AKHIRNYA koran terbesar di kota itu, Kansas City Star, berhasil mewawancarai Kevin Strickland. “Orangnya sulit tersenyum, dingin, dan kukuh,” tulisnya.

Wawancara itu dilakukan 96 jam setelah Kevin dibebaskan dari penjara selama –Anda sudah tahu berapa tahunnya.

Apa makanan pertama yang Anda makan setelah keluar dari penjara?

“Ikan. Saya tidak tahu jenis ikan apa itu,” jawabnya.

Malam itu Kevin memang dijamu makan malam oleh LSM yang berjuang membebaskan orang-orang tidak bersalah.

Untuk sementara Kevin masih di bawah perlindungan LSM tersebut. Wawancara itu pun dilakukan di lantai dua kantor LSM itu.

Setelah dipenjara selama Anda sudah tahu itu Kevin memang harus menjalani program penyesuaian diri. Ia masih didampingi konsultan ahli: agar tidak terjadi gejolak yang tidak terkendali dalam jiwanya.

Ke mana Kevin akan pergi untuk menetap?

Belum tahu. Tapi ia ingin tinggal di bawah atap yang bisa hidup bersama dengan piaraannya.

Piaraan?

“Ya. Saya suka anjing. Dan kucing. Juga kadal dan ular,” katanya. Tapi ia juga ingin bisa hidup bersama ternak yang bisa dimakan, ayam.

“Berarti Anda ingin hidup di sebuah rumah di pedesaan?” tanya KCS.

Kevin menjawab seperti itulah kira-kira. Hanya saja belum tahu itu di mana.

Ia tidak ingin rumah yang bagus. “Pokoknya yang ada atapnya dan yang saya bisa memutar musik sekeras-kerasnya,” katanya.

Ia mengaku masih punya keluarga. Ia punya dua adik laki-laki. Mungkin mereka itulah yang dimaksud dengan “saya ada keluarga di Florida… “.

Tentu Kevin bisa mewujudkan keinginannya itu. Dana yang terkumpul dari relawan orang tidak bersalah terus bertambah. Kemarin sudah mencapai USD 1,6 juta. “Saya berterima kasih dengan uang itu. Tapi itu terlalu banyak,” katanya.

Meski sudah bebas, Kevin juga seperti tidak ingin merayakannya. Mungkin karena umurnya sudah habis di dalam penjara. Masa remajanya tersita tiba-tiba. Masa mudanya tidak pernah ada. Masa berumah tangganya sirna. Masa membesarkan anak-cucunya tiada. Ia di penjara sejak usia 18 tahun sampai kini berumur 62 tahun. Yang ternyata ia tidak bersalah seperti dituduhkan jaksa padanya.

Ia juga tidak terlihat terlalu gembira. Mungkin karena kesehatannya yang sudah tidak lagi prima. Selama di dalam penjara Kevin menderita tekanan darah tinggi. Lalu pernah kena serangan jantung. Sampai akhirnya harus berada di kursi roda. Ia tidak bisa lagi berdiri lama. Terjadi penyempitan di beberapa pembuluh darahnya. Dan ototnya pun melemah.

Itulah yang membuat Kevin sempat ragu ketika akan dikeluarkan dari penjara: bagaimana kalau kursi roda itu harus dikembalikan.

Kevin dilahirkan di Kansas City. Yakni kota besar yang terbelah dua: bagian timurnya masuk negara bagian Missouri, bagian baratnya masuk negara bagian Kansas.

Saya mengenal baik kota ini. Sudah lebih lima kali ke sana. Kevin telah menjadi saksi perubahan demografi Kansas City.

Sampai kelas 4 SD Kevin tinggal di pinggiran Selatan kota itu. Lalu pindah sedikit ke utara, lebih mendekati kota. Perpindahan itu terjadi tahun 1970-an. Itu berarti Kevin pindah dari kampung kulit hitam yang miskin ke kawasan yang lebih baik.

Orang-orang hitam kian lama memang kian ke kota. Orang kulit putih kian lama kian meninggalkan pusat kota. Pindah ke pinggiran selatan kota yang lebih nyaman.

Kini wilayah selatan kota Kansas City sudah berubah menjadi kawasan hunian elite. Yang mayoritas penduduknya berkulit putih. Sedang di pusat kota kian penuh dengan warga kulit hitam.

Tahun-tahun itulah terjadi pergeseran demografi: kulit putih berproses ke pinggir kota, kulit hitam berproses ke dalam kota.

Di sebuah apartemen kota itulah terjadi perampokan. Tahunnya 1978. Yang dirampok anak-anak muda berkulit putih. Yang merampok tiga anak muda berkulit hitam.

