Berita Bekasi Nomor Satu

Berharap Keadilan Pemanfaatan Limbah, Surati Presiden

Ilustrasi: Sejumlah orang sedang melihat kondisi hutan bambu yang dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah tanur besi milik sebuah perusahaan di bantaran sungai Kali Cikarang, Desa Sukadanau, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Minggu (29/11). ARIESANT/RADAR BEKASI
Ilustrasi: Sejumlah orang sedang melihat kondisi hutan bambu yang dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah tanur besi milik sebuah perusahaan di bantaran sungai Kali Cikarang, Desa Sukadanau, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Minggu (29/11). ARIESANT/RADAR BEKASI1

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pemanfaatan limbah kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) di Kabupaten Bekasi tidak sesuai aturan. Pihak yang mengangkut limbah B3 diketahui tidak memiliki izin rekomendasi dari Pemerintah Daerah (Pemda).

Hal itu membuat pengusaha pemanfaatan limbah, baik B3 maupun non B3, keberatan. Mereka pun lantas menyurati Presiden Republik Indonesia untuk meminta keadilan hukum.

Pemanfaatan limbah B3 yang tidak sesuai aturan itu terjadi pada salah satu perusahaan di kawasan MM2100 Kecamatan Cikarang Barat Kabupaten Bekasi. Perusahaan berinisial SGI ini, diketahui melakukan pemanfaatan limbah B3 bersama pihak ketiga, yang tidak memiliki rekomendasi resmi.

“Kami minta keadilan dan perlindungan hukum, sekaligus juga memohon kepada penegak hukum, untuk mengusut tuntas terkait hal ini,” kata salah satu pengusaha pemanfaatan limbah B3, Adrian Hartanto, dalam suratnya kepada Presiden RI.

Pemanfaatan limbah B3 menjadi persoalan khusus bagi Kabupaten Bekasi. Sebagai daerah yang memiliki kawasan industri terbesar se-Asia Tenggara di Indonesia, penanganan limbah, penting dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.

Diakui Adrian, pihaknya telah bekerja sama dengan SGI untuk pemanfaatan limbah melalui perusahaan-nya (CV ADR). Kerja sama itu telah dimulai sejak 2012 lalu, dengan tanpa batas akhir kerja sama. Namun, kerja sama itu tiba-tiba dihentikan secara sepihak oleh SGI tanpa alasan yang jelas.

Bahkan, SGI mengalihkan pemanfaatan limbah kepada pihak lain. Persoalan ini pun berlanjut ke ranah hukum.

Kemudian, dalam penelusurannya, pihak yang ditunjuk untuk mengelola limbah itu, ternyata tidak memiliki izin rekomendasi. Hal tersebut kemudian dilaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi.

“Kami telah meminta pihak Dinas Lingkungan Hidup, agar melakukan kroscek ke lapangan, karena ini berkaitan dengan pencemaran limbah B3 yang patut dicurigai melanggar hukum,” beber Adrian.

Setelah dilakukan pemeriksaan secara langsung, Dinas Lingkungan Hidup menemukan sejumlah pelanggaran, diantaranya tidak ada izin rekomendasi terkait pemanfaatan limbah. Atas temuan tersebut, Dinas Lingkungan Hidup menerbitkan sanksi administratif yang tertuang dalam surat nomor 660.3.1/60/Gakum/DLH/2019.

Sanksi itu berdasarkan Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diketahui dalam pemanfaatan, pengolahan serta pengangkutan limbah, belum memiliki izin dari instansi Dinas Lingkungan Hidup.

Pihak DLH sudah melakukan verifikasi ke lapangan, penyitaan dan penyegelan. Namun pada prosesnya, setelah disegel, PT SGI ini tetap melakukan aktivitas pengangkutan limbah.

“Bahkan, setelah tiga hari, pihak perusahaan membuka sendiri segel tanpa pendampingan dan berita acara. Tentu itu salah satu perbuatan melawan hukum dan sangat merugikan masyarakat dan kami,” tegas Adrian.

Selain merugikan, lanjut dia, langkah yang dilakukan PT SGI, sudah masuk ranah pelanggaran hukum. Untuk itu, dia meminta keadilan dengan menjatuhkan sanksi berupa pembekuan, pencabutan izin atau bahkan pidana.

“Berkaitan dengan beberapa uraian itu, telah terjadi sebuah tindakan melawan hukum, yang dilakukan pihak SGI. Maka dari itu, kami mohon keadilan dari pihak yang berwenang, khususnya Pemerintah Pusat,” harap Adrian. (and)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin