Berita Bekasi Nomor Satu

Manfaatkan Tanah Tak Bertuan untuk Perluasan TPA Burangkeng

TPA BURANGKENG: Kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng, di Setu, Kabupaten Bekasi, yang mengalami kendala untuk perluasan lahan, Rabu (28/12). ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Rencana perluasan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Burangkeng, di Setu, Kabupaten Bekasi, akan memanfaatkan tanah tak bertuan.

Pasalnya, berdasarkan laporan kepala desa setempat, tanah dengan luas dua setengah hektar yang akan dijadikan untuk perluasan TPA Burangkeng itu, tidak jelas kepemilikannya. Sehingga otomatis, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi harus kembali melakukan kajian agar tidak ada persoalan ke depan.

“Kami mencoba untuk memperluas TPA Burangkeng dengan memanfaatkan tanah tak bertuan seluas dua setengah hektar. Tak bertuan yang saya maksud, bukan berarti tanah yang tidak ada pemiliknya. Pemiliknya secara hukum ada, tetapi tidak diketahui oleh masyarakat sekitarnya, bahkan oleh kepala desa setempat,” ujar Penjabat (Pj) Bupati Bekasi, Dani Ramdan, kepada Radar Bekasi, Rabu (28/12)

Dengan begitu, kata Dani, persoalan ini tidak bisa diselesaikan dengan kesepakatan. Rencananya, perluasan lahan TPA Burangkeng ini akan diapresiasi dan disepakati harganya. Setelah sepakat, masyarakat mempersilahkan untuk digunakan, sementara pembayaran menunggu Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2023.

Dijelaskan Dani, agar penggunanya tidak bermasalah (aman), harus melalui penetapan lokasi (penlok), walaupun luasnya di bawah lima hektar. Sebenarnya, tidak perlu pakai penlok, tapi karena ada tanah yang tidak jelas kepemilikannya, maka harus menggunakan penlok.

“Maksudnya, kalau pakai penlok, dananya bisa titip di pengadilan. Jadi kalau ada apa-apa, Pemkab Bekasi aman. Dan penlok ini butuh proses sampai satu bulan. Karena harus melakukan Konfirmasi Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR)

dulu, lalu kajian tata ruang dan sebagainya,” terang Dani.

Sebelumnya, Kepala UPTD Pasar Induk Cibitung, Endang Sukarya, mengaku pihaknya kesulitan untuk membuang sampah ke TPA Burangkeng, karena sempat longsor dan kepenuhan (overload).

Akibatnya, kata dia, kembali terjadi penumpukan sampah, mengingat dalam sehari, sampah di Pasar Cibitung bisa mencapai 18-20 truk sehari, dengan asumsi setiap truknya empat sampai lima ton. Dan jika sampah tersebut tidak diangkut, maka akan terjadi penumpukan.

“Kami punya 16 armada, dan setiap hari dioperasikan. Sedangkan di Pasar Cibitung, dibutuhkan setiap harinya sekitar 20 armada untuk mengangkut sampah ke TPA Burangkeng. Artinya, masih ada volume sampah sekitar empat armada yang tidak kebuang, ditambah libur dua hari,” beber Endang.

Dirinya sudah berupaya mengoperasikan satu armada dua rit dalam sehari, untuk membuang sampah ke TPA Burangkeng. Namun antrian kendaraan sampai ke pemukiman penduduk. Hal itu mengingat, yang tadinya tiga zona, sekarang hanya satu zona. Sedangkan satu zona itu untuk tempat pembuangan sampah warga se Kabupaten Bekasi.

Ending mengeluhkan, dengan kondisi seperti sekarang, penumpukan sampah di area tengah pasar, sangat mengganggu proses pengerjaan revitalisasi.

“Memang tumpukan sampah itu cukup mengganggu pengerjaan revitalisasi pasar yang sedang berjalan,” tandasnya. (pra)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin