan dengan menjalin komunikasi melalui digital

Pembatasan sosial mungkin tidak mudah bagi para ekstrovert. Saya adalah salah satu orang di antaranya. Itulah mengapa melalui tulisan ini, saya ingin menyampaikan kepada teman-teman ekstrovert lainnya bahwa kamu tidak sendirian! Saya ulangi lagi, kamu tidak sendirian!

Dalam kondisi seperti ini, penting bagi kita untuk saling menguatkan agar pemberitaan Covid-19 tidak membuat kita tertekan. Kita bisa memulai dengan menanyakan kabar keluarga, sahabat, atau orang tua (jika kita sedang merantau).

Menurut Direktur Eksekutif untuk Penelitian dan Kebijakan American Psychological Association, Lynn Bufka, menyatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu kita lakukan agar Covid-19 tidak memengaruhi kesehatan mental kita.

Pertama, Bufka menyarankan agar kita memilih beberapa sumber berita yang terpercaya dan konsisten pada sumber tersebut. Kedua, membatasi frekuensi dalam membaca berita Covid-19. Meskipun penting untuk mengetahui update terbaru, namun bukan berarti setiap saat harus kita pantengin, kan?

Ketiga, Bufka berharap, kita dapat mengatur emosi atau perasaan kita dengan baik. Cobalah untuk membatasi diri dengan media sosial dan melakukan hal-hal lain yang lebih menyenangkan serta produktif di dalam rumah. Intinya, jadilah seseorang yang up to date namun tetap bijak dalam mengatur emosi. Pemuda Indonesia tidak boleh kelabakan! Apalagi termakan sama hoax corona dan heat speech.

  1. Alihkan budget jalan-jalan untuk bersedekah

Kita tahu bahwa tidak semua profesi bisa dikerjakan dari rumah (work from home). Beberapa di antaranya adalah dokter, perawat, pekerja pabrik, supir, petani, dan pedagang kaki lima.

Akhir-akhir ini, saya mendengar ajakan di media sosial (medsos) agar pelanggan layanan antar makanan daring (online) membelikan para ojek online (ojol) makan siang, karena pendapatan mereka menurun drastis semenjak diberlakukannya himbauan social distancing untuk bekerja, belajar dan beribadah di rumah.

Beberapa hari yang lalu, seorang bapak ojol yang mengantarkan makanan saya, cerita bahwa jumlah penumpang atau order makanan per hari turun dengan sangat drastis!

“Biasanya mah neng, saya bisa anter 20-25 penumpang setiap harinya. Kalau sekarang, orderan makanan mas saja baru pesanan saya yang kedua hari ini. Padahal anak dan istri saya udah nunggu di rumah”.

Saya diam. Perasaan saya bercampur-aduk. Saya sangat setuju dengan ajakan menyumbang makanan untuk para driver ojek online, atau sedekah apapun yang bisa kita lakukan untuk orang-orang di sekitar saat ini. Mungkin kita juga bisa membayar uang lebih untuk mereka sebagai tip. Uangnya lebih baik disedekahkan daripada untuk jalan-jalan keluar rumah, kan?

Dari ketiga kontribusi utama di atas, kata kuncinya kembali lagi pada Disiplin. Baru saja saya mendapatkan penjelasan yang luar biasa dari salah satu dosen saya yang sedang berada di Jepang. Beliau bercerita bagaimana grafik pasien positif Covid-19 di Jepang terus menurun secara drastis, karena beberapa alasan yang sangat kuat.

 “Kasus Covid-19 di Jepang semakin menurun, karena kedisiplinan masyarakatnya sangat tinggi, mereka juga memiliki tingkat kebersihan yang sangat tinggi, bahkan jauh sebelum pandemi Covid-19 menyebar di negeri ini. Selain itu, mereka benar-benar menerapkan social distancing” Dr. Irman Lanti, Dosen Pascasarjana Universitas Nasional.

Pertanyaan-nya, jika kita masih menganggap remeh social distancing, apakah pemuda Indonesia dapat membantu menekan jumlah penyebaran Covid-19? Silakan jawab sendiri, ya. Saya yakin kamu, dia, mereka, dan kita semua, dapat membuat perubahan yang luar biasa dengan berdiam diri di rumah.

Saya percaya pada para Pemuda Bangsa Indonesia, kita pasti bisa melawan Covid-19!  Long Distance Relationship (LDR) aja kamu  mampu  bertahan, masa cuma social distancing kamu ga kuat.  Padahal, memahami cinta lebih susah, daripada menghindari corona. (*)

Direktur Operasional Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya/IA FH Ubhara Jaya.


Solverwp- WordPress Theme and Plugin