Bisa jadi banyak di antara kita yang masih asing dengan maggot. Padahal, belakangan ini maggot sudah jadi tren. Banyak orang melakukan budidaya maggot. Salah satunya di Karawang, Jawa Barat.
Lokasinya di Desa Bengle, Kecamatan Majalaya Karawang. Usaha ini dilakukan oleh Bumdes Mandiri Bengle dengan melibatkan warga setiap RT yang ada di sekitar lokasi budidaya.
Ketika saya masuk, sama sekali tidak ada bau busuk. Rak-rak tampak berdiri kokoh. Di atas dan bawahnya ada box berwarna biru yang menjadi tempat maggot.
Budidaya maggot ini selain bernilai ekonomi tinggi, juga sebagai solusi untuk menanggulangi tingginya sampah domestik organik.
Apa itu maggot?
Maggot itu belatung yang selama ini kita kenal. Dia adalah larva dari lalat Black Soldier Fly (Hermetia Illucens, Stratimydae, Diptera) atau BSF. Tidak seperti lalat lainnya, BSF yang dikenal sebagai lalat tentara ini, memiliki ukuran yang lebih panjang dan besar. Di sisi lain, BSF tidak menularkan bakteri, penyakit, bahkan kuman kepada manusia.
Secara ekologis, maggot berguna dalam proses dekomposisi bahan-bahan organik. Maggot mengonsumsi sayuran dan buah. Juga sampah sayuran dan buah. Karena itu, maggot sangat cocok untuk mengelola sampah organik. Rasionya, 10.000 maggot dapat menghabiskan 1 kg sampah organik dalam waktu 24 jam.
Maggot juga memiliki nilai ekonomis sebab dapat menjadi sumber pakan ternak dan pupuk. Kandungan proteinnya tinggi dan gizinya baik untuk pakan ikan dan unggas. Dalam kondisi utuh, maggot memiliki kadar protein sekitar 43%. Jika dijadikan pelet, kadar proteinnya antara 30% sampai 40%.
Maggot lebih menguntungkan dibandingkan cacing. Karena sebagai pakan ternak, maggot lebih cepat berkembangbiak dan dipanen. Waktu yang dibutuhkan dari menetas sampai jadi pakan ternak, sekitar 17 hari.
Kelebihan maggot lainnya, sampah organik yang tidak termakan oleh maggot, tetap bisa dimanfaatkan sebagai sumber kompos atau pupuk organik dan tidak berbau.
Penggunaan maggot bisa menekan penggunaan pakan dan pupuk berbahan kimia. Ikan, ayam pedaging hingga sayur yang memakai maggot, lebih sehat dibanding komoditas yang sama karena semuanya organik.
Di tengah pandemi Covid-19 dan dampak ekonominya, budidaya maggot semacam ini bisa jadi opsi solusi. Atau setidaknya meringankan beban ekonomi masyarakat. Karena itu, saya sangat mendukung sekali inisiatif masyarakat yang melakukan budidaya maggot.
Sudah selayaknya, Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal bisa memperhatikan Bumdes yang memiliki kiprah mengatasi ekonomi masyarakat, sekaligus menyelesaikan problematika penanganan sampah. (*)