Berita Bekasi Nomor Satu

Liverpool, Ideologi dan Hari Keluarga Nasional

Hari ini kita memperingati Hari Keluarga Nasional. Saya coba kaitkan dengan keberhasilan Liverpool menjuarai Liga Inggris, gelar yang kembali diraihnya setelah 30 tahun silam.

Salah satu kunci sukses klub asuhan Juergen Klopp itu adalah kejelasan identitas. Atau dalam bahasa politiknya yakni ideologi. Klopp dianggap mampu memberikan strategi dan taktik yang sesuai dengan filosofi Liverpool. Menekan, mengejar bola, penuh hasrat menggebu. Nilai-nilai itulah yang selama ini dimiliki Liverpool tapi seakan sirna dalam tiga dekade terakhir.

Itulah pentingnya sebuah ideologi. Karena dia kunci. Di level manapun. Termasuk keluarga, apalagi bangsa dan negara.

Pentingnya ideologi itulah yang juga ada dalam ajaran Islam. Simaklah bagaimana Luqman berbicara kepada anaknya. Dia tanamkan nilai-nilai ideologi ketauhidan kepada keluarganya

Wasiat pertama Luqman kepada anaknya adalah tentang larangan berbuat syirik. Allah Ta’ala berfirman :

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu berbuat syirik dengan mempersekutukan Allah. Sesungguhnya perbuatan syirik adalah benar-benar kezaliman yang besar. ” (QS. Luqman : 13)

Laa Tusyrik Billah! : Larangan Berbuat Syirik dalam Bentuk Apapun

Makna firman Allah :

لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ

“Janganlah kamu berbuat syirik dengan mempersekutukan Allah “

Maksudnya, jangan menjadikan sesuatu selain Allah sebagai sekutu dalam beribadah, dalam penciptaan dan takdir, serta dalam masalah nama dan sifat Allah.

Kita ketahui, tauhid dibagi menjadi tiga. Yakni tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah, dan tauhid asma’ wa shifat. Maka kesyirikan pun mencakup syirik dalam tiga tauhid di atas. Siapa meyakini ada pencipta selain Allah, maka dia telah melakukan kesyirikan dalam rububiyyah. Barangsiapa meyakini bahwa ada yang berhak untuk disembah selain Allah maka dia telah syirik dalam uluhiyyah. Dan barangsiapa yang menyelisihi dan menolak nama dan sifat Allah maka dia telah syirik dalam asma’ wa shifat. Larangan berbuat syirik mencakup larangan berbuat syirik dalam tiga bentuk tauhid ini.

Luqman menyadari pentingnya menanamkan ideologi tauhid. Sebab dalam perjalanan hidup, ketauhidan jadi pedoman sekaligus pondasi setiap anak manusia. Sekaligus kunci kesuksesan dunia akhirat.

Dengan penanaman ideologi ini, maka insya Allah keluarga dan keturunan kita akan terhindar dari api neraka.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At Tahrim: 6)

Dengan ideologi tauhid yang kita tanamkan sejak dini, maka anak-anak kita akan seperti Nabi Ismail as.

“Maka Tatkala anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai Anakku, sesungguhnya Aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu? Ia menjawab: “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang Allah perintahkan kepadamu, Insya Allah Engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. As Shaffat : 102)

Ini dialog yang sungguh luar biasa. Bayangkan, kala itu sebagai seorang Ayah, Nabi Ibrahim as menghadapi situasi konflik yang sangat pelik. Dia harus menyembelih anaknya yang dinanti kehadirannya sejak lama.

Sebagai seorang Ayah, Nabi Ibrahim tentu saja berkuasa atas anaknya. Dia memiliki otoritas untuk membuat anaknya taat. Namun, yang dilakukannya bukan bertindak otoriter dan instruktif. Dia justru mengajak Sang Anak dialog dengan rangkaian kalimat nan indah.

Nabi Ibrahim as mengedepankan dialog. Persuasif. Tak ada kekerasan. Dan respons pendekatan tersebut dari Nabi Ismail as tak kalah dahsyatnya. Ismail mempersilakan Sang Ayah menyembelihnya jika memang perintah Allah SWT. Bahkan di akhir jawabannya, Ismail menyelipkan optimisme untuk sabar menghadapi ujian ini. Sungguh ideologi tauhid yang luar biasa.

Semoga kita bisa meneladani jejak para nabi. Menanamkan ideologi tauhid agar anak keturunan kita terhindar dari siksa api neraka.

Selamat Hari Keluarga Nasional. (*)