Berita Bekasi Nomor Satu

JEC Helat Webinar Ophthalmic Trauma

SAMPAIKAN MATERI: Ketua Ophthalmic Trauma Service, Yunia Irawati dan Presiden Direktur JEC Korporat, Johan A Hutauruk saat menyampaikan materi, dalam bincang webinar, Sabtu (15/8). IST/RADAR BEKASI
SAMPAIKAN MATERI: Ketua Ophthalmic Trauma Service, Yunia Irawati dan Presiden Direktur JEC Korporat, Johan A Hutauruk saat menyampaikan materi, dalam bincang webinar, Sabtu (15/8). IST/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Indonesia salah satu negara berkembang dengan kejadian trauma mata yang masih sering dijumpai. Hal ini mendorong JEC Eye Hospitals and Clinics untuk mengadakan webinar ophthalmic trauma yang bertajuk “Overcoming the Challenges in Ophthalmic Trauma”. Webinar ini bekerja sama dengan Asia Pacific Ophthalmic Trauma Society (APOTS).

Program ini termasuk dalam rangkaian APOTS Webinar (the 4th APOTS Webinar) yang melibatkan narasumber dan moderator dari sembilan negara yaitu, Amerika Serikat, Australia, Singapura, Malaysia, India, Pakistan, Taiwan, Nepal, dan tentunya Indonesia.

Selama pandemi Covid-19, sepanjang Mei-Agustus 2020, JEC telah menjalankan sepuluh seri webinar dengan jumlah keikutsertaan hingga lebih dari 11.500 partisipan dari seluruh Indonesia.

“Tidak hanya memberikan pelayanan klinis berkualitas dan penerapan teknologi mutakhir, JEC Eye Hospitals and Clinics juga berupaya mengimplementasikan misi kami untuk mengembangkan kompetensi dokter dan staf melalui riset dan pendidikan” ujar Johan A Hutauruk Presiden Direktur JEC Korporat, Sabtu,(15/8).

Dijelaskannya, untuk meningkatkan kualitas kesehatan mata masyarakat Indonesia sekaligus menurunkan angka kebutaan, perlu adanya dukungan kebersamaan dan semangat untuk maju dari berbagai kalangan, utamanya para praktisi kesehatan mata.

“Di tengah pandemi Covid-19 ini, JEC tetap bertekad untuk melanjutkan kegiatan tersebut yang kini kami implementasikan lewat platform digital, yakni berupa JEC Saturday Webinar” ungkapnya.

Keterlibatan para pembicara global tersebut juga memperlihatkan relasi kuat JEC dengan berbagai organisasi bidang kesehatan mata terkemuka dunia, seperti Asia Pacific Ophthalmic Trauma Society (APOTS), ASEAN Association of Eye Hospital (AAEH), dan World Association of Eye Hospital (WAEH).

Pada sesi tersebut juga dijelaskan bahwa ophthalmic trauma sendiri berpotensi terjadi kapan saja dan tidak bisa diantisipasi karena berlangsung tiba-tiba. Trauma mata merupakan kondisi yang dapat merusak kelopak mata, tulang orbita atau dinding bola mata, bola mata, dan syaraf mata akibat benturan keras benda tajam atau tumpul pada area sekitar mata, serta dapat disebabkan juga oleh trauma panas, radiasi dan trauma kimia. Dampak kerusakan dapat terlihat atau dirasakan seketika setelah kejadian, ataupun lambat.

Ketua Ophthalmic Trauma Service JEC Yunia Irawati menjelaskan, bahwa lebih dari itu, trauma pada mata atau ophthalmic trauma berisiko menurunkan tingkat penglihatan secara tajam, bahkan hingga kebutaan yang lebih lanjut berdampak pula pada berkurangnya kualitas hidup dan produktivitas penderita. Artinya, dampak trauma mata tidak hanya dirasakan penderita, tetapi juga keluarga.

“Pada individu yang mengalami trauma mata ringan, seperti kelilipan atau menggosok-gosok mata, acapkali tidak segera memeriksakan diri karena merasa penglihatannya tidak terganggu. Padahal, pengaruh pada penglihatan bisa jadi baru muncul beberapa hari setelah kejadian, baiknya penanganan sedini mungkin dan menyeluruh harus dilakukan” paparnya.

Secara umum, ophthalmic trauma terbagi ke dalam dua kategori. Pertama, trauma tertutup (closed-globe injury), yaitu terjadinya kerusakan intraokuler meskipun dinding bola mata (sklera dan kornea) tidak mengalami luka, terdiri atas contusio (kerusakan pada lokasi benturan), dan laserasi lamellar (luka yang tidak sepenuhnya menembus lapisan sklera dan kornea).

Kedua, trauma terbuka (open-globe injury), yakni terjadinya luka yang menembus seluruh lapisan dinding mata terdiri atas ruptur (luka pada dinding bola mata akibat benda tumpul, disebabkan meningkatnya tekanan intraokuler secara tiba-tiba melalui mekanisme inside-out, dan laserasi (luka pada dinding mata akibat benda tajam), disebabkan mekanisme luar ke dalam atau outside-in.

Trauma juga dapat diakibatkan oleh panas, radiasi dan zat-zat kimia. Beberapa gejala yang perlu diwaspadai setelah area mata mengalami benturan, antara lain pandangan buram mendadak, pendarahan, nyeri pada area bola mata, mata terlihat merah, gerakan bola mata terhambat, dan mata terasa mengganjal.

Sebesar 83 persen informasi didapatkan dari penglihatan mata, oleh karenanya bagian mata menjadi bagian penting untuk mendapatkan informasi yang jelas. “83 persen mata andil sekali untuk menerima informasi, jadi jika sudah terjadi buram pada mata, maka segera periksakan ke dokter” tegasnya.

Di Indonesia sendiri, selama ini belum memiliki data terkini jumlah kejadian trauma pada mata. Namun, jumlah kunjungan pasien trauma mata di JEC bisa memberikan gambaran. Sepanjang 2012 hingga 2019 di JEC Menteng dan JEC Kedoya terdata adanya 534 kasus trauma mata, yang terdiri dari 161 kasus trauma tertutup dan 167 kasus trauma terbuka. Beberapa di antaranya bahkan harus menjalani tindakan pembedahan lebih lanjut.

“Kasus trauma mata tidak selalu berdampak pada bagian mata yang mengalami benturan, tetapi juga pada jaringan di sekitarnya. Penanganan trauma mata yang JEC tawarkan melalui Ophthalmic Trauma Service mengimplementasikan sistem yang komprehensif, mulai diagnosis hingga tatalaksana, serta tahap pemantauan dan rehabilitasi pasca tindakan, untuk mengantisipasi risiko dampak hingga penanganan pasien berlangsung tuntas” tandasnya.

JEC webiner lebih lanjut akan terus melaksanakan sosialisasi terkait kesehatan pada mata. Sementara kali ini sasarannya bukan lagi pada dokter melainkan langsung pada masyarakat umum, sehingga edukasi serta informasi dapat tersampaikan secara langsung. (dew)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin