Berita Bekasi Nomor Satu

Orangtua Patungan Meja Kursi

BELAJAR: Siswa kelas VII SMPN 13 Kota Bekasi belajar dengan meja dan kursi yang baru, Senin (29/8). DEWI WARDAH/RADAR BEKASI

 

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Para orangtua dari 217 siswa baru SMPN 13 Kota Bekasi patungan atau bersama-bersama membeli meja dan kursi. Mebeler itu untuk kebutuhan anak mereka belajar di kelas.

Berdasarkan informasi sekolah, kekurangan meja dan kursi di sekolah ini lantaran penerimaan siswa baru lebih dari daya tampung. Ada penambahan 217 siswa baru hasil penyisiran SMPN 13 Kota Bekasi dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2022/2023. Mereka sempat tidak diterima dalam PPDB lantaran kalah dengan jarak yang paling dekat.

Kepala SMPN 13 Kota Bekasi Tetik Atikah menjelaskan, kuota peserta didik baru SMPN 13 Kota Bekasi pada PPDB tahun ini berjumlah 288 siswa dengan sembilan rombongan belajar (rombel).

“Pelaksanaan PPDB ini di luar rencana, semula dalam PPDB online kami hanya bisa menerima 288 siswa saja. Jika berdasarkan sarana prasarana kursi dan bangku kami lebih dari cukup, karena sebelumnya kami telah meluluskan 371 siswa,” ujarnya kepada Radar Bekasi, Senin (29/8).

Ia mengatakan, antusias masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke SMPN 13 Kota Bekasi tahun ini sangat tinggi. Pihak sekolah sempat banyak mendapat desakan dari orangtua untuk menerima siswa baru di luar rombel.

Tetik bersama jajarannya sempat kebingungan untuk menuruti kemauan sebagian para orangtua tersebut. Persoalan ini sampai ke Plt Wali Kota Bekasi Tri Adhianto.

Orang nomor satu di Kota Bekasi itu menginstruksikan pihak sekolah agar dapat menerima jumlah siswa lebih dari rombel yang telah ditetapkan dalam petunjuk teknis PPDB.

“Antusias masyarakat ini sangat besar, sehingga pak Plt memberikan saran untuk menggenapkan jumlah  per rombel yang semula 32 siswa menjadi 40 siswa,” jelasnya.

Hasil keputusan yang telah dilaksanakan oleh sekolah tersebut rupanya tidak membuat masyarakat merasa puas. Sekolah diminta untuk menerima siswa offline melalui penyisiran hingga akhirnya mendapatkan 217 siswa baru tersebut.

“Dari hasil keputusan awal masyarakat tidak merasa puas, akhirnya kami memutuskan untuk membuka dua rombel lagi dengan banyak konsekuensi. Sebab selain sekolah kami kekurangan guru, dua ruang kelas ini tidak memiliki mebeler berupa kursi dan meja,” tuturnya.

Pihak sekolah sempat memberikan arahan kepada 217 orang tua siswa yang masih kekeh untuk menyekolahkan anaknya ke SMPN 13 Kota Bekasi agar mendaftar ke sekolah lain.

“Sebelumnya kami meminta kepada orang tua siswa untuk mencari sekolah lain. Karena banyak konsekuensi yang harus diterima, salah satunya adalah tidak adanya bangku serta meja untuk menampung siswa tersebut,” ucapnya.

Namun dari arahan yang diberikan pihak sekolah, orangtua siswa tetap memilih untuk menyekolahkan anaknya meski tanpa alas belajar seperti bangku dan meja belajar.

“Mereka orangtua siswa tidak bergerak untuk mencari sekolah baru, mereka tetep kekeh untuk sekolah di sini meskipun fasilitas bangku dan kursi tidak ada. Sehingga setelah itu kami diberikan arahan untuk mengakomodir seluruh siswa tersebut,” tuturnya.

Berselang beberapa hari kegiatan pembelajaran dimulai, 217 siswa yang diterima dengan ruangan tanpa alas meminta kepada pihak sekolah untuk mengadakan sejumlah mebeler.

“Sebelumnya kami sudah berkoordinasi dengan Disdik tentang pengadaan mebeler ini bisa diajukan, namun pada 2023 nanti,” terangnya.

