Berita Bekasi Nomor Satu

Empat Tahun Dicabuli Tetangga

TUNJUKAN BUKTI LAPORAN : Orang tua inisial A korban dugaan pencabulan menunjukan surat laporan saat ditemui di rumahnya di Kawasan Bintara Jaya, Bekasi Barat, Kamis (3/12). RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI
TUNJUKAN BUKTI LAPORAN : Orang tua inisial A korban dugaan pencabulan menunjukan surat laporan saat ditemui di rumahnya di Kawasan Bintara Jaya, Bekasi Barat, Kamis (3/12). RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Seorang remaja berinisial A, menjadi korban pencabulan oleh tetangganya. Ironisnya, korban yang kini berusia 11 tahun ini mendapatkan perilaku tidak semestinya tersebut sejak masih duduk dibangku Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau sekitar emapt tahun lalu. Padahal, keluarga korban sudah melaporkan masalah ini ke Polres Metro Bekasi Kota pada Januari 2020, namun hingga saat ini masalah tersebut belum selesai.

Peristiwa tidak menyenangkan tersebut diketahui orangtua korban pada Desember 2019 lalu. Saat itu, korban memiliki uang sebesar Rp20 ribu. Awalnya, A mengaku uang Rp20 ribu tersebut dapat dijalan, setelah didesak oleh orangtuanya, A mengaku uang itu dari terduga pelaku W yang merupakan tetangganya.

Selain itu, orangtua korban sering mendapat informasi dari tetangganya jika anaknya kerap main di sekitar mushola dimana korban dan pelaku tinggal, yakni di kelurahan Bintara Bekasi Barat. Awalnya orangtua korban tidak pernah curiga, pasalnya terduga pelaku masih kerabat dengan keluarga korban. Namun, akhirnya A mengaku, jika selama ini W kerap meraba dada dan kemaluannya.

“Saya curiga kok (punya uang Rp20 rb), lama-lama saya desak, katanya dikasih sama si W. Udah saya pulang ke rumah, ada WA masuk (dari tetangga sekitar), pok anak lu masuk ke atas musholah sama W, dia bilang gitu,” kata ibu korban, CB.

Ia mengaku bahwa lokasi di sekitar tempat kejadian selalu sepi saat siang hari. Di lokasi tersebut, A mengaku diajak untuk menonton video porno bersama dengan W, hingga terjadi aksi pencabulan. Kemudian orangtua korban memilih untuk melaporkan peristiwa ini kepada Polres Metro Bekasi Kota, Januari 2020 lalu.

Saat ini keluarga korban menunggu proses hukum atas apa yang menimpa anak keempatnya ini. Keluarga menginginkan proses hukum tetap berjalan, dan berharap keadilan berpihak kepada buah hatinya, serta memberikan hukuman setimpal kepada terduga pelaku yang masih bebas beraktifitas.

“Kemarin di visum, kata dokternya disana mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa, kita jadi khawatir. Pernah sih waktu itu dia tiga hari itu kencing sakit, udah lama sih,” tambahnya.

CB mengaku, kerap mengunci pintu pagar rumahnya agar buah hatinya tidak bermain keluar rumah. Terakhir kali ia menerima surat perkembangan kasus dari pihak kepolisian akan meminta keterangan dari terduga pelaku dan saksi yang melihat A berada di lantai dua musholah.

Suami CB merupakan supir kendaraan barang, sementara anaknya yang telah dewasa sudah berkeluarga. Praktis di rumahnya hanya diisi oleh CB dan ketiga anaknya yang lain. ”Saya lebih sering dirumah,” imbuhnya.

Dia mengaku, berulang kali didatangi oleh keluarga pelaku yang meminta proses hukum dihentikan. Bahkan kerabatnya sempat memberikan pesan perangkat pemerintah dan beberapa kerabat lainnya akan datang ke rumah CB. “(Hari ke dua kerabat terduga pelaku datang) yaudah besok mau kesini katanya, sama pak lurah, sama pak Furqon (sepupu CB). Saya yang tertekan, kemarin darah tingginya naik,” tukasnya.