Di apartemen itu, malam itu, ada dua pasang muda-mudi. Mereka diikat. Lalu ditembak. Tiga orang mati. Satu orang pura-pura mati: Cynthia Douglas.

Cynthia inilah satu-satunya saksi: mengaku melihat Kevin sebagai salah satu dari tiga perampok. Belakangan Cynthia mencabut pengakuannyi. Dengan alasan: dulu itu ditekan polisi. Kalau tidak mengaku dia akan dipidanakan. Media di Kansas City menulis: saat itu Cynthia punya masalah yang bisa dipidanakan –kalau dia tidak ikut kemauan polisi. Bisa jadi polisi juga menemukan sesuatu di apartemen itu.

Polisi memang sangat memaksakan keinginan: padahal sidik jari di senjata yang ditemukan di TKP bukan sidik jari Kevin. Juga bukan sidik jari dua pelaku yang sudah ditangkap. Berarti ada orang ketiga yang harusnya dicari.

Sebenarnya Kevin juga ditawari: mengaku saja. Agar hukumannya hanya 10 tahun. Tapi Kevin tidak mau. Ia tidak merasa ikut di perampokan itu. Ia, malam itu, lagi menonton TV.

Maka sidang pengadilan pun digelar. Dewan juri tidak bisa membuat putusan bulat. Satu-satunya juri berkulit hitam berpendapat Kevin tidak bersalah. Maka perkara ini berstatus hung jury. Harus diulang.

Pengacara Kevin sudah berjuang tapi belum berhasil. Jaksa, seperti diceritakan sang pengacara, masih pede: “Tidak akan terjadi lagi yang seperti ini”. Maksudnya, jaksa pasti berhasil di sidang berikutnya.

Dewan juri berikutnya pun dibentuk: semuanya berkulit putih. Keputusannya pun bulat: Kevin bersalah.

Maka hakim menjatuhkan hukuman seumur hidup. Hukuman itu tidak boleh ada keringanan sampai sudah dijalani selama 50 tahun.

Dari dalam penjara Kevin berjuang. Ia menulis surat pengaduan: tidak bersalah. Surat itu ia kirim ke semua pengacara yang ia tahu namanya.

Tidak ada respons.

Setiap tahu ada nama pengacara lain ia kirimi surat. Sampai pun pengacara untuk perkara kecelakaan mobil. Siapa tahu tergerak untuk membela.

Sampai Kevin dipindah ke penjara lain, masih juga terus berkirim surat. Ibunyalah yang membelikan prangko. Sekuatnyi. Kevin lebih senang dikirimi prangko daripada yang lain.

Kevin pindah-pindah penjara. Sampai lima atau enam kali. Sampai sang ibu tidak lagi mengirimkan prangko.

Di sisi lain, Kevin memaklumi sikap Cynthia. Ia juga berterima kasih akhirnya Cynthia mencabut kesaksiannyi. Sejak itu LSM memperjuangkan nasib Kevin lebih intensif.

Kalau saja jaksa agung Missouri lebih responsif Kevin masih sempat menemui ibunya. Agar ia bisa mengatakan: ini lho anakmu, tidak salah. Sehingga sang ibu tahu: prangko-prangko yang dikirimkannyi dulu tidak sia-sia.

Sang ibu meninggal dunia tiga bulan sebelum Kevin dibebaskan.

Salah satu yang Kevin sesalkan adalah: jaksa tidak melihat latar belakang keluarganya. Ayahnya tergolong tidak miskin. Sang ayah bekerja sebagai chef. Mampu pindah rumah ke kawasan yang tidak lagi kumuh.

Ketika sekolah pun Kevin tergolong pandai. “Saya selalu bisa menyelesaikan tugas lebih cepat dari waktu yang diberikan,” katanya kepada KCS. Tapi ia juga mengakui banyak temannya jengkel: sambil menunggu teman sekelasnya menyelesaikan tugas, ia suka meneriakkan kata-kata jorok.

Setelah tenang nanti Kevin akan menulis buku. Karena itu ia juga tidak mau terlalu detail dalam melayani wawancara.

Kevin telah kehilangan segalanya di sebagian besar umurnya. Ia tidak bisa mengembangkan kemampuannya dalam olahraga. Padahal ia adalah pelempar bola paling cepat di pertandingan-pertandingan baseball di gereja dan sekolahnya.

Hidup benar-benar seperti roda dunia –kalau kempes tidak tahu di mana menambalkannya: pinjam kata-kata padas gempal. (Dahlan Iskan)