Sehingga atas keputusan tersebut, orangtua siswa berinisiatif untuk melakukan patungan mebeler untuk mengisi kekosongan ruangan kelas tersebut.

“Orang tua gak mau nunggu, kata mereka kasihan kalau anak saya harus belajar lesehan tanpa kursi dan meja. Saya bilang kalau mau diadakan silakan hubungi ketua komite. Kami pihak sekolah tidak mau salah langkah, kami juga tidak megang sepeserpun uang tersebut. Ini murni yang mengelola adalah pihak komite,” ucapnya.

Dari hasil diskusi pada 18 Agustus 2022, komite dan orang tua siswa sepakat untuk patungan meja dan kursi dalam rangka memenuhi kebutuhan mebeler sekolah.

Sementara Ketua Komite SMPN 13 Kota Bekasi Agus Sucipto mengungkapkan pihaknya, telah melakukan pertemuan sebanyak tiga kali bersama dengan orangtua siswa.

“Yang pertama kami jelaskan tentang kekurangan guru, jumlah kursi yang tersedia. Dan pertemuan kedua kami minta kepada orangtua siswa untuk mendaftar ke sekolah swasta karena fasilitas dan sarana yang dimiliki sekolah sangat kurang,” terangnya.

Dari hasil pertemuan tersebut, orangtua siswa tetap kekeh untuk menyekolahkan anaknya ke SMPN 13 Kota Bekasi. Sehingga munculah Keputusan Wali Kota (Kepwal) tentang penambahan daya tampung siswa.

“Dari 217 siswa dalam waktu dua minggu itu tidak ada yang pindah, jadi kami berkoordinasi dengan Disdik bagaimana keputusannya. Dan muncullah Kepwal untuk diterima semua,” tuturnya.

Oleh karena itu, diputuskan 217 siswa tersebut diterima. Untuk sementara waktu para siswa terpaksa duduk di lantai tanpa beralaskan kursi dan meja belajar.

“Setelah diterima dua rombel ini duduk di lantai, mereka sementara pakai meja lipat bawa dari rumah masing-masing. Sisanya ada beberapa kelas yang diisi 46 siswa, jadi ada beberapa siswa yang harus duduk bertiga,” jelasnya.

Melihat hal tersebut orangtua lantas tak tega. Sehingga muncul ide untuk melakukan patungan dalam rangka memenuhi jumlah mebeler yang dibutuhkan.

“Orangtua siswa lebih khawatir kepada psikis anak-anaknya, takutnya ada ejek-ejekan antar teman karena kelas tersebut tidak memakai kursi dan bangku. Mereka orangtua siswa juga sadar bahwa konsekuensi yang diterima adalah ini, karena pihak sekolah dan komite sudah menjelaskannya dari awal,” ucapnya.

Atas ide tersebut pihak komite sekolah membuat rapat bersama orangtua siswa. Berdasarkan perhitungan komite sekolah jumlah kekurangan bangku dan kursi sebanyak 150 pasang.

“Setelah dihitung kami membutuhkan 150 pasang mebeler untuk memenuhi kekurangan di ruangan tersebut. Saya bilang ke orangtua siswa mebeler ada yang mahal dan ada yang murah. Lalu kita searching bersama-sama secara online pada saat itu, berapa harga satu set mebeler dan ketemulah di harga Rp325 ribu untuk satu set meja dan kursi,” terangnya.

Berdasarkan perhitungan, diusulkan untuk memberikan sumbangan sebesar Rp250 ribu per peserta didik. Hal tersebut disepakati oleh orangtua siswa.

“Setelah dihitung Rp250 ribu itu patungan untuk siswa yang diterima secara offline setelah keputusan tersebut. Saya tetap menunggu apakah ada orangtua yang keberatan atau tidak dan hasilnya tidak ada yang keberatan,” jelasnya.

Agus menjelaskan bahwa hak atas mebeler ini sepenuhnya berada di tangan orangtua. Ia mempersilakan jika para orangtua ingin menghibahkan mebeler itu kepada sekolah, namun jika tidak berkenan bangku dan meja dapat diambil setelah proses pembelajaran siswa tuntas.

“Mebeler ini merupakan hak sepenuhnya orangtua, jika mau dihibahkan monggo. Tapi kalau mau diambil lagi silakan,” pungkasnya. (dew)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin