RADARBEKASI.ID, BEKASI – Namanya Mas Nur Atif. Asli Lamongan, Jawa Timur. Saya menyambangi dia, Jum’at (16/5), di rumahnya di Desa Rawasari, Kecamatan Plered, Purwakarta.
Sudah tiga periode Mas Nur Atif menjadi lurah di desa tersebut. Kali pertama pada 2007. Ikut kontestasi karena desakan masyarakat setempat dan prihatin dengan kondisi desanya. Dia terpilih. Tanpa modal, kata Mas Nur Atif.
Periode kedua terpilih kembali. Begitu pula saat kali ketiga. Jumlah masyarakat yang memilihnya sangat banyak. Kisaran 88%. Warga desa sepertinya sangat mencintai Mas Nur Atif.
Wajar. Sebab di masa kepemimpinannya, dia sukses mengubah wajah Desa Rawasari. Dulu banyak anak setelah lulus memilih jadi pengrajin genteng, kerajinan khas daerah tersebut. Kantor desa sangat tidak layak. Jalan desa sempit dan rusak. Pendapatan Asli Daerah (PAD) boleh dikatakan minim.
Mas Nur mampu mengubah semuanya. Tangan dingin kepemimpinannya membuat kondisi desa saat ini berubah total. Desanya menjadi lumbung padi di Plered. Jalan desa lebar dan mulus. Saya merasakan langsung saat datang ke sana.
Begitulah pemimpin jika berhasil memberikan bukti. Bukan cuma janji. Tanpa dipaksa pun, masyarakat akan memilihnya untuk jadi pemimpin. Tanpa pencitraan pun, warga akan mendapuknya jadi sosok terdepan.
Mas Nur Atif bisa dikatakan memimpin di saat krisis, saat kali pertama terpilih jadi lurah. Situasi yang sama persis dengan apa yang kita alami saat ini. Bangsa dan negara ini sedang krisis. Akibat dari pandemi Corona. Ada krisis kesehatan, ekonomi dan berpotensi terjadi krisis sosial.
Dalam bahasa Cina maupun Jepang krisis ditulis dalam dua huruf kanji. Huruf pertama bermakna bahaya, dan huruf kedua bermakna kesempatan. Dalam krisis tentu saja ada bahaya yang mengintai. Tapi, yang tak kalah penting, selalu ada peluang-peluang baru yang bisa dimanfaatkan.
Tugas pemimpin di saat krisis adalah menjaga dan mengamankan organisasi yang dipimpinnya agar tidak terkena bahaya, sekaligus memanfaatkan berbagai peluang untuk keluar, lalu membalik situasi krisis menjadi kesempatan yang menguntungkan. Tentu saja keuntungan untuk yang dipimpinnya. Bukan keuntungan untuk diri dan kelompoknya saja.
Dalam dialog saya dengan Mas Nur Atif, tergambar jelas bagaimana cara dia memimpin desanya. Penuh empati, peduli, tegas, responsif, dan berpikir untuk jangka panjang.
Karakter kepemimpinan seperti itu yang kita butuhkan saat ini. Kita perlu kehadiran pemimpin yang mengayomi rakyatnya di tengah krisis dahsyat hari ini. Pemimpin yang empati, dekat sedekat-dekatnya dengan rakyat. Tahu apa yang dibutuhkan rakyatnya. Bukan pemimpin yang justru menambah beban berat.
Kita juga butuh pemimpin yang bertanggung jawab. Berada di depan melindungi rakyatnya. Siap berkorban dan berjuang tanpa pamrih.
Kita juga butuh pemimpin yang tegas. Tidak mencla-mencle. Hari ini mengatakan A, besok mengatakan B. Pemimpin yang kokoh, konsisten dengan keputusannya sepanjang untuk kepentingan rakyat.
Itulah yang diajarkan Mas Nur Atif. Dan itu juga yang hari ini dan ke depan kita butuhkan.
Belajarlah dari Mas Nur Atif. Agar cinta rakyat kepada pemimpin bukan dipaksa. Dan negeri ini bisa keluar dari krisis. Aamiin.