Berita Bekasi Nomor Satu

Kebudayaan Betawi di Kampung Gabus Bekasi Tetap Kokoh

ILUSTRASI: Sejumlah anak-anak menari ujungan di Kantor Pemerintah Kabupaten Bekasi, beberapa waktu lalu. Kebudayaan Betawi di Kampung Gabus tetap kokoh. ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kebudayaan betawi di Kampung Gabus Tambun Utara tetap kokoh. Meskipun, wilayah yang dikenal sebagai pusat kebudayaan Betawi dan jawara di Kabupaten Bekasi ini mengalami transformasi dari perdesaan menuju ke perkotaan seiring dengan cukup pesatnya pembangunan perumahan dan gerbang tol di wilayah tersebut.

Camat Tambun Utara, Najmuddin, menegaskan komitmennya untuk menjaga keaslian budaya betawi di Kampung Gabus. Meskipun terjadi perubahan lahan dari pertanian ke perumahan, dia menekankan pentingnya integrasi pendatang dengan masyarakat setempat.

“Kita tidak ingin budaya ikut hilang gara-gara kemajuan zaman ini. Akulturasi budaya boleh, urbanisasi boleh, tapi mereka (pendatang) yang harus menjadi satu dengan orang Gabus, Tambun Utara,” ujar Najmuddin kepada Radar Bekasi, Kamis (29/2).

Kepemimpinan Najmuddin mencurahkan perhatian pada pelestarian budaya melalui seni tradisional seperti topeng, pencak silat, tari, dan ujungan. Berbagai event budaya di wilayahnya menjadi bukti nyata dari usaha pelestarian ini.

“Alhamdulilah kita melestarikan itu, di sini juga sering diadakan event silat, lebaran Betawi, dan lain sebagainya. Kita memang menjadikan ikon kebudayaan itu adanya di Tambun Utara,” ungkap pria kelahiran Babelan ini.

Dalam menghadapi perubahan dari agraris ke market perkotaan, Najmuddin menekankan perubahan fungsional wilayah tidak boleh mengorbankan budaya. Meskipun perumahan berkembang pesat, keberlanjutan budaya Betawi tetap menjadi prioritas.
BACA JUGA: Strategi Kebudayaan Indonesia

“Jangan sampai budaya yang dulunya sudah melekat di Gabus Tambun Utara itu hilang gara-gara berubah fungsinya, area yang dulunya persawahan menjadi perumahan atau perkotaan,” ucapnya.

Najmuddin berujar perubahan gaya hidup masyarakat, seperti kepemilikan baju pangsi dan golok, yang menjadi bagian penting dari identitas warga Kampung Gabus.

“Mohon maaf, kalau mau baju pangsi rata-rata orang Tambun Utara punya semua. Kalau disuruh pakai golok punya semua orang Gabus mah, karena dari dulu punya golok. Tapi kalau di kecamatan lain, mau baju pangsi atau golok, beli dulu,” sambungnya.

Selain itu, upaya pelestarian budaya Betawi juga diterapkan oleh aparatur kecamatan, dengan penggunaan adat Betawi setiap Jumat. Dia memandang pentingnya kesadaran akan adat Betawi dan menyatakan keterikatan kepada budaya lokal sebagai suatu kebanggaan.

“Orang Bali, bangga dengan baju Balinya. Orang dayak, bangga dengan orang dayaknya. Orang Madura, bangga dengan baju Maduranya. Orang jawa, bangga dengan budaya Jawanya. Kenapa kita menggunakan baju pangsi, harusnya bangga karena itu baju adat Betawi,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Umum Jajaka Nusantara, Damin Sada, berpendapat perubahan wilayah ke perkotaan tidak secara langsung mempengaruhi budaya di Kampung Gabus.

Namun, dia menyoroti dampak negatif pergantian dari wilayah agraris ke industri, terutama terkait pertumbuhan industri yang tidak membawa manfaat bagi masyarakat setempat.

“Budaya mah nggak terpengaruh, walaupun mungkin bisa jadi budaya luar masuk ke sini, ada yang baik, ada yang kurang baik. Tapi kehidupan masyarakatnya ini yang sangat berdampak,” ungkapnya.

Damin memproyeksikan dampak yang mungkin terasa lima hingga sepuluh tahun ke depan, terutama terkait ketidaksiapan masyarakat dalam bersaing di sektor industri. Menurutnya, permasalahan potensial seperti aliran limbah industri yang dapat merusak lingkungan di wilayah utara.

“Kalau yang tadinya di usia 30-60 tahun itu masih bisa bekerja di ladang pertanian. Yang jelas dampaknya sangat rugi sekali. Kemudian untuk bekerja sangat sulit. Ini harus ada solusi dari Pemda,” katanya. (pra)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin