RADARBEKASI.ID, BEKASI – Rencana pemerintah melakukan relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) agar kegiatan perekonomian di masyarakat selama masa pandemi Covid-19 tetap berjalan terus menuai kritikan.
Kritikan tajam datang dari Ketua Umum HMS Center, Hardjuno Wiwoho yang menyebutkan relaksasi ini semacam karpet merah bagi Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China untuk bebas masuk Indonesia. Faktanya, beberapa waktu lalu saat penerapan PSBB dan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, TKA asal negeri ginseng ini diberi privilege (keistimewaan, red) masuk Indonesia.
“Ini kan jelas tidak adil. Disatu sisi, aturan PSBB ini begitu ketat untuk rakyat sendiri, disisi lain justru longgar bagi orang asing. Jadi, jangan sampai muncul kesan, relaksasi ini memberi ruang atau semacam karpet merah bagi TKA China. Sebab, sudah banyak bukti dan laporan adanya TKA China yang terus masuk ke Indonesia melalui bandara atau pelabuhan di luar Jawa,” tegas Hardjuno.
Hal itu dikatakannya disela-sela Bakti Sosial (Baksos) di komplek kediaman almarhum Kiai Kholiq Soetardjoalias Aula Eyang Apih di RT 02 RW 10 Desa Cilebut Timur, Kampung Petahunan, Bogor, Rabu (13/5).
Hadir dalam acara Baksos ini Ketua Dewan Pembina HMS, Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal, Dewan Pembina Gerakan HMS Lily Wahid, Bendahara Umum HMS Center, Pambudi Pamungkas Karyo serta Ketua Tim Advokasi Kesehatan HMS Center, D`Hiru. Sebelumnya, HMS Center menggelar kegiatan di beberapa titik di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Bogor, Tangerang, Tasikmalaya dan Banten.
Dalam Baksos ini, HMS Center membagikan 3500 paket Jamu Herbal Kenkona kepada warga yang terdampak Covid-19 di Cilebut, Bogor. Menurut Hardjuno, pelonggaran PSBB ini agak aneh. Sebab, berdasarkan grafik pertumbuhan kasus positif Covid-19 ini, belum ada petunjuk yang dapat membenarkan hadirnya kebijakan relaksasi. Meski kurva penyebaran virus ini mulai melandai.
“Perubahan kebijakan yang begitu cepat, bantah-bantahan antar lembaga negara atau kementerian, kebingungan terkait anggaran yang dibutuhkan dalam mengatasi pandemi, membuat masyarakat mulai kehilangan kepercayaan kepada keseriusan pemerintah,” terangnya.
Hardjuno menilai, relaksasi ni mengkonfirmasikan kegagapan pemerintah menghadapi wabah virus ini. Apalagi, kebijakan pemerintah ini tanpa dasar yang kuat.
“Jadi, alangkah bijak jika perubahan kebijakan didasarkan sepenuhnya pada pertimbangan kesehatan,” ulasnya.
Seharusnya jelas Hardjuno, pemerintah tidak terburu-buru mengumumkan rencana relaksasi PSBB ke publik. Karena rencana pelonggaran PSBB ini lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaatnya. Justru relaksasi ini membuat makin masifnya persebaran virus corona ke daerah. Hal ini menguatkan dugaan bahwa pemerintah tidak mempunyai grand desain penanganan virus corona.
“Sepertinya, pemerintah sudah kehabisan akal dalam mengatasai wabah Covid-19,” jelasnya.
Sementara itu, Syamsu Djalal meminta pemerintah melakukan kajian secara komprehensif terkait rencana relaksasi PSBB. Hal ini penting agar tujuan utama utama penerapan PSBB, yakni menjaga nyawa, keamanan, dan kesejahteraan rakyat benar-benar terwujud.
“Pelonggaran PSBB harus dikaji secara matang. Jangan grasa grusu. Pertimbangkan keselamatan rakyat,” tegasnya.
Selain itu, Mantan Kapuspen Kejagung ini mengimbau aparat keamanan yang bertugas di daerah perbatasan bersikap tegas dan ekstra ketat dalam mengawasi arus kendaraan dan orang yang keluar masuk, terutama berasal dari negara pandemic virus Corona seperti China. Ketegasan aparat sangat penting agar pelaksanaan PSBB berjalan sesuai dengan harapan.
“Pemerintah harusnya membatasi pergerakan warga negara asing yang akan masuk ke Indonesia, sebagaimana pemerintah membatasi masyarakatnya sendiri dengan PSBB. Jangan diberi ruang kelonggaran sedikitpun,” pungkasnya. (oke)