Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Korban Banjir Kesulitan Air Bersih

CARI BARANG-BARANG : Warga korban banjir mencari barang-barang layak pakai diantara reruntuhan rumah di kampung Babakan Banten Desa Sumberurip Pebayuran, Kamis (25/2). Warga korban banjir mengaku kesulitan air bersih.ARIESANT/RADAR BEKASI
CARI BARANG-BARANG : Warga korban banjir mencari barang-barang layak pakai diantara reruntuhan rumah di kampung Babakan Banten Desa Sumberurip Pebayuran, Kamis (25/2). Warga korban banjir mengaku kesulitan air bersih.ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Banjir yang melanda tujuh desa di Kecamatan Pebayuran mulai berangsur surut. Sebab, debit air di sungai Citarum mulai turun. Sehingga, tanggul yang berada di Kampung Babakan Banten, Desa Sumberurip, Kecamatan Pebayuran, yang sebelumnya jebol tidak lagi mengeluarkan air.

“Kondisi banjir di Pebayuran sampai saat ini eksalasi ketinggian air mulai menurun,” ujar Kapolres Metro Bekasi, Kombes Pol Hendra Gunawan, saat ditemui di posko pengungsian, Kamis (25/2).

Namun, saat ini warga kesulitan air bersih. Hingga kini, mereka belum dapat membersihkan peralatan dan rumah dari endapan lumpur yang menempel maupun untuk dikonsumsi. Warga masih mengandalkan air bantuan dari relawan.

Hendra mengaku, sudah menerjunkan melibatkan PDAM dan Damkar. Bahkan, pihak kepolisian menerjunkan water tritmen mobail, yang bisa menghasilkan lima ribu liter.”Kita memiliki water tritmen mobail namanya, itu bisa menghasilkan 5 ribu liter. Jadi warga bisa langsung minum air itu, ada yang panas juga. Kita tempatkan di Desa Sumberurip, yang paling terdampak,” jelasnya.

Tujuh desa yang sebelumnya terendam banjir, seperti, Bantarsari, Bantarjaya, Karangpatri, Sumberurip, Sumbereja, Karangsegar, dan Karangharja. Hingga saat ini, satu desa diantanya masih tergenang, yakni Karangsegar, ada tiga kampung yang memang kondisi airnya masih sekitar 40 cm.

Kata Hendra, droping makanan kepada tiga kampung di Desa Karangsegar masih terus dilakukan, baik berupa bahan mentah maupun matang. Pada kondisi seperti sekarang, banjir mulai berangsur surut, posko-posko pengungsian yang disiapkan, sudah mulai dilakukan penutupan, karena warga sudah mulai kembali ke rumahnya masing-masing.

“Dari yang sebelumnya ada 17 posko pengungsian, sekarang yang masih ada hanya ada dua posko, yakni di saung desa dan karangpatri, itu pun jumlah pengungsi sudah berkurang banyak,” tuturnya.

Menurutnya, warga yang sampai sekarang masih bertahan di posko pengungsian, menunggu rumahnya selesai di bersihkan. Kemudian, untuk dapur umum juga sudah dikurangi, dari sebelumnya ada 17, sekarang hanya tersisa satu, yakni di posko pengungsian saung desa.

“Kenapa seperti itu, karena metodenya selain droping makanan matang, kita juga droping makanan mentah, untuk diolah sendiri. Melihat kondisi rumah yang terdampak ini sudah bisa memasak sendiri,” ucapnya.

Selain itu, Satgas Banjir Kabupaten Bekasi mencoba melakukan pendataan kerusakan, dan kebutuhan paska banjir. Hal itu dilakukan, mengingat paska banjir banyak yang hilang dan rusak. Terutama, dalam rikapri pemenuhan kebutuhan pangan. Misalnya, kompos gas, pakaian, dan lain-lain.

“Ini sedang melakukan inverterisasi, mulai dari tingkat desa, kecamatan, sampai kabupaten. Diharapkan, dengan adanya bantuan ini mampu meringankan kebutuhan-kebutuhan tersebut,” ungkapnya.

Masih Hendra, dirinya mengaku, belum bisa memastikan posko pengungsian maupun dapur umum sampai kapan, walaupun memang kondisi banjir mulai surut. Kata Hendra, sampai saat ini belum ada perintah untuk mengakhiri posko pengungsian. “Saya belum bisa pastikan sampai kapan, karena dari pimpinan belum ada perintah untuk di akhiri, mengingat curah hujan masih masih cukup tinggi,” ucapnya.

Salah seorang sarga Kampung Babakan Banten, Desa Sumberurip, Jubaedah mengatakan, selama banjir melanda rumahnya, Minggun(20/2) lalu, semua barang-barang miliknya hanyut terbawa air. Seperti pakaian, tempat tidur, dan lain-lainnya. Untuk sekarang dirinya mengaku, sangat membutuhkan kompor, pakaian, alas untuk tidur, dan air bersih.”Kita disini sangat membutuhkan kompor untuk masak, pakaian untuk salin, alas untuk tidur, termasuk air bersih. Untuk makan sehari-hari, di kasih nasi bungkus,” ungkapnya.

Kata dia, banjir yang terjadi saat ini, paling parah dibandingkan sebelumnya. Karena pada tahun-tahun sebelumnya, banjir tidak sampai menghanyutkan rumah. Jubaedah mengaku, warga yang rumahnya hanyut tersapu air, tidak ada biaya untuk membangunnya kembali, mengingat semua harta benda yang di miliki, ikut hanyut terbawa air. Dia berharap, pemerintah bisa membantu untuk membangun rumahnya kembali.

“Harapannya, agar cepat-cepat di bangun kembali. Kalau untuk perbaikan sendiri, biaya-nya dari mana. Karena Harta benda hanyut semua, saya berharap bisa mendapat bantuan dari pemerintah,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Dusun Desa Sumberurip, Mahfud menuturkan, sejauh ini sebanyak 35 rumah di wilayahnya mengalami rusak berat. Bahkan, 15 diantaranya hanyut terbawa air saat banjir dateng. Sampai saat ini dirinya mengaku, belum ada bantuan apa-apa.”Semuanya sekitar 35 rumah yang terdampak. Untuk yang hanyut sekitar 15 rumah, selebihnya rusak berat. Upaya perbaikan rumah belum ada,” jelasnya.(pra)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin