Berita Bekasi Nomor Satu

Menghadapi Corona dengan Pendekatan Langit dan Bumi

Sebuah kabar mengejutkan datang Sabtu malam. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi positif Corona. Beliau adalah mitra kerja saya di Komisi V DPR RI.

Berita mengejutkan lainnya juga hadir. Hingga kemarin, sudah ada 117 orang terpapar Corona di Indonesia. Sedangkan 8 orang sembuh dan 5 meninggal dunia.

Menurut pemerintah, penyebaran virus sudah sampai Bandung, Solo, Manado, Bali, Yogyakarta dan Pontianak.

Di belahan dunia lain, Corona sudah melumpuhkan banyak negara. Italia melakukan lockdown. Filipina juga. Amerika Serikat mengumumkan kondisi darurat nasional. Kompetisi sepakbola di Eropa dihentikan.

Ya Allah betapa lemah diri ini. Tak ada daya dan upaya melainkan atas kehendak-Mu. Virus telah melumpuhkan kesombongan manusia.

Kita teringat dengan kisah Raja Namrud yang kesombongannya dihentikan oleh seekor lalat yang diutus oleh Allah. Kini lebih kecil dari lalat, yaitu virus corona, sesuatu yang tak terlihat dengan mata telanjang sekalipun.

Lalu bagaimana sikap kita sebagai seorang muslim menghadapi wabah ini? Lakukanlah cara langit dan bumi. Atau dengan kata lain, gunakan pendekatan agamis dan medis.

Pendekatan langit maksudnya melalui langkah-langkah transendental atau vertikal. Kita teringat pada tahun 18 H, saat Amirul mukminin Umar bin Khoththob melakukan perjalanan dari Madinah menuju Syam.

Di perbatasan masuk wilayah Syam rombongan berhenti. Abu Ubaidah bin Al Jarrah, Gubernur Syam ketika itu datang ke perbatasan untuk menjemput dan menyambut rombongan Khalifah. Namun, penduduk Syam saat itu tengah tertimpa wabah tha’un, sebuah penyakit menular, benjolan di seluruh tubuh yang akhirnya pecah dan mengakibatkan pendarahan.

Umar bin Khoththob bermusyawarah dan meminta saran kepada sahabat muhajirin, anshar, dan orang-orang yang ikut dalam peristiwa Fathu Makkah, apakah akan melanjutkan perjalanan masuk ke Syam ataukah kembali ke Madinah. Ternyata mereka semua berbeda pendapat.

Abu Ubaidah ra, Sang Gubermur, menginginkan agar mereka masuk ke Syam dan berkata kepada Khalifah “mengapa engkau lari dari takdir Allah SWT?” Lalu Umar ra menyanggahnya dan mengatakan “Jika kamu punya kambing dan ada dua lahan yang subur dan yang kering, kemana akan engkau arahkan kambingmu? Jika ke lahan kering itu adalah takdir Allah, dan jika ke lahan subur itu juga takdir Allah. Sesungguhnya dengan kami pulang, kami hanya berpindah dari takdir yang satu ke takdir yang lain.”

Akhirnya perbedaan itu berakhir ketika Abdurrahman bin Auf ra mengucapkan hadist Rasulullah SAW. “Jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri. Maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada di daerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya” (HR. Bukhari & Muslim).

Akhirnya, Umar bin Khoththob dan rombongan kembali ke Madinah. Sementara itu, Abu Ubaidah ra, tetap ingin hidup bersama rakyatnya dan mati bersama rakyatnya, sampai akhirnya Abu Ubaidah, Muadz bin Jabal, Suhail bin Amr, dan sahabat-sahabat mulia lainnya radiyallahuanhum wafat karena wabah thaun di negeri Syam tersebut. Total sekitar 20 ribu orang wafat, hampir separuh penduduk Syam ketika itu.

Inilah pelajaran yang bisa kita dapatkan bahwa kita diminta untuk mengkarantina diri. Jangan bepergian ke daerah yang terkena wabah. Dan jangan menerima orang lain masuk ke wilayah kita.

Lalu bagaimana dengan para sahabat yang meninggal karena wabah tha’un? Sabda Rasulullah SAW : Dari ‘Aisyah ra berkata, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Saw tentang tha’un lalu beliau mengabarkan bahwa tha’un adalah azab yang Allah kirimkan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan sesungguhnya Allah menjadikan hal itu sebagai rahmat bagi kaum mu’minin. Dan tidak ada seorangpun yang menderita tha’un lalu dia bertahan di tempat tinggalnya dengan sabar dan mengharapkan pahala dan mengetahui bahwa dia tidak terkena musibah melainkan karena Allah telah mentaqdirkannya kepadanya, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mati syahid”. (HR. Muslim). Ya, kematian syahid di jalan Allah bagi orang mukmin yang sabar dalam menghadapinya.

Selain itu, cara langit yang harus kita lakukan adalah dengan bersabar, berbaik sangka dan banyak berdoa.

Sementara itu, langkah bumi maksudnya adalah ikhtiar optimal dengan pendekatan medis.

Sejauh ini, telah banyak himbauan dari pemerintah pusat dan daerah, lembaga kesehatan dan lainnya terkait apa dan bagaimana cara kita menghadapi Corona. Kita diminta untuk berpola hidup sehat dengan makan yang bergizi, minum yang cukup, olah raga teratur, selalu bersihkan tangan dengan sabun atau handsanitizer, dan sebagainya.

Langkah-langkah antisipatif juga perlu dilakukan misalnya dengan tidak keluar rumah jika tidak ada keperluan mendesak, jauhi keramaian, hindari jabat tangan dan lainnya. Bisa jadi pada titik tertentu kemungkinan diberlakukan lockdown terhadap sebuah daerah.

Memadukan ikhtiar langit dan bumi adalah cara yang paling tepat bagi kita. Insya Allah, dengan cara ini kita bisa melalui musibah ini dengan selamat.

Ya Allah, jaga dan lindungilah negeri kami dari musibah yang tak mampu kami menghadapinya. Aamiin. (*)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin