MENJELANG akhir tahun 2021 dan memasuki tahun 2022, kita patut merenung dan menghitung diri perjalanan selama setahun yang lalu dan rencana setahun ke depan (muhasabah).
Secara nasional, kaleidoskop tahun 2021 kondisi Indonesia masih belum cerah. Selain masalah pagebluk Covid-19 serta ancaman variannya yang masih belum berakhir, sejumlah bencana alam (banjir, longsor, gunung meletus, gempa bumi) juga masih akan terus mengancam Indonesia karena posisinya sebagai ring of fire dunia-perlu kesiapan mitigasi bencana yang baik.
Secara ekonomi, di pasar kebutuhan sembako semakin merangkak naik. Rakyat menjerit dengan harga cabe, minyak goreng, telur, daging yang terus melangit. Belum lagi rencana pemerintah yang akan perlahan-lahan menghapuskan Pertalite dari SPBU dan menggantinya dengan Pertamax di tahun 2022. Kondisi ekonomi ini bila terus-terusan akan membawa Indonesia menjadi negara duafa.
Indikator kualitatif, juga kurang menggembirakan-kalau tidak bisa dibilang negatif. Indeks demokrasi Indonesia menjadi sorotan mengarah kepada semi otoritarian. Pemberantasan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga berada di titik nadir. Kinerja lembaga ini menjadi titik lemah pemberantasan korupsi era Presiden Jokowi.
Di Kota Bekasi, sejak tahun 2009 hingga kini belum ada lagi megaproyek pembangunan pemerintah daerah kota yang mercusuar pasca pembangunan Stadion Patriot Bhagasasi, Flyover KH Noer Ali-Summarecon serta RSUD Kota Bekasi 10 lantai. Kalau pun kini sedang digeber kelanjutan pembangunan tol Becakayu (Bekasi Cawang Kampung Melayu), Revitalisasi Kalimalang, Underpass Bulak Kapal dan pembangunan Gedung Creative Center, itu semua adalah proyek nasional dan Pemprov Jawa Barat.
Sesuram itukah kondisi Indonesia dan Kota Bekasi? Tidak! Kita harus tetap optimistis membangun harapan dan mental juara. Seperti timnas Indonesia di AFF Cup 2020.
Leg pertama final AFF Cup 2020 memberi pelajaran sangat berharga bagi Indonesia. Dipaksa menyerah 0-4 dari Thailand. Ini soal mental.
Sebenarnya, mental terbaik para pemain Garuda sudah ditunjukkan di laga semifinal. Saat Singapura menjebol gawang lebih dulu, Indonesia justru berhasil membalikkan keadaan. Hingga peluit akhir ditiup wasit, skor kemenangan milik Indonesia, 1-4.
Singapura memiliki modal segalanya untuk ke final. Bahkan, juara AFF Cup 2020 sekalipun. Teknik canggih, pemain hebat, pelatih berpengalaman dan pastinya dukungan suporter yang berlimpah yang tidak dimiliki tim lain karena Singapura sebagai tuan rumah. Tapi, modal itu semua hancur berkeping-keping saat mental timnas Indonesia lebih baik dan berhasil mempercundangi Singapura justru di kandang mereka sendiri.
Kita berharap, di leg kedua final AFF Cup 2020 menghadapi Thailand, Sabtu (1/1) besok, Indonesia berhasil membalikkan keadaan seperti halnya saat melawan Singapura di semifinal.
Semoga Asnawi Mangkualam dkk tetap bermental juara seperti saat menghadapi Singapura dan berhasil mengangkat Trofi AFF Cup 2020 melawan Thailand di leg kedua nanti. Semua modal menjadi juara secara teknik sudah dimiliki tim Garuda. Bahkan, diasuh pelatih dengan 20 gelar tak terkalahkan di event internasional. Dukungan dan doa melimpah dari rakyat Indonesia tak putus-putus. Semua itu sudah lebih dari cukup.
Setidaknya, dengan menjuarai AFF Cup 2020, rakyat Indonesia sedikit terhibur dari berbagai kesempitan di tahun 2021 ini. Lupakan sejenak harga sembako yang meroket. Lupakan sebentar pemberantasan korupi. Lupakan sedikit indeks demokrasi. Lupakan Pertalite yang dihilangkan dan diganti Pertamax. Mari melangkah dengan mantap dan yakin membangun optimisme-optimisme baru di tahun 2022. (*)