Berita Bekasi Nomor Satu

Pengusaha Tahu Kurangi Produksi 50 Persen

PEMBUATAN TAHU : Pekerja menyelesaikan pembuatan tahu, yang bahan bakunya dari kedelai,mengalami kenaikan, di Desa Sukadanau, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi. ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Naiknya harga kedelai impor pasca kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) menambah beban biaya produksi pengusaha tahu tempe di Kabupaten Bekasi.

Kedelai yang merupakan bahan baku untuk pembuatan tahu tempe ini, harga normalnya Rp 8.000 per kilogram, kini naik menjadi Rp 13.000 per kilogram.

“Kenaikan harga kedelai impor, berdampak pada penurunan produksi dan omset penjualan tahu tempe,” kata salah satu pengusaha, Deden (51), kepada Radar Bekasi, di Kampung Tangsi, Desa Sukadanau, Kecamatan Cikarang Barat.

Dirinya mengaku, dengan kondisi seperti ini, harus mengurangi produksi hingga 50 persen, termasuk jumlah pekerja, yang sebelumnya ada 80 orang, namun saat ini hanya tinggal 40 orang, dan itu pun masuknya secara bergantian agar tetap bisa bekerja.

“Awalnya, kedelai sebagai bahan baku tahu saya nyetok delapan kwintal, sekarang cuma enam kwintal. Jumlah pekerja tadinya ada 80 orang, sekarang tinggal 40 orang saja,” terangnya.

Sebenarnya, kata Deden, kenaikan harga kedelai yang diimpor dari negara Amerika Serikat tersebut, sudah terjadi sejak bulan Juni 2022 lalu. Naiknya secara bertahap, mulai Rp 100, Rp 200, Rp 300, setiap harinya. Sampai akhirnya sekarang, sebelumnya satu kilogram harganya Rp 8.000, menjadi Rp 13.000.

Ia menilai, lonjakan harga kedelai dipengaruhi oleh inflasi global dan kenaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah. Kenaikan harga kedelai juga diperparah dari imbas kenaikan harga BBM, yang digunakan sebagai transportasi.

“Sudah pasti terpengaruh, karena harga BBM jenis Solar naik, sehingga biaya pengiriman kedelai juga ikut naik. Otomatis pengusaha seperti kami juga harus mengeluarkan modal lebih besar,” ucap Deden.

Meski begitu, ia menuturkan belum menaikkan harga jual dan mengurangi ukuran tahu. Deden merasa khawatir pelanggan akan kecewa, sehingga semakin mempengaruhi penjualan tahu yang diproduksinya.

Oleh karena itu, dirinya harus berusaha untuk tetap bisa produksi, walaupun untungnya tipis. Namun jika kondisi harga kedelai terus tinggi, dia juga was-was, produksi tahu di tempatnya bisa dihentikan.

“Saya mau nggak mau harus menaikkan harga, kalau tidak bisa-bisa bangkrut. Sekarang, kami belum bisa naikkan harga tahunya, karena harus kompak. Dan masih didiskusikan dengan pengusaha lainnya,” ujar Deden.

Sementara itu, pedagang tahu eceran, Firmansyah mengakui, dengan naiknya harga kedelai, cukup berdampak terhadap penjualan. Karena jika harga dinaikkan, pelanggan sudah pasti komplain. Begitu juga ketika ukuran tahu diperkecil, banyak yang protes. Akhirnya, berpengaruh kepada omset penjualan.

“Omset penjualan saya turun 40 persen. Kalau sebelumnya bisa dapat Rp 300 ribu, sekarang paling Rp 200 ribu. Saya nggak menaikkan harga, karena dari produsen juga belum ada kenaikan. Hanya saja, keuntungannya tipis,” ucap Firman. (pra)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin