Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Eksistensi, Ekonomi dan Jati Diri

RADARBEKASI.ID, BEKASI SELATAN – Balap liar seakan tak pernah habis, meskipun berulang kali pihak kepolisian melakukan razia. Ya, di dunia balap liar ini ada hobi, keinginan, hingga aspek ekonomis yang bisa didapat oleh mereka yang berkecimpung. Hal ini diakui oleh asisten mekanik salah satu bengkel di Kota Bekasi, Ikbal Fauzi (25).

Dia mengaku bersama rekannya sudah satu tahun belakangan absen dari arena balap liar lantaran mekanik utama mereka sudah berumah tangga, tidak banyak waktu untuk mengurus motor balap.

Saat ini ia sehari-hari beraktivitas sebagai montir di bengkelnya, menerima service motor.”Tetap sih pegang motor (balap) itu juga, tapi kurang afdol kalau bukan mekanik yang pegang, jujur saja memang tidak pede saya apalagi urusan mesin balap. Bisa sih bisa, cuma kurang pede aja,” katanya kepada Radar Bekasi, Selasa (18/1).

Sebelum mekanik utama bengkel berkeluarga, balap motor dini hari hingga pagi kerap dilakoni, start diatas pukul 00:00 WIB hingga pukul 07:00 WIB pagi, dari Jakarta sampai Bekasi menjadi arena balap. Jalan Kranji Baru kerap menjadi arena balap liar di Kota Bekasi, alasan menggunakan jalan umum ini menurutnya tidak ada lagi arena balap liar.

Pengguna jalan kerap merasa terganggu perjalanannya pada malam hingga dini hari saat jalan mereka menjadi lokasi balap liar, dibuktikan dari penuturan Ikbal bahwa ia dan rekan-rekannya kerap terlibat cekcok dengan pengguna jalan lainnya. Gangguan yang lain, razia petugas kepolisian, empat motor balap yang ia bawa setiap kali balapan pernah terjaring razia, beruntung lima motor balap bengkel Ikbal dilengkapi surat-surat, selain motor joki dan mekanik pun pernah ditahan oleh pihak kepolisian.

“Namanya disini banyak razia kalau balap, jadi saya itu mentingin surat-surat. Waktu saya ketangkep ya saya cuma bayar tilang, satu motor kurang lebih hampir Rp600 ribu, melanggar lalu lintas, kelengkapan kendaraan, dihitung lah semuanya. Orangnya kita dikasih arahan aja, kita diberi pelajaran meskipun dihukum push-up, lari-lari,” tambahnya.

Satu kali berangkat balapan, ia membawa total 10 orang menuju lokasi, berikut dengan mobil sebagai alat transportasi dan empat motor balap untuk mengantisipasi jika ada masalah pada salah satu motor. Saat tiba di lokasi, maka motor balap siap dikendarai joki bengkel, jika berhalangan maka bisa mencari gantinya dari bengkel lain. Hanya saja, di dunia balap liar, joki yang pernah menjadi musuh mereka tidak boleh menggantikan joki utama dengan alasan rahasia mesin tetap terjaga.

Untuk membuat satu unit motor matic menjadi motor balap, biaya yang dikeluarkan mencapai Rp17 juta. Balapan tiap kelas di Jakarta dan Bekasi kata Ikbal ditentukan sesuai dengan spek mesin, diameter piston atau seher.

Untuk kelas standar, pertandingan diikuti oleh motor balap berdiameter 58,5 mm. Untuk diameter piston 66 sampai 70 mm, kelas ini dikenal selembar banci, sementara untuk diameter piston 70 sampai 74 mm, kelas ini dikenal selembar free untuk 250 sampai 360 CC. Panjang track bervariatif 201 sampai 500 meter.

Antara satu bengkel dengan bengkel yang lain saling kenal, berawal dari pertemuan pertama, berlanjut balapan kedua kali, berakhir menjadi teman atau rival abadi. Ajang balap berawal dari berbagai cara, diantaranya melalui media sosial dan tamu langsung.

Jika berawal dari janji, maka ada uang panjer yang harus dikeluarkan sebagai jaminan. Dengan cara ini, taruhan berkisar Rp3 sampai Rp15 juta, bahkan ratusan juta jika yang bertarung tergolong bengkel besar.

“Contoh kita main Rp2 juta, berarti 10 persennya, Rp200 ribu kita panjer. Terus pas ketemu motor musuhnya trouble, dia ngalahin panjer dua kali lipat, Rp200 ribu itu dikali 2,” ungkapnya.

Untuk temu langsung, mereka sebut istilah ini gabrukan, bertemu di arena, memasang taruhan, lalu bertarung. Taruhan pada situasi ini relatif lebih kecil, mulai dari Rp200 ribu sampai Rp1 juta.

Ikbal berusaha meyakini setelah difasilitasi, balap liar di jalan umum akan berkurang. Namun, itu tidak bisa dipastikan, lantaran ada sebagian orang yang egois, tidak mau repot, menghalalkan segala cara, dan ingin geratis.

Ia dan rekan-rekannya mengaku sudah bosan bermusuhan dengan petugas kepolisian dan pengguna jalan. Ikbal hanya berharap street race di Bekasi bisa segera berlangsung, walaupun harus bayar tidak terlampau mahal.

“Semoga secepatnya dibuat, jadi mengurangi, saja juga sebenarnya nggak ingin balapan di tempat umum, pengennya cepat, aspalnya bagus, walaupun bayar ya jangan mahal-mahal jadi kan banyak bengkel-bengkel kecil bisa masuk buat uji kemampuan mereka,” tukasnya.

Pengamat Sosial Institut Bisnis Muhammadiyah (IBM), Hamludin menyampaikan bahwa beberapa faktor bisa melatarbelakangi fenomena balap liar, diantaranya tidak adanya wadah untuk menyalurkan kemampuan, hingga cara menunjukkan eksistensi oleh remaja yang berkecimpung di dalamnya.

Karena tidak ada wadah untuk menyalurkan balapan sebagai hobi sebagian orang dengan adrenalin kuat, hasilnya balap liar menjadi ruang yang dimanfaatkan. Secara psikologis, ada sebagian orang yang hanya suka melampiaskan hobi atau kegiatan mereka di area non formal atau tidak resmi.

“Sehingga kalau tidak ada wadah, apa yang mereka lakukan bisa secara negatif ya, lebih kepada orientasi negatif, merusak lingkungan, merusak fasilitas orang lain, dan seterusnya. Dan memang harus difasilitasi supaya itu terlampiaskan,” paparnya.

Bagi sebagian orang yang tidak selesai dengan penyediaan wadah, maka diperlukan model penanganan lain, misalnya melalui penegakan hukum dan psikologis melalui orang tua, guru, hingga orang-orang terdekat.

Hamludin menilai ada proses pencarian jati diri pada remaja, salah satunya melalui jalan-jalan nonformal. Jika dikategorikan sebagai penyakit atau kerawanan sosial, pendekatan paling baik adalah secara persuasif, meski saat ini tidak lagi sepenuhnya efektif saat remaja bisa mengakses informasi secara mandiri tanpa peran orang lain seperti orang tua.

“Sehingga perlu kekuatan norma yang berlaku di sana untuk memaksa mereka patuh terhadap aturan atau regulasi. Hukum masih kita yakini sebagai pengatur norma kehidupan sosial masyarakat, jadi tidak hanya sebagai panglima, tapi pengatur norma kehidupan sosial masyarakat,” tambahnya.

Hamludin menilai langkah memfasilitasi balap liar ini sebagai upaya preventif karena beresiko tinggi pada keselamatan sendiri dan orang lain. Usaha ini musti berkelanjutan, tidak berhenti pada satu masa periode Kapolda saja agar efektif menekan aksi balap liar.

“Mereka mungkin ada yang cita-citanya pembalap, sehingga kalau mereka punya potensi itu bisa terpantau dengan baik. Mungkin ada yang memiliki potensi bagus, tapi tidak memiliki akses untuk masuk klub balap atau sponsor balap gitu ya,” tukasnya. (Sur)

 


Solverwp- WordPress Theme and Plugin