Berita Bekasi Nomor Satu

40 Persen Daratan di Muaragembong Nyaris Tergerus Abrasi

DAMPAK ABRASI: Seorang warga melewati halaman rumah yang terdampak abrasi, di Desa Pantai Bahagia, Muaragembong, Kabupaten Bekasi, Senin (22/5). ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Terjadinya pengikisan tanah yang disebabkan oleh gelombang air laut serta adanya pasang surut air laut (abrasi), hampir 40 persen daratan di Muaragembong, Kabupaten Bekasi, sudah hilang.

Sebab, gelombang air laut atau pasang surut air laut, kedua-duanya sama-sama memiliki sifat merusak, dan rutin terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Bekasi, yang belum bisa ditangani sampai sekarang.

Dari data yang ada di Dinas Cipta Karya Kabupaten Bekasi, di pesisir Muaragembong terjadi coakan. Artinya, daratan yang hilang terus meluas karena abrasi.

Menyikapi hal itu, Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Bekasi, Uryan Riana mengaku terkait abrasi di pesisir Muaragembong, sudah sejak lama ia sampaikan ke provinsi maupun pusat, agar menggelontorkan anggaran untuk penanaman mangrove dan melakukan normalisasi kali yang mengarah ke muara.

“Ini menjadi persoalan secara khusus di Kabupaten Bekasi, ketika pihak provinsi dan pusat tidak melakukan dengan seksama. Karena memang berdasarkan data yang kami miliki, hampir separuh dari Muaragembong itu terkena abrasi,” ujarnya kepada Radar Bekasi, Senin (22/5).

Kata dia, lahan yang dibangun tambak saat ini, jika tidak ada penyangganya dan mangrove, semua akan habis. Oleh karena itu dirinya berharap, pemerintah pusat membuat salah satu bendungan, seperti dam pemecah gelombang. Sehingga kemudian, gelombang ini tidak langsung menghantam ke pesisir pantai.

“Kalau gelombang ini tidak dipecah dengan dam, maka semua pesisir yang ada di Muaragembong akan habis. Salah satu alternatif, kalau kemudian itu tidak ada, karena dianggap biayanya besar, minimal pemerintah pusat dan provinsi menganggarkan penanaman mangrove,” saran Uryan.

Lanjutnya, abrasi tersebut juga sudah bergeser ke Pantai Sederhana, Pantai Bakti, Beting yang tadinya ada, sekarang sudah mulai habis.

Menurut Uryan, mangrove ini harus ditanam dengan skala besar-besaran, dan melibatkan banyak pihak, diantaranya pemerintah pusat, provinsi, dan daerah, termasuk swasta.

Ia mencontohkan, di daerah-daerah maju itu ada dam. Sistemnya polder seperti ember, semua daerah yang ada itu dikelilingi pakai dam, yang di dalam polder itu tidak kena air.

“Ketika hujan turun, airnya disedot oleh pompa untuk dikeluarkan menggunakan dam. Seperti di Belanda, Amerika, termasuk di Jakarta, juga sudah menerapkan dam,” terangnya.

Politisi PKS ini menjelaskan, kenapa abrasi di Muaragembong tak kunjung ditangani, dulu pernah ada perencanaan perubahaan tata ruang. Karena kebetulan tata ruang Kabupaten Bekasi sudah cukup lama dan belum diubah.

Uryan menilai, se Jawa Barat hanya Kabupaten Bekasi yang belum melakukan perubahaan tata ruang. Artinya, disesuaikan dengan tata ruang provinsi maupun pusat.

“Kabupaten Bekasi belum melakukan perubahaan tata ruang. Dulu ada rencana Peraturan Daerah (Perda) Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), namun sempat mandek, karena ada sedikit tsunami politik saat itu. Seharusnya dari RDTR, perubahan RT/RW menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Tapi karena ini kemudian ada sedikit masalah, gonjang-ganjing politik maka Perda-ny belum digarap juga,” sesalnya.

Menurut Uryan, persoalan abrasi ini bisa diselesaikan, tanggung jawabnya itu diberikan secara jelas. Kalau sekarang saling lempar, pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, akhirnya Muaragembong itu tidak tertangani secara maksimal. (pra)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin