RADARBEKASI.ID, BEKASI – Wukuf di padang Arafah berlangsung dengan penuh khidmat kemarin (27/6). Sebanyak dua juta lebih jemaah haji berkumpul jadi satu di area seluas 12 juta meter persegi itu. Termasuk para jemaah haji asal Bekasi. Setidaknya ada lima jemaah asal Bekasi yang wafat dibadalhajikan, delapan jemaah haji lainnya dirawat. Setelah menjalani ibadah wukuf di Arafah, hari ini jemaah telah berada di Muzdalifah dan bersiap menuju Mina, Rabu (28/6).
Sesuai jadwal pergerakan jemaah haji Indonesia, pada 28 Juni jemaah sudah berada di Mina setelah bermalam di Muzdalifah. Petugas dan seluruh jemaah sudah berada di Arafah, mulai bergerak dari hotel di Makkah pada Senin (26/6). Salah satunya adalah rombongan berisi 479 jemaah pada kloter JKS-59 asal Kota Bekasi, pagi kemarin jemaah dan petugas sudah berada di tenda Wukuf Arafah, tengah bersiap melaksanakan ibadah wukuf.
“Sejak semalam kami sudah di Arafah. Hari ini puncak haji, wukuf di Arafah. Saat ini pukul 05:28 (waktu Arab Saudi), wukuf dimulai pukul 12:30,” kata petugas haji kloter 59, Indra Karmawan kepada Radar Bekasi.
Semua jemaah yang tergabung di dalam kloter bisa mengikuti wukuf. Meskipun, malam hari sebelumnya salah satu jemaah dalam kelompok terbang ini sempat mendapatkan perawatan.
Beruntung, lagi harinya jemaah tersebut sudah bisa kembali bergabung dengan ratusan jemaah kloter 59 lainnya.”Memang ada jemaah Risti kita juga, tapi kondisinya bisa menghadiri ke Arafah, Alhamdulillah tidak ada yang safariwukuf,” ungkapnya.
Setelah menjalani ibadah wukuf di Arafah kata Indra, jemaah secara bertahap akan bergerak ke Muzdalifah untuk bermalam dan mengambil batu kerikil. Pagi harinya, jemaah sudah berada di Mina untuk melontar jumrah, jemaah berada di Mina mulai tanggal 10 sampai 13 Dzulhijjah.
Usai melontar jumrah, jemaah kembali ke hotel di Makkah. Jemaah yang mengambil Nafar Awal akan diberangkatkan kembali ke hotel pada 12 Dzulhijjah, sedangkan jemaah yang mengambil Nafar Tsani akan diberangkatkan kembali ke hotel pada 13 Dzulhijjah.
Sejak tiba di Makkah, jemaah merasakan suhu berada di 41 sampai 45 Derajat Celcius. Peran petugas kloter, dokter, hingga perawat memang sangat vital untuk menjaga jemaah agar tetap dalam kondisi sehat, mulai dari memberikan masukan hingga pengobatan kepada jemaah kloter.
Sejak lima hari sebelum jemaah kloter 59 berada di Arafah, petugas dan Tenaga Kesehatan (Nakes) telah menghimbau jemah untuk tidak melakukan kegiatan di luar hotel seperti umrah Sunnah, ziarah, hingga beribadah ke Masjidil Haram. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesehatan jemaah sampai dengan puncak haji.
“Kita pusatkan kegiatan di hotel saja, supaya mereka selama menjalani puncak haji mulai dari Arafah, Muzdalifah, dan Mina kondisinya dalam keadaan sehat,” tambahnya.
Pemerintah telah menyiapkan program badal haji bagi jemaah yang meninggal dunia dan memenuhi kriteria untuk dibadalhajikan. Diantaranya adalah jemaah yang meninggal dunia di asrama embarkasi atau embarkasi antara, saat dalam perjalanan keberangkatan menuju Arab Saudi, atau di Arab Saudi sebelum wukuf di Arafah.
Sementara bagi jemaah haji yang sakit, akan disafariwukufkan setelah dilakukan Screening oleh Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI). Jemaah yang tidak memenuhi kriteria safari wukuf, dibadalhajikan.
Berdasarkan data pada Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) pada pukul 17:00 WIB kemarin, total ada 168 jemaah haji Indonesia yang meninggal dunia, jemaah dirawat.
Diantara jemaah meninggal dunia dan dirawat tersebut, terdapat jemaah asal Bekasi. Jemaah dirawat dari Provinsi Jawa Barat sebanyak 69.
“Kabar dukanya, kita yang sudah meninggal dunia 34 dari Jawa Barat, yang meninggal Kabupaten Bekasi tiga, Kota Bekasi dua orang,” ungkap Kepala Bidang Kesehatan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Jakarta Bekasi, Resi Arisandi.
Berdasarkan laporan dari tanah suci, cuaca pada puncak haji kemarin relatif panas, berkisar 41 sampai 45 Derajat Celcius. Selama melanjutkan rangkaian ibadah haji hingga kembali ke hotel, Resi menghimbau jemaah untuk menggunakan tutup kepada pada saat keluar dari penginapan, serta banyak minum air.
Resi membenarkan himbauan kepada jemaah untuk tidak memaksakan diri melaksanakan kegiatan lain di luar ibadah wajib pada pelaksanaan haji. Kalaupun ingin beraktivitas di luar penginapan atau hotel, disarankan untuk menyempatkan diri beristirahat di masjid dan minum.
“Pokoknya lakukan yang penting-penting saja sebaiknya, terutama untuk jemaah-jemaah yang Risti. Karena ibadah haji ini ibadah fisik ya,” katanya.
Jemaah haji kloter pertama asal Jawa Barat dijadwalkan kembali ke Indonesia pada 4 Juli mendatang. Setelah mendarat, jemaah bergerak menuju asrama haji mengambil air zam-zam, serta menerima Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jemaah haji (K3JH) dari petugas guna memantau kesehatan jemaah yang tiba dari tanah suci. “Jadi kita hanya cek kesehatan sekilas saja, kita akan memberikan buku K3JH, itu untuk pemantauan kesehatan jemaah haji setelah 14 hari,” tambahnya.
Sementara itu, CHJ diminta mewaspadai heat stroke di tengah suhu Saudi yang mencapai 46 derajat celcius. Mantan Direktur WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama mengimbau agar tanda-tanda gangguan kesehatan ini harus dikenali sejak dini. Terutama, ketika di Arafah dan Mina.
Misalnya, mulai merasa pusing, terasa agak “melayang”, hingga suhu tubuh panas sekali. Gejala tersebut pun pernah dialami saat dirinya bertugas sebagai Tenaga Kesehatan Haji dan bertugas di Klinik di Mekkah pada tahun 1989. ”Rupanya itu gejala awal dari heat stroke,” ungkap Direktur Pascasarjana Universitas YARSI tersebut.
Dalam keadaan seperti itu, lanjut dia, ada empat hal yang bisa dilakukan. Yakni, memindahkan jemaah ke tempat dingin atau ruangan ber AC, menurunkan suhu tubuh dengan kompres atau air, monitor ketat keadaan kesehatan dan suhu tubuh pasien, serta segera berkonsultasi ke petugas kesehatan yang ada.
”Penanganan oleh petugas kesehatan juga akan amat serius serta tergantung status klinis pasiennya, apalagi kalau pasien sudah sampai kehilangan kesadaran, gangguan pernapasan serta gangguan hemodinamik,” jelasnya.
Guna mengantisipasi kondisi tersebut, jemaah disarankan untuk menghindari aktivitas yang tidak perlu di luar ruangan/tenda selama di Arafah dan Mina. Kemudian, memastikan minum yang cukup banyak. ”Kalau terpaksa keluar maka gunakan pakaian yang cerah, longgar, dan bila mungkin di tempat keteduhan,” tuturnya.
Berbeda dengan Tjandra, menurut Anggota Dewan Kehormatan Himpunan Penyelenggara Umrah dan Haji (Himpuh) HB Tamam Ali sudah jarang dikeluhkan. Jemaah sudah lebih rajin mengkonsumsi air zamzam sesuai dengan imbauan yang diberikan. Sehingga, cuaca panas masih bisa diantisipasi.
”Kebanyakan keluhannya itu diare, batuk, pilek dan demam karena faktor kelelahan dan perbedaan cuaca,” ujarnya saat ditemui di sela acara Green Hajj, di Jakarta, kemarin (27/6).
Tapi, lanjut dia, karena jemaah mayoritas lansia, maka tetap harus diawasi ketat. Dia mengimbau, agar petugas bisa mengatur para jemaah agar fokus terlebih dahulu pada ibadah wajibnya. Dengan begitu, para jemaah terutama jemaah lansia bisa menjalankan ibadah saat puncak haji dengan lancar.
Selain itu, kondisi di Mina juga turut dikhawatirkan olehnya. Mengingat, kuota haji tahun ini diberlakukan 100 persen. Belum lagi tambahan haji furoda. Sementara, kapasitas mina masih tetap sama. Artinya, bakal ada kepadatan luar biasa nantinya.
Karenanya, ia kembali menekankan pentingnya pendampingan bagi para lansia nantinya. ”Tahun ini memang lansia jadi prioritas setelah sebelumnya ada pembatasan. Karenanya, ini tantangan besar bagi penyelenggara. Petugas haji dan tenaga kesehatan harus bekerja keras,” ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Tamam turut menjelaskan mengenai haji furoda yang tengah jadi polemik. Menurutnya, haji furodah adalah jalur haji yang diakui meski beberapa tahun lalu sempat “kucing-kucingan”. ”Tapi sekitar 2017-2018 sudah mulai diakui sebagai haji resmi. Cuma jalurnya beda,” jelasnya.
Jika haji khusus diperoleh dari kuota nasional, yakni jatah 8 persen dari kuota nasional maka furoda memanfaatkan jatah amir-amir di Saudi. Yang mana, dulu, berlaku gratis dan diperuntukkan bagi kalangan tertentu saja. misal perwakilan dari NU, Muhammadiyah, DPR dan lainnya.
Namun, kemudian berkembang dengan tarif yang telah ditentukan lantaran pasar yang cukup besar di Indonesia. Maka, “jatah” tersebut ditawarkan. ”Ini ada pilihan (furoda, red). (tetap bayar?,red) iya. Undangan itu istilah saja,” pungkasnya. (sur/wan/mia)