Keesokan harinya, CB memilih untuk mematikan semua lampu rumah dan mengunci pintu rumahnya, didapati beberapa orang berada di depan rumahnya yang di duga adalah kerabat terduga pelaku. Saat ini, A menjadi sosok anak yang mudah marah, tidak segan membanting barang yang berada di dekatnya, serta tidak menurut pada kedua orang tuanya.

Ketua KPAD Kota Bekasi, Aris Setiawan mengaku telah memberikan pendampingan mulai pada saat pelaporan hingga A dimintai keterangan. Namun, KPAD tidak bisa menjadi kuasa hukum korban lantaran berfungsi sebagai lembaga yang memantau perjalanan kasus anak.

Diakui tahun 2020 ini dominan laporan yang masuk adalah kekerasan seksual terhadap anak. Pendampingan akan kembali dilakukan saat proses hukum selanjutnya berjalan. “Di 2020 meskipun belum kita rekap, faktor kekerasan seksual masih dominan, lalu kekerasan fisik,” katanya.

Kekerasan terhadap anak salah satunya disebabkan oleh lemahnya pengawasan keluarga, terutama orangtua. Sementara kesadaran masyarakat dinilai sudah cukup baik sejak dua tahun terakhir, terbukti dengan kepedulian dan keberanian masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan yang dialami oleh anak kepada KPAD maupun instansi terkait lainnya.

“Kekerasan itu sering terjadi saat adanya kesempatan dan pengawasan yang lemah, karena orangtua itu bukan hanya cukup dengan materi saja yang sering saya sampaikan, tapi yang lebih utama itu keamanan dan kenyamanan,” tambahnya.

Sementara itu Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Bekasi menilai peristiwa yang menimpa A sebagai kekerasan seksual, kasus ini tidak bisa ditindak lanjuti sembarang. Beberapa kasus baik di wilayah Kota dan Kabupaten Bekasi diakui mengalami nasib sama, lamban dalam proses hukum oleh kepolisian.

“Perlu didampingi supaya polisi bergerak dan tidak lambat prosesnya, sekarang Desember sudah mau habis (tahun 2020). Selanjutnya supaya tidak terjadi apa-apa kepada keluarga korban, kota bisa meminta polisi melindungi mereka, dan juga Lembaga Perlindungan Saksi da Korban (LPSK),” terang Ketua LPAI Bekasi, Frans Sitorus.

Menurutnya, kemungkinan terburuk adalah dampak psikis anak, terlebih jika dibiarkan dalam waktu yang lama. Korban mungkin menjadi pelaku dengan kasus yang sama di kemudian hari, atau yang lebih buruk melakukan aksi bunuh diri setelah menyadari apa yang terjadi pada dirinya di masa lalu.

Terpisah, Wakapolres Metro Bekasi Kota, AKBP Alfian Nurrizal memastikan proses hukum tetap berlanjut. Sejauh ini polisi telah memeriksa tiga saksi, mulai dari ibu korban, ketua RW, dan rekan bermain korban yang disebut mendapatkan perlakuan yang sama.

Dua alat bukti yang dikantongi oleh kepolisian berupa keterangan sejumlah saksi termasuk A dan surat hasil visum disebut sudah cukup untuk kepolisian.”Memang untuk pelaku sudah kita minta pengakuan, tapi kita penyidik sudah memiliki keyakinan,” ungkapnya.

Terduga pelaku dan korban disebut memiliki hubungan saudara, sejauh ini terduga pelaku disebut kooperatif dalam memenuhi panggilan pihak kepolisian. Apapun keterangan yang disampaikan oleh terduga pelaku, kepolisian disebut sudah memiliki keyakinan dari fakta-fakta, mulai dari keterangan saksi hingga hasil visum.”Besok kita panggil lagi orangtuanya (ibu korban), untuk dimintai keterangan tambahan,” tukasnya. (sur)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin