Berita Bekasi Nomor Satu

Manfaat Normalisasi di Kabupaten Bekasi Belum Optimal

NORMALISASI SUNGAI: Dua pelajar melihat proses normalisasi sungai di Cibitung, Senin (23/9). Manfaat dari normalisasi sungai dalam status Tanggap Darurat Bencana Kekeringan belum optimal. ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Manfaat normalisasi sungai dalam status Tanggap Darurat Bencana Kekeringan di Kabupaten Bekasi belum optimal. Sebagian petani belum merasakan dari kebijakan tersebut.

Status Tanggap Darurat Bencana Kekeringan di Kabupaten Bekasi telah memasuki fase perpanjangan dua kali, sejak ditetapkan pada 30 Agustus 2024 hingga 26 September 2024. Ini berarti sudah 28 hari masa tanggap darurat bencana di wilayah yang terdampak kekeringan.

Untuk mengatasi kekeringan, Pemkab Bekasi berupaya melakukan normalisasi di lima area irigasi pertanian. Berdasarkan data dari Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi, normalisasi meliputi BKG 17-BKG 38 di Kecamatan Pebayuran sejauh 19.000 meter, SS Pulo Sirih di Kecamatan Sukakarya sejauh 6.000 meter, SS Sukatani di Kecamatan Sukatani sejauh 3.000 meter, BSH 0-BSH 1 di Kecamatan Cibitung sejauh 1.950 meter, dan SS Bulak Mangga di Kecamatan Cikarang Barat dengan target 6.000 meter.

BACA JUGA: Pemerataan Normalisasi Sungai Dinanti Petani Muaragembong

Petani asal Desa Sukawangi, Pandung (50), mengungkapkan bahwa normalisasi sungai belum memberikan dampak yang berarti. Sampai saat ini, lahan persawahannya masih kering. “Belum berdampak, kondisinya masih kering. Saat ini, sawah justru dipasang tiang gawang untuk bermain bola anak-anak,” ungkapnya, Selasa (24/9).

Menurut Pandung, saluran sekunder atau irigasi menuju lahan pertanian di Sukawangi belum dinormalisasi dan masih dangkal. “Kami sudah beberapa bulan tidak bisa bercocok tanam, jadi hanya bisa bekerja serabutan. Ujan baru turun sebentar, tapi tidak cukup,” ujarnya.

Penggerak Petani Kabupaten Bekasi Wilayah Utara, Jejen Jaenudin, menyatakan bahwa masih ada 19 desa di enam kecamatan, termasuk Kecamatan Sukawangi, Babelan, Muaragembong, Tambun Utara, Cabangbungin, dan Pebayuran, yang terdampak kekeringan.

“Aliran dari Sungai Cikarang sangat diperlukan untuk mengairi lahan produktif seluas 7.133 hektar milik para petani di 19 desa tersebut,” jelasnya.

BACA JUGA: Atasi Kekeringan Lahan Sawah, Pemkab Bekasi Janji Normalisasi Kali

Menurut Jejen, petani di Kabupaten Bekasi Utara sangat membutuhkan air irigasi untuk bertani. “Kondisi ini diperburuk oleh seringnya jebol bendungan Srengseng Hilir. Saat kekeringan, petani tidak memiliki sumber pendapatan,” tambahnya.

Ia juga menjelaskan bahwa pendangkalan sepanjang 37 kilometer dari hulu di Kecamatan Cibitung hingga hilir di Muaragembong menjadi kendala utama. “Sungai ini sangat penting karena mengairi lahan produktif petani di wilayah Utara Kabupaten Bekasi,” kata Jejen.

Kondisi lahan pertanian yang memprihatinkan ini disebabkan oleh kurangnya air, yang menjadi komponen utama dalam proses pengolahan lahan. Tercatat ada tiga desa yang hingga kini belum bisa menggarap lahan sawah untuk bercocok tanam, karena aliran Sungai Cikarang tidak mencukupi.

“Di antaranya Desa Sukaringin, Kecamatan Sukawangi; Desa Jayabakti, Kecamatan Cabangbungin; dan Desa Pantai Harapan Jaya, Kecamatan Muaragembong,” ungkap Jejen.

Jejen menambahkan bahwa mencari air saat ini seperti mencari emas, dan para petani harus saling berebut untuk mendapatkan air. “Gabah yang dihasilkan sebenarnya berkualitas bagus. Dari total lahan seluas kurang lebih 32 hektar, bisa menghasilkan 2,5 ton gabah,” jelasnya.

Dirinya berharap pemerintah daerah memberikan solusi nyata sesuai keinginan masyarakat dan kondisi di lapangan agar program pertanian bisa tepat sasaran.

Sementara, Pj Sekda Kabupaten Bekasi, Jaoharul Alam, menjelaskan bahwa sebelum ditetapkan status bencana kekeringan, pihaknya sudah menetapkan rencana dengan cepat selama 14 hari. “Kami menetapkan 14 hari untuk gerak cepat, lalu diperpanjang tujuh hari, dan diperpanjang lagi tujuh hari,” katanya.

Jaoharul menegaskan langkah-langkah konkret telah dilakukan pemerintah daerah untuk menanggulangi bencana kekeringan di wilayah yang terdampak. “Kami sudah melakukan normalisasi kali melalui Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi,” ujarnya.

Namun, ia mengakui bahwa penanggulangan belum merata di semua wilayah sawah yang mengalami kekeringan. “Pengajuan untuk normalisasi berdasarkan permohonan dari pihak kecamatan. Kami akan menangani berdasarkan pengajuan yang ada,” tutupnya. (and)