Berita Bekasi Nomor Satu

Pengawasan Lingkungan Diperketat

DIJAGA KETAT : Petugas Kepolisian berjaga di lokasi penggeledahan kontrakan terduga teroris di Desa Sukasari Kecamatan Serangbaru Kabupaten Bekasi, Senin (29/3). Wilayah padat penduduk menjadi pilihan teroris untuk bersembunyi. ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Bekasi menjadi pertanyaan banyak orang usai penangkapan terduga jaringan teroris di kawasan Desa Sukasari, Kecamatan Serang Baru, Kabupaten Bekasi. Empat tahun terakhir, catatan Radar Bekasi setiap tahunnya selalu ada terduga teroris yang diamankan di sejumlah wilayah, baik Kota maupun Kabupaten Bekasi.

Nyatanya, peluang satu wilayah untuk dijadikan tempat tinggal atau tempat sembunyi jaringan teroris bukan hanya Bekasi saja, ini bisa terjadi di wilayah manapun asalkan kondisi wilayah sesuai dengan karakteristik yang disenangi oleh jaringan teroris.

Lokasi penangkapan dan tempat tinggal terduga jaringan teroris yang diamankan oleh Densus 88 mulai dari rumah kontrakan, rumah toko, hingga perumahan. Mereka sebagian besar menurut keterangan warga sekitar tempat tinggal merupakan warga pendatang.

Badan Kesatuan Bangsa, Politik (Kesbangpol) Kabupaten Bekasi menekankan kepada pemerintah kecamatan maupun desa, agar lebih memperhatikan lagi warga di masing-masing wilayahnya. Terutama, bagi para pendatang guna mengantisipasi adanya pelaku terduga teroris yang bersembunyi.

“Peran dari pemerintah kecamatan dan desa sangat dibutuhkan, agar lebih selektif lagi kepada penduduknya. Hal ini sebagai upaya pengawasan terhadap para pendatang,” ujar Kepala Kesbangpol Kabupaten Bekasi, Juhandi, kepada Radar Bekasi, Selasa (30/3).

Dirinya menilai, Kabupaten Bekasi tidak bisa dikatakan sebagai tempat persembunyian pelaku terduga teroris. Alasannya, karena teroris ini mempunyai jaringan yang tersebar diberbagai daerah. Dia menyakini, Kabupaten Bekasi hanya dijadikan sebagai tempat translit saja.

“Prinsipnya bukan tempat persembunyian. Mungkin hanya dijadikan tempat translitnya, karena memang mereka (teroris) memakai jaringan,” tuturnya.

Dia mengaku, untuk membedakan warga yang terlibat dalam jaringan teroris cukup sulit. Oleh karena itu, semua pihak harus meningkatkan kewaspadaan, agar tidak menimbulkan keresahan bagi warga. Tentunya, kata Juhandi, Kesbangpol akan terus melakukan upaya-upaya pencegahan, dengan melibatkan seluruh intansi Forkompinda, Intelejen, maupun lainnya.”Ya kembali ke pengawasan kita, bagaimana pemerintah, baik ditingkat desa, kecamatan, maupun kabupaten, lebih selektip. Terutama, data kependudukan,” ucapnya.

Menurutnya, wilayah dengan jumlah penduduk yang padat, tentu memang menjadi sasaran pada teroris untuk bersembunyi atau translit. Seperti Tambun Selatan, Serang Baru, Setu, Cikarang Barat, dan beberapa lainnya. Dengan kondisi seperti itu, mereka (teroris) tidak terlalu diperhatikan kesehariannya.

Senada diungkapkan pengamat Terorisme, Nasir Abbas. Menurutnya, jaringan teroris mencari lingkungan tempat tinggal padat penduduk, ditambah dengan karakteristik warga sekitar yang individualistis, tidak memperhatikan atau tidak mau tahu tetangga sekitar tempat tinggal. Maka, tempat yang dipilih oleh jaringan teroris untuk tinggal bukan hanya di Bekasi, maupun juga di wilayah lain yang memiliki karakteristik tersebut.

“Jadi dimanapun, bukan hanya di Bekasi. Dikala masyarakat hanya mikir dirinya (sendiri) karena kesibukan pekerjaan, kemudian padatnya warga sekitar, sehingga kurang perhatian (dengan lingkungan), kurang memperhatikan warga yang keluar masuk,” terangnya.

Sepanjang penangkapan terduga teroris, ia melihat bahwa terduga teroris tersebut merupakan warga lokal, mereka terpengaruh dan menjadi bagian dari jaringan kelompok teroris. Pada jaringan teroris yang notabenenya adalah pendatang, mereka akan memilih tempat tinggal yang berdekatan dengan rekannya yang lain, atau mencari tempat tinggal berpenduduk padat.

Karakteristik jaringan teroris ini hidup sederhana, maka mereka akan memilih tempat tinggal dengan biaya murah berpenduduk padat. Untuk tempat tinggal yang digunakan untuk operasi, jaringan teroris ini akan mencari lokasi dengan karakteristik penduduk individualistis.”Nah dimana ada ketersediaan tempat kontrakan rumah yang murah, itu yang menarik bagi mereka, kecuali mereka berfikir untuk operasi,” ungkapnya.

Alasan memilih wilayah berpenduduk padat ini dilatarbelakangi oleh karakteristik masyarakat yang tidak menaruh perhatian pada lingkungan sekitar. Perkampungan dengan kondisi wilayah tidak padat penduduk, antara satu warga dengan warga lain saling kenal tidak akan menjadi pilihan karena masyarakat memahami dengan baik siapa penduduk di wilayah tersebut dan selalu memperhatikan siapa pendatang yang tak dikenal, termasuk mereka ingin mencaritahu setiap orang yang datang.

Untuk itu, ia menilai penting bagi pemerintah ditingkat RT dan RW untuk tegas mendata warganya sampai dengan meminta identitas kependudukan. Di lingkungan padat penduduk dan perkotaan, terkadang pemilik kontrakan hanya berfikir yang penting rumah yang ia sewakan terisi oleh penghuni, ini yang perlu ditekankan menurutnya, jika pendatang tidak mau atau memperlambat pendataan identitas kependudukan sebaiknya tidak diterima untuk tinggal.

“Tidak ada tempat khusus, namun yang paling menguntungkan bagi mereka jika tidak ada ketegasan dalam masalah memperkenalkan diri, identitas. Karena sering kali mereka menyembunyikan identitas, sering kali juga mereka menunda-nunda untuk memberikan identitas,” tambahnya.

Komplek perumahan juga termasuk sebagai wilayah yang diminati, pagar pembatas rumah antara satu dengan yang lain membuat antar tetangga tidak saling mengenal dan memperhatikan. Untuk itu perlu peran RT dan RW untuk aktif membangun komunikasi dengan warganya, termasuk saat melakukan pendataan identitas kependudukan, perlu dicocokkan foto yang terpampang dalam identitas dengan wajah aslinya.

Pemerintah dapat meminta pengarahan atau pembinaan pada pihak kepolisian atau pihak intenal pemerintah dalam mengedukasi RT dan RW. Tempat tinggal kelompok jaringan teroris ini sering kali dijadikan tempat tinggal maupun tempat bekerja, sampai dengan perakitan bom.

Kepedulian warga sekitar sampai dengan RT dan RW atas kegiatan warga lainnya berpotensi membuat kelompok jaringan teroris menjadi tidak nyaman dan tidak bisa melakukan kegiatan di dalam rumah. Penampilan fisik tidak bisa menjadi ukuran atau ciri-ciri kelompok jaringan teroris oleh masyarakat sekitar, apapun itu.”Ndak bisa kita jadikan penampilan fisik sebagai ciri-ciri,” tukasnya.

Namun, masyarakat bisa memberikan perhatian lebih pada perilaku dan pembicaraan suatu kelompok. Yang tidak bisa disembunyikan adalah keyakinan, kelompok masyarakat yang enggan diajak untuk menggunakan hak suara dalam pemilihan umum dan menyebut pemerintah dengan sebutan kafir layak untuk mendapatkan perhatian lebih dari masyarakat. Maka, perlu komunikasi intens dan mempelajari pemahaman mereka tentang negara dan pemerintah.

Ketua Umum Jajaka Nusantara, Damin Sada mengatakan, faktor tidak peduli antar warga menjadi penyebab para pelaku terduga teroris memilih untuk bersembunyi di Kabupaten Bekasi. Karena memang, kondisi masyarakat berasal dari berbagai daerah.

Pria yang juga dijuluki sebagai Jawara Bekasi ini mengaku, kampung halamannya ini bisa dikatakan sebagai tempat persembunyian para teroris. “Mereka (teroris) memilih Kabupaten Bekasi, agar tidak terpantau oleh masyarakat, karena kalau disini orang-orangnya tidak saling mengenal. Makanya jadi tempat persembunyian teroris,” ungkapnya.

Sebagai masyarakat asli Bekasi, dia meminta warga harus hati-hati kepada orang yang tidak dikenal. Selain itu, untuk pihak desa harus benar-benar mengetahui warga yang tinggal di wilayahnya.
“Kita juga prihatin dengan adanya kejadian ini. Kita sebagai masyarakat, harus hati-hati kepada orang yang tidak dikenal, harus tahu, jangan dibiarkan. Yang jelas pelaku teroris itu bukan asli orang Bekasi,” tuturnya. (pra/Sur)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin