Berita Bekasi Nomor Satu
Opini  

Batas Usia Maksimal Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden

Oleh: Naupal Al Rasyid, S.H., M.H.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Salah satu yang signifikan dalam sejarah hukum konstitusi di indonesia adalah perubahan ketiga terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD 1945) yang ditetapkan MPR pada tanggal, 9 November 2001, dimana telah membawa perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, antara lain telah mengubah ketentuan mengenai persyaratan, mekanisme serta pencalonan dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Persyaratan calon Presiden dan Wakil Presiden secara konstitusional tercantum dalam Pasal 6 UUD 1945 yang menyatakan bahwa: “(1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil.

(2) Syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.” Hal ini dari sisi tekstual, perubahan ketiga dalam Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 lebih lengkap dan lebih progresif dari pada ketentuan pada Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 sebelum perubahan yang diklasifikasikan sangat sumir dan multitafsir.

Penjabaran lebih lanjut mengenai mekanisme persyaratan pencalonan dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang tercantum dalam ketentuan dalam undang-undang pemilu presiden tersebut, secara langsung menambah syarat pada prosedur pencalonan bagi presiden dan wakil presiden, karena pada dasarnya, jika ditinjau dari sisi ketentuan UUD 1945, pencalonan Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya, dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain.

Terlebih jika dilihat pada ketentuan yang juga mendasari lahirnya undang-undang tersebut, yakni ketentuan pada Pasal 6 ayat (2) yang menyatakan bahwa “Syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang”.
Terlebih lagi konstitusi telah mengamanatkan adanya undang-undang organik yang memuat pengaturan mengenai syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil presiden.

Adanya hubungan dalam kaitannya dengan Undang-undang organik yang mengatur persyaratan calon Presiden dan Wakil Presiden dijelaskan lebih lanjut pada Pasal 169 UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) menentukan 20 prasyarat dengan klasifikasi unsur 2 syarat subjektif dan 18 syarat objektif.

Terhadap syarat objektif Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan bahwa: “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”. Terkait prasyarat personal, telah terjadi perubahan makna, dalam hal ini berbentuk penyempitan terhadap ketentuan normatif Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang secara original intent memang sengaja diberikan kewenangan pada undang-undang untuk merincinya dalam artian bahwa ketentuan syarat personal seseorang untuk menjadi calon Presiden maupun Wakil Presiden bersifat open end policy.

Namun ide batasan usia maksimal sebagai syarat pencalonan bagi Presiden dan Wakil Presiden, terhadap ketentuan normatif Pasal 169 huruf q UU Pemilu tidak dirinci dalam terkaitan dari perspektif kebijakan hukum (legal policy) syarat objektif Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menggunakan tafsir hukum dinamis, sehingga banyak pihak melakukan permohonan uji materi.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengungkap terdapat total 12 permohonan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Kepala Biro Hukum Administrasi dan Kepaniteraan MK, Fajar Laksono menjelaskan, permohonan yang masuk ke MK sangat beragam. (25 Agustus 2023, metrotvnews.com).

Terlepas dari banyak pihak melakukan permohonan uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu di MK, agar tidak menjadi apriori terhadap syarat objektif Pasal 169 huruf q UU Pemilu tersebut, sebaiknya dapat dikaji dengan penafsiran harfiah yang merujuk secara eksplisit dari ketentuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu.

Menurut Satjipto Rahardjo (2006) interpretasi harfiahnya merupakan interpretasi yang semata-mata menggunakan kalimat-kalimat dari peraturan sebagai pegangannya. Dengan kata lain, interpretasi harfiah merupakan interpretasi yang tidak keluar dari litera legis.
Dengan demikian, penafsiran ini mencoba untuk memahami maksud sebenarnya dari suatu syarat objektif Pasal 169 huruf q UU Pemilu dengan menggunakan berbagai sumber lain yang dianggap bisa memberikan kejelasan yang lebih memuaskan.

Oleh karena itu, mengkaji batas usia maksimal untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden syarat objektif Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan bahwa: “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”, sebaiknya terlebih dahulu menganalisa tentang karakteristik jabatan Presiden dan Wakil Presiden dihubungkan dengan aspek kepemimpinan dan manajemen dalam kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan.

Terkait dengan karakteristik kekuasaan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan, kekuasaan di bidang perundang-undangan, kekuasaan di bidang yudisial, dan kekuasaan dalam hubungan luar negeri.

Pada hakikatnya, lembaga kepresidenan adalah institusi atau organisasi jabatan dalam sistem pemerintahan berdasarkan UUD 1945. Adapun kedudukan presiden tersebut sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dalam sistem presidensial. (I Gede Yusa dan Bagus Hermanto, 2016).

Bila merujuk kepada sistem ketatanegaraan Negara Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945 mengatur tentang kedudukan dan tugas Presiden dan Wakil Presiden, secara berturut-turut pengaturan tersebut tersirat di dalam Pasal 4 Ayat (1) dan (2), Pasal 6 Ayat (2), Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 UUD 1945. Sedangkan Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945 menyatakan “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”.

Selanjutnya dalam Pasal 4 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa : “Dalam melakukan kewajibannya presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden”. Isi pasal ini menjadi rujukan paling kuat sekaligus bukti bahwa konstitusi kita menganut sistem presidensial dalam sistem pemerintahan dengan menempatkan presiden sebagai pejabat yang memegang dan menjalankan roda pemerintahan secara luas.

Dengan cara demikian, sesungguhnya dalam Sistem Presidensial yang sedang dianut oleh Indonesia, di mana Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, bahkan lebih langsung apabila dibanding dengan Amerika Serikat yang dipilih melalui electorate, maka Presiden tersebut bertanggung jawab kepada konstituennya atau para pemilih, yaitu rakyat atau electorate yang disimbolkan oleh penerimaan mereka dengan memilih kembali presiden incumbent untuk masa jabatan yang masih diperkenankan.

Lebih lanjut, Jimly Asshiddiqie (2007), mengatakan bahwa apabila kedudukan presiden hendak diperkuat, maka kedudukan tidak boleh digantungkan atau tergantung kepada lembaga permusyawaratan dan perwakilan rakyat (legislatif).

Karena hal demikian pemilihan keduanya, yaitu pemilihan legislatif dan pemilihan eksekutif jangan bersifat sekuensial tetapi dilakukan dalam waktu bersamaan, sehingga tidak menjadikan hasil pemilihan umum yang satu sebagai prasyarat untuk pemilihan yang lain.

Hal tersebut, sudah sesuai dan akan dilaksanakan pada pemilihan umum tahun 2024, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dan juga legislatif diselenggarakan dengan serentak. Dari karakteristik kekuasaan presiden ini dapat diberikan beberapa kritik terhadap syarat objektif Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan bahwa: “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”.

Dari penjelasan diatas, dapat dipahami Presiden dan Wakil Presiden seyogyanya menggambarkan diri sebagai pemimpin dengan sosok yang arif, bijak, adil, cerdas dan objektif yang memiliki kemampuan manajemen multi skill serta dapat mengakomodir dalam mengelola sistem kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan untuk menjalankan roda pemerintahan secara luas dalam kepemimpinan dan manajemen sebagai kepala negara, bukan hanya konteks manajemen formal sebagai pejabat yang memegang dan menjalankan roda pemerintahan.

Seperti yang didefinisikan John R Schermerhorn, Jr, (1997), kepemimpinan dan manajemen tidak dapat disamakan satu dengan lainnya. Untuk menjadi seorang manajer berarti secara komprehensif melakukan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, memimpin dan mengendalikan. Sukses memimpin bukan berarti sukses dalam hal manajerial.

Manajemen yang baik adalah selalu disebut sebagai pemimpin yang baik, namun pemimpin yang baik belum tentu disebut sebagai manajemen yang baik. Dengan pengertian yang demikian maka kepemimpinan sebagai kepala negara yang diharapkan oleh Schermerhorn adalah pemimpin yang tidak hanya pintar secara manajemen, namun seorang pemimpin yang mempunyai kemampuan komunikasi yang cukup baik untuk dalam menyampaikan ide atau gagasan (transform)kepada seluruh masyarakatnya.

Sehingga masyarakat mampu memahami kewenangan menjalankan kekuasaan presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, memegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan, kekuasaan di bidang perundang-undangan, kekuasaan di bidang yudisial, dan kekuasaan dalam hubungan luar negeri untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dengan membawa perubahan terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia yang menjadi agenda mempertegas sistem persyaratan calon Presiden dan Wakil Presiden untuk menghadirkan pemerintahan yang demokratis.

Bila dikaitkan dengan batas usia maksimal persyaratan calon Presiden dan Wakil Presiden, yang tidak diatur secara asas legalitas dalam rumusan norma untuk syarat objektif Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang hanya menyatakan bahwa: “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”, sehingga ketentuannya menjadi bersifat sumir, yakni hanya dipersyaratkan bahwa berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.

Usia maksimal Presiden dan Wakil Presiden dalam hal ini berbentuk penyempitan terhadap ketentuan normatif Pasal 169 huruf q UU Pemilu tersebut, tidak boleh diperbandingkan dengan usia maksimal seorang atlet untuk mencapai prestasi dengan persyaratan calon Presiden dan Wakil Presiden karena atlet mengandalkan otot tidak relevan dengan jabatan Presiden dan Wakil Presiden adalah yang arif, bijak, adil, cerdas dan objektif yang memiliki kemampuan kepemimpinan dan manajemen multi skill.

Oleh karena itu, untuk usia maksimal dan kematangan bangsa Indonesia, idealnya usia maksimal Presiden dan Wakil Presiden adalah masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden secara konstitusional berakhir ketika berusia 70 tahun, dengan membandingkan secara harfiah kepada jabatan Profesor atau Guru Besar yang semakin matang dalam kepemimpinan dan manajemen dengan semakin karismatik, serta mendalam wawasan intelektualitasnya.

Dengan kebijakan seperti itu, Presiden dan Wakil Presiden seyogyanya menggambarkan diri sebagai sosok yang arif, bijak, adil, cerdas dan objektif yang memiliki kemampuan kepemimpinan dan manajemen multi skill serta dapat mengakomodir keberagaman masyarakat. (*)

Direktur LBH FRAKSI ’98

 


Solverwp- WordPress Theme and Plugin