RADARBEKASI.ID, PAPUA NUGINI – Sekitar 2.000 orang yang terkubur akibat tanah longsor di Provinsi Enga, Papua Nugini.
“Ini bukan lagi misi penyelamatan, tetapi misi pemulihan,” kata Niels Kraaier dari UNICEF Papua Nugini.
UNICEF melaporkan bahwa sekitar 40 persen dari korban adalah anak-anak di bawah usia 16 tahun yang mengalami trauma mendalam.
BACA JUGA: KPK Tangkap RHP di Abepura, Sempat Kabur ke Papua Nugini
Upaya penyelamatan di lokasi longsor di Gunung Mungalo dipimpin oleh penduduk setempat, banyak di antara mereka kehilangan seluruh keluarga dalam bencana yang terjadi sekitar pukul 03.00 pada Jumat (24/5/2024).
Tanah longsor menghancurkan kebun sayur dan jalan, yang menghambat upaya penyelamatan dan membuat penduduk desa khawatir akan kekurangan pangan saat mereka mencari orang-orang yang mereka cintai.
“Orang-orang menggali dengan tangan mereka,” kata pejabat provinsi Enga, Sandis Tsaka, kepada AFP pada Selasa (28/5/2024).
BACA JUGA: WNI Tertangkap Jual Beli Senjata di Filipina, Ternyata Simpatisan Organisasi Papua Merdeka
“Seluruh keluarga terkubur di bawah puing-puing, dan semuanya musnah” tambahnya Tsaka.
“Pihak berwenang lokal kini berusaha mengevakuasi 7.900 orang untuk mencegah korban lebih lanjut,” tegasnya.
Tsaka berbicara pada pertemuan daring yang diselenggarakan oleh PBB dengan pemerintah asing pada Selasa pagi dan meminta bantuan segera untuk mengatasi risiko tanah longsor dan memastikan pengiriman pasokan bantuan dengan cepat.
Ia mengakui bahwa Papua Nugini, salah satu negara termiskin di Asia Pasifik, tidak mampu menghadapi skala tragedi ini.
BACA JUGA: Anton Gobay, Warga Papua Bisnis Senjata di Filipina Diduga untuk Papua Merdeka
Tidak jelas berapa banyak orang yang tinggal dilereng bukit di kawasan hutan hujan tropis yang lebat ketika tanah longsor terjadi karena sensus resmi terakhir dilakukan 24 tahun lalu.
Dikutip dari Aljazeera, Selasa (28/5/2024) Orang-orang pindah ke daerah tersebut dengan harapan menemukan emas di tambang terbuka dan tempat pembuangan limbah di dekat tambang emas Porgera, kata Banks, seorang profesor geografi di Universitas Massey di Selandia Baru yang penelitiannya berfokus pada pertambangan di Papua Nugini.
Tambang tersebut sekitar 20-30 km (12-19 mil) dari tanah longsor, yang memiliki efek langsung pada stabilitas tanah di sepanjang jalan.
Papua Nugini berada di peringkat ke-16 negara yang paling berisiko terhadap perubahan iklim dan bencana alam, menurut Indeks Risiko Dunia tahun 2022, meskipun negara ini hanya menyumbang sekitar 0,11 persen emisi gas rumah kaca global. (rbs/jpc)