Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Pemilik Apotek Terancam Pidana

BARANG BUKTI : Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi AKBP Andi Oddang) bersama jajarannya menunjukan barang bukti saat ungkap kasus di Polres Metro Bekasi, Kamis (29/7). Petugas kepolisian menemukan dua apotek di Kabupaten Bekasi menjual obat-obatan diatas harga normal.ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, CIKARANG UTARA – Nekat menjual obat pencegah Covid-19 tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET), empat karyawan apotek harus berurusan dengan aparat kepolisian. Mereka terancam hukuman lima tahun penjara.

Keempat karyawan tersebut yakni RH pegawai apotek Budi Lestari (BL) di kawasan Jalan Industri Cikarang Kota, Kecamatan Cikarang Utara. Lalu, RM, IDS, dan RW dari pegawai apotek MF di Jalan Raya Imam Bonjol, Kecamatan Cikarang Barat.

Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi, AKBP Andi Oddang menjelaskan, pengungkapan kasus ini berdasarkan laporan masyarakat terkait tingginya harga obat pencegah Covid-19.”Ternyata benar, mereka menjual obat, khususnya obat antivirus di atas harga eceran tertinggi yang tetap ditetapkan Kemenkes,” kata Andi.

Dirinya menjelaskan, berdasarkan informasi yang didapatkan, mereka menjual obat jenis Fluvir 75 mg Rp27.500 sedangkan HET Rp26.000. Untuk per tablet kentuan HET Rp1.700 akan tetapi dijual dengan harga Rp5.000. Kemudian obat Azithromycin 500 mg harga Rp1.700 per tablet dijual Rp13.333 per tablet dan itu tidak sesuai dengan aturan dari pemerintah.

“Mereka beralasan menjual harga tinggi itu demi mendapatkan keuntungan lebih banyak. Padahal sudah tegas Kementerian Kesehatan mengeluarkan HET sejumlah jenis obat untuk penanganan Covid-19,” ucapnya.

Namun demikian empat orang yang diamankan tersebut tidak dilakukan penahanan. Hal itu berdasarkan Instruksi Kapolri juga sangat jelas, agar dilakukan penindakan jika ada apotik menjual obat diatas harga eceran tertinggi.

Kendati demikian, pemilik apotek tak menutup kemungkinan akan dijadikan tersangka dalam kasus ini. Sebab, dari hasil pemeriksaan pemilik apotek ini mengetahui juga obat-obat itu dijual diatas harga eceran tertinggi.

“Mereka tidak menimbun karena tidak sempat menimbun, tapi pembelian terbatas dan ini kasus menjual obat diatas HET. Jadi kasus ini masih terus kami dalami, agar kejadian serupa tidak kembali terjadi,” tegasnya.

Adapun barang bukti yang diamankan dari apotek MF, delapan strip atau 48 tablet obat Azithromycin 500 gram, dan satu lembar nota pembelian atas tiga strip Azithromycin 500 gram. Dari apotek BL barang buktinya 10 tablet obat Fluvit 75 mg, 5 Tablet obat Azithromycin 500 mg, faktur pembelian beserta invoice.

Kemudian kwitansi penjualan atas 1 box obat Fluvit 75 mg, dan 5 Tablet obat Azithromycin 500 mg pada 22 Juli 2021.Keempat tersangka itu dijerat Pasal 62 Juncto 10 huruf (a) Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Para tersangka dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.

Selain itu, pihaknya juga memberikan sanksi kepada dua perusahaan yang beroperasi tidak sesuai dengan ketentuan PPKM level 4. Ke dua perusahaan tersebut yakni PT Shangyang Perkasa Indonesia dan PT Hanes Supply Lines Indonesia.

“Ada dua kasus perusahaan yang ditemukan itu mempekerjakan karyawannya lebih dari 50 persen. Yakni PT Shangyang Perkasa Indonesia, dan PT Hanes Supply Lines Indonesia,” ujarnya kepada Radar Bekasi, Kamis (29/7).

Dirinya menyampaikan, dalam waktu dekat ini kasus tersebut akan disidangkan. Dua perusahaan tersebut akan dikenakan Perda Jawa Barat, Pasal 21 tentang Prokes. Pihaknya mengacu kepada dasar dari Kementerian Perindustrian untuk mengetahui perusahaan-perusahaan kritikal maupun esensial. Sekarang, dirinya sudah membentuk team untuk melakukan dor to dor.

“Kita ketahui itu setelah mendatangi perusahaan. Jadi kita turun langsung, membentuk team, dor to dor. Kita cek dari HRDnya sama absensi, yang masuk berapa orang, terus sistemnya siftnya seperti apa. Baru kelihatan jumlahnya,” jelasnya.

Namun demikian, dua perusahaan tersebut masih tetap beroperasi. “Dua perusahaan ini tetap beroperasi karena dia bergerak dibidang esensial, dari penekanan Kemendagri sendiri tetap menjalani pemeriksaan, tapi tetap beroperasional, karena belum ada aturan untuk ditutup yang seperti ini,” katanya.

“Ancaman pidana di perda itu yakni denda Rp 5 juta rupiah, atau kurungan penjara tiga bulan,” sambungnya. (pra)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin