Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Lapak ‘Thrift Shop’ Waswas

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Tren membeli baju bekas atau thrifting kini semakin pesat di Indonesia, juga termasuk di Bekasi. Lapak baju bekas daring maupun luring kini lebih beken dengan sebutan ‘thrift shop’ kian menjamur. Beragam produk dijual, mulai dari baju, celana, sepatu, jam tangan hingga aksesoris lainnya.

Sayangnya baru-baru ini, pemerintah mengakui thrift dapat menjadi salah satu ancaman bagi brand fashion lokal untuk berkembang. Khusus fesyen misalnya, banyak orang lebih memilih membeli barang thrift dari luar negeri, dengan harga yang lebih murah dan kualitas yang masih sangat bagus dan layak digunakan.

“Saya sejak SMA sudah biasa belanja pakaian bekas layak pakai. Selain harganya yang mudah, juga kualitasnya lebih baik. Kadang dapat merk branded yang masih bagus,”kaya Wenny (30), salah seorang warga kelurahan Aren Jaya Bekasi Timur, Kota Bekasi.

Selain itu, dia mengaku ada keseruan tersendiri dalam membeli pakaian bekas ini. Mereka mendapatkan kepuasan saat berhasil mendapat barang bagus di dalam tumpukan barang-barang Bekas.”Yang pasti barangnya satu-satunya. Jadi ada kepuasan sendiri,”imbuhnya.

Namun, bisnis ini dianggap mengganggu perkembangan industri lokal. Atas dasar itu, Presiden meminta jajarannya untuk mengungkap praktik importasi ilegal hingga tuntas. “Sudah saya perintahkan untuk mencari betul dan sehari dua hari sudah banyak yang ketemu,” begitu kata Presiden Joko Widodo di Jakarta belum lama ini.

Perintah ini lantas direspon oleh beberapa jajaran menteri, seperti Menteri Perdagangan (Mendag) dan Menteri Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah (KUKM). Upaya penindakan juga dilakukan oleh Polri, dengan cara menindak tegas upaya penyelundupan, hingga bisnis pakaian bekas impor.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa telah menginstruksikan kepada seluruh jajaran Kepolisian untuk mencari akar masalah serta melakukan pemeriksaan terkait dengan munculnya pakaian bekas impor tersebut
“Terkait dengan instruksi Bapak Presiden, saya sudah instruksikan kepada jajaran untuk dilakukan pemeriksaan,” kata Sigit kepada wartawan, Jakarta, Minggu, (19/3).

Sigit menekankan, apabila dalam pemeriksaan nanti diketemukan adanya praktik penyelundupan maka pihak Kepolisian tidak akan segan melakukan tindakan tegas terhadap siapapun. “Kalau nanti kedapatan ditemukan ada penyelundupan yang memang itu dilarang Pemerintah saya minta untuk ditindak tegas,” ujar Sigit.

Sementara itu, larangan impor pakaian bekasi diatur Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 51/M-DAG/PER/7/2015, disebutkan bahwa setiap importir wajib mengimpor barang dalam keadaan baru.

Salah satu toko yang menjual produk Thrifting di Bekasi mengaku tengah menunggu bagaimana masa depan mereka. Untuk mengantisipasi kemungkinan langkah tegas yang sudah dirumuskan oleh pemerintah, isi toko saat ini perlahan diisi oleh pakaian-pakaian baru, hingga produk lokal.

Meskipun menolak untuk membeberkan situasi dan dampak yang akan dialami nanti, salah satu pedagang di Bekasi ini mengaku keputusan pemerintah akan sangat berdampak pada bisnisnya.

“Pasti berpengaruh. Ini saja kita sudah mulai isi dengan barang-barang lokal,” kata salah satu pedagang pakaian Thrifting yang dijumpai Radar Bekasi kemarin, Minggu (19/3).

Nampak di ruko berukuran sedang tempatnya berjualan, pakaian seperti kaos dibanderol mulai dari harga Rp35 ribu, barang yang dijual terdiri dari berbagai merk. Selama berada di lokasi, nampak beberapa pembeli hilir mudik mencari barang yang mereka inginkan.

Pedagang ini tergolong cukup besar, dapat terlihat dari persediaan barang yang dijual cukup banyak, tertata rapi seperti berbelanja di toko swalayan modern.

Bisnis ini ternyata tidak hanya dijalankan oleh pedagang dengan skala sedang sampai besar, ada juga pedagang kecil yang menjual barang Thrifting. Salah satunya adalah Riki (25), ia selama ini menjual barang dagangannya mulai dari pakaian, sepatu, hingga pakaian hangat bekas secara offline di rumahnya.

Selain itu, ia juga memasarkan barang dagangannya secara online lewat E-commerce dan Media Sosial (Medsos). Bisnisnya masih tergolong kecil, rata-rata dalam satu bulan barang yang terjual 5 sampai 10 Pcs, target omset yang harus ia dapat Rp2 sampai Rp3 juta untuk menjaga bisnisnya tetap berjalan.

Tidak dipungkiri, dalam beberapa momen ia bisa meraup omzet sampai dua kali lipat, atau Rp6 juta. Penjualan lebih banyak ia dapat dari pemasaran secara online.

“Sejauh ini saya menghitungnya imbang ya (online dan offline), tapi condong ke online. Saya hitungannya reseller, tapi masih kecil,” katanya.

Untuk kaos, ia jual mulai dari harga Rp35 ribu sampai Rp150 ribu. Sementara sepatu, tersedia dari mulai harga dibawah Rp200 ribu, sampai yang paling mahal Rp500 ribu.

Penentuan harga jual tidak serta merta, disamping pertimbangan merk barang, kondisi fisik barang juga menjadi perhatian penting. Bisnisnya terhitung baru, bulan Juni nanti baru genap satu tahun ia menekuni bisnis ini.

Sedianya, momen mendekati ramadan hingga hari raya nanti grafik penjualan meningkat.”Biasanya ada penjualan meningkat mendekati kaya gini,” ungkapnya.

Menjadi penjual barang Thrifting bukan semata-mata karena ingin berbisnis. Riki mengawali bisnisnya dari hobi, ia termasuk salah satu penggemar barang Thrifting, ia ketahui saat ingin memiliki barang Branded asli dengan harga terjangkau, saat itu ia masih duduk di bangku sekolah tahun 2015 silam.

Terkait dengan kebijakan pemerintah melarang peredaran barang bekas pakai, termasuk pakaian dan sepatu yang ia jual, menurutnya semua sangat bergantung pada pilihan konsumen dalam hal ini masyarakat. Bagi dia, produk lokal tidak perlu merasa kalah saing, para pedagang barang Thrifting tidak pernah menggiring masyarakat untuk membeli barang bekas pakai.

“Silahkan yang mau (produk) lokal ya lokal, toh temen-temen Thrifting juga nggak melarang. Terus juga nggak melarang sih kalau menurut saya, seperti ayo beli Thrifting aja nih Branded tapi murah, nggak ada dari dulu juga,” tambahnya.

Bagi penggemarnya, produk Thrifting disebut dapat memperpanjang usia pakaian. Dengan cara ini, bisa menekan jumlah limbah tekstil dari setiap produksi pakaian.

Salah satu penikmat barang Thrifting, Dimas (26) mengaku, gemar berpetualang mencari barang Thrifting untuk mendapatkan barang-barang yang belum bisa ia dapatkan dari produsen lokal. Seperti barang-barang yang sudah tidak diproduksi lagi sehingga tergolong antik dan langka.

“Plus harga tergolong relatif murah, dan masih bisa dijual lagi kalau kita bosan, barang itu masih bisa jadi cuan lagi,” katanya.

Terkait dengan kebijakan pemerintah terhadap barang-barang Thrifting, menurutnya lebih baik pemerintah membuat regulasi guna mengatur para pelaku importir.”Kalau menurut saya lebih baik dibuat regulasi yang jelas aja dulu buat para pelaku importirnya. Selain itu juga, kualitas brand lokal juga harus lebih baik dengan harga terjangkau,” tambahnya.

Harus ada keputusan yang tepat terkait dengan barang-barang bekas pakai ini, terlebih barang ini impor. Selain keuntungan dan sisi positif bagi penggemarnya, barang-barang ini menyimpan kemungkinan dampak negatif dari sisi kesehatan.

Sepanjang tahun 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat volume impor pakaian bekas mencapai 26,2 ton, dengan nilai impor mencapai US$272.146. Selain itu, penyitaan pakaian bekas yang diimpor secara ilegal oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya.

Tahun 2021, Bea Cukai melakukan penyitaan sebanyak 165 kali, dengan nilai barang diperkirakan mencapai Rp17,42 miliar. Pada tahun 2022, penyitaan dilakukan sebanyak 234 kali, dengan nilai barang diperkirakan mencapai Rp24,21 miliar.

Direktur Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu Askolani menyebutkan, telah mengamankan 7.877 bal impor pakaian bekas. Jumlah itu adalah total hasil penindakan sejak 2022 sampai Februari 2023.

‘’(Modusnya) komoditi pakaian bekas itu diselipkan di antara dominasi barang lainnya, yang tentunya menjadi kewaspadaan kami untuk melakukan penindakan dan juga risiko dari lintas batas yang menjadi titik pengawasan kami,’’ ujarnya di Jakarta akhir pekan lalu.

Askolani menjelaskan, pencegahan impor pakaian bekas difokuskan di wilayah pesisir timur Sumatera, Batam, dan Kepulauan Riau dengan menggunakan pelabuhan tidak resmi. Selain itu, Bea Cukai juga fokus melakukan pengawasan di sejumlah pelabuhan utama mulai dari Tanjung Priok (DKI Jakarta), Tanjung Perak (Surabaya), Tanjung Mas (Semarang), hingga Pelabuhan Belawan (Medan).

Dia memerinci, DJBC telah menindak 234 kasus impor pakaian bekas dengan total mencapai 6.177 bal. Khusus, Januari – Februari 2023, ada 44 kasus penindakan yang terdiri atas 1.700 bal pakaian bekas.

“Ke depan, kami akan tetap melakukan penindakan impor pakaian bekas. Sinergi dengan aparat penegak hukum juga akan terus diperkuat,” pungkasnya. (sur/dee/dio)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin