Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Potongan Bansos Potensi Pidana

KLARIFIKASI: Dokumen klarifikasi pengurus RT dan RW di lingkungan RW 05 setelah warga mengeluh dipungut Rp10 ribu oleh pengurus RT.

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pungutan kepada masyarakat usai menerima Bantuan Sosial Tunai (BST) dengan berbagai latar belakang dinilai berpotensi mengandung unsur pidana, perbuatan ini dimungkinkan terkait dengan tindak pidana Pungutan Liar (Pungli). Ada berbagai cara jika pungutan ini dilatarbelakangi dengan niat baik, pembinaan perlu dilakukan kepada pengurus RT dan RW sebagai ujung tombak pemerintah dalam melayani masyarakat.

Peristiwa ini sempat membuat sejumlah warga yang ditemui oleh Radar Bekasi resah, beberapa diantaranya sempat merasa cemas saat mendengar informasi akan dipungut sejumlah uang dari Rp300 ribu yang akan dipergunakan untuk membeli kebutuhan pokok selama satu bulan kedepan. Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh Nugroho menilai tindakan di beberapa wilayah ini berpotensi mengandung unsur pidana Pungli, pemerintah setempat wajib melakukan pengawasan.

“Lurah dan Kepala Desa (Kades) wajib memastikan hal itu tidak terjadi, karena itu mal administrasi yang berpotensi Pungli, dan bisa ada unsur pidananya,” katanya kepada Radar Bekasi, Minggu (17/1).

Potensi pidana pungli lantaran peruntukan BST jelas hanya kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM), tidak untuk iuran sukarela warga, selain itu berpotensi sebagai tindakan gratifikasi. Ia menilai penyaluran BST hingga saat ini sudah baik dilakukan langsung oleh petugas Pos.

Dalam tindakan pidana Pungli, dijelaskan oknum pelaku dapat dijerat asal 368 KUHPidana dengan ancaman maksimal sembilan bulan. Bahkan jika dilakukan oleh oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka akan dijerat pasal 423 KUHPidana, terancam hukuman enam tahun penjara.”Tidak ada alasan uang itu diberikan kepada warga yang belum dapat,” tambahnya.

Jika pengurus di tingkat RT atau RW menemukan warganya yang dianggap layak mendapatkan bantuan tidak terdaftar sebagai penerima BST, maka yang perlu dilakukan adalah mendata dan memasukkan nama-nama tersebut ke dalam calon penerima bantuan. Ada banyak opsi bantuan yang bisa didapatkan selain BST, diantaranya Program Keluarga Harapan (PKH) dan lainnya.

Dikhawatirkan imbas dari kebijkan yang dibuat oleh RT dan RW ini, hanya yang bersedia memberikan sumbangan yang diusulkan sebagai calon penerima bantuan atau Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), tidak untuk sebaliknya. Pemerintah daerah perlu menyediakan hotline pengaduan bagi masyarakat, terkait dengan bantuan tunai ini.

“Jadi di hotline itu ada dua pengaduan, pengaduan terkait permintaan sumbangan yang ditangani oleh Saber Pungli, dan holine bagi warga yang merasa berhak tapi belum terdaftar penerima BST atau Bansos lainnya,” imbuhnya.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi, Choiruman Joewono Putro telah menyerahkan terkait dengan pungutan BST ini kepada masing-masing komisi di DPRD Kota Bekasi. Namun, ia menekankan pada persoalan ini tidak perlu membuat situasi menjadi gaduh, termasuk pembinaan harus dilakukan kepada RT dan RW, sehingga bisa ditanggulangi tanpa pemanggilan DPRD Kota Bekasi.

Pada persoalan Bansos, permasalahan ini akan ditindaklanjuti oleh Komisi IV DPRD Kota Bekasi. Sementara terkait dengan validasi data DTKS, kerjasama, dan kinerja pemerintah merupakan tugas pokok dan fungsi dari komisi I DPRD Kota Bekasi.”Apakah nanti akan tetap komisi IV atau atau komisi I, nanti lah kita lihat kondisinya,” ungkapnya.

Bantuan sosial, lanjutnya, pada awalnya diserahkan dalam bentuk paket Sembako. Seiring berjalannya pelaksanaan distribusi Bansos Sembako, muncul kegaduhan yang dilatarbelakangi oleh penyimpangan dana Bansos, peristiwa ini menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap tata kelola Bansos oleh pemerintah pusat.

Setelah kegaduhan muncul, paket Bansos diubah dalam bentuk tunai. Bansos tunai yang baru didistribusikan pertama kali ini ditekankan tidak boleh ada potongan dalam bentuk apapun. Pemerintah daerah perlu melakukan pengawasan terhadap ketepatan data penerima Bansos.

“Jika ada dari mereka yang tidak tepat sasaran, mereka lah yang seharusnya memperbaiki dengan dinas sosial, dengan dukcapil, gitu. Jangan dilempar ke masyarakat, jangan diminta masyarakat untuk menyelesaikan masalahnya sendiri,” paparnya.

Tidak boleh ada pemaksaan, bahkan terpaksa dalam hal ini. Beda hal, jika tumbuh kesadaran dari dalam diri masyarakat yang terdaftar sebagai penerima manfaat untuk membantu masyarakat lain yang dianggap sama, bahkan lebih membutuhkan bantuan, dengan kata lain dari masyarakat diberikan langsung dan tidak terpaksa kepada masyarakat lain.

Dalam situasi penyebaran Covid-19 yang masih terjadi, perlu dibangkitkan kepedulian, dan pemahaman yang sama ditengah masyarakat. Ia menekankan penyelesaian beberpaa kejadian di Kota Bekasi ini tidak sampai pada proses pidana, perlu dilakukan pembinaan kepada RT dan RW agar niat yang semula baik, dapat berjalan dengan cara tak keliru.”Jangan sampai muncul preseden buruk ditempat lain, ini kalau misalkan ketua RT/RW membuat kebijakan sendiri, menyalahi dari aturan yang ada, makin kacau nanti,” imbuhnya.

Sementara itu, Koordinator Investigasi Center For Budget Analisis (CBA), Jajang Nurjaman menyampaikan situasi serupa sudah biasa ditemui di lapangan sejak penyaluran Bansos dalam bentuk Sembako pada tahun 2020 lalu. Hal ini ditegaskan sebagai tindakan keliru, warga bisa saja melaporkan peristiwa ini kepada pihak yang berwajib.

Pungutan dengan alasan untuk dikelola, atau dibagikan kepada warga yang tidak mendapat bantuan perlu didukung dengan transparansi dalam bentuk laporan kepada masyarakat. Jika dalam pelaporan tidak jelas, bahkan tidak ada laporan hasil pungutan ini, maka sejak diputuskan untuk memungut sudah satu kesalahan.”Jadi walaupun niatnya baik untuk dibagikan kepada warga, ketua RT dan ketua RW bisa dilaporkan dan bisa dipenjara,” tegasnya.

Inisiatif seharusnya muncul dari pengurus RT dan RW, hingga di tingkat kelurahan untuk membuka sumbangan bagi seluruh warga yang bersedia memberikan bantuan bagi warga yang tidak menerima bantuan, perlu perubahan pada pola berfikir pengurus RT, RW, sampai kelurahan.”Jadi penekanannya bukan pada warga yang susah, dapat bantuan lalu dimintai, tapi dibuka (sumbangan) saja. Nanti masyarakat umum, yang menengah ke atas mau memberikan,” tukasnya.

Pihaknya mendorong kepada Pemerintah Kota Bekasi mengawasi penyaluran BST. Diakui bahwa Bansos dalam bentuk apapun menyisakan celah yang dapat dimanfaatkan sehingga terjadi penyalahgunaan. Beberapa faktornya adalah masih banyak kekurangan pada persoalan data, serta integritas pejabat termasuk di tingkat RT dan RW.

Melalui keterangan tertulis yang diterima oleh Radar Bekasi, Pemerintah kota Bekasi meminta pengurus RT dan RW untuk mengembalikan uang yang telah dipungut dari penerima BST. Dijelaskan dalam keterangan tertulis tersebut, camat telah menindak lanjuti laporan tersebut melalui kelurahan dan memerintahkan kepada pengurus RW untuk mengembalikan uang Rp100 ribu yang telah dipungut. (Sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin