Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

Guru Bakal Terima Dosis Booster

ilustrasi

BEKASI SELATAN – Rencana pemberian vaksin booster oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi kepada guru menuai kritik, karena dinilai berpotensi melanggar prinsip kesetaraan dan keadilan vaksin. Sementara itu Epidemiolog menilai, guru termasuk dalam kelompok beresiko tinggi dari aspek pekerjaan, vaksinasi booster kepada kelompok di luar Tenaga Kesehatan (Nakes) dinilai cukup etis jika capaian vaksinasi sudah berada diatas 50 persen dari total sasaran vaksin.

Rekomendasi pemberian vaksinasi dosis ketiga juga sempat diutarakan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), mereka adalah kelompok beresiko tinggi dari aspek kondisi tubuh dan pekerjaan, termasuk guru. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih ditujukan hanya untuk Nakes, sesuai dengan Surat Edaran (SE) Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit nomor HK 02.01/1/1919/2021 tentang Vaksinasi Dosis Ketiga Bagi Seluruh Tenaga Kesehatan, Asisten Tenaga Kesehatan, dan Tenaga Penunjang yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

Laporan sampai dengan 9 Oktober lalu, capaian vaksinasi dosis satu berdasarkan Fasilitas Kesehatan (Faskes) di Kota Bekasi tercatat 67,94 persen, dosis dua 49,07 persen, dan dosis tiga yang didapatkan oleh Nakes sebesar 0,60 persen. Sementara capaian berdasarkan KTP, tercatat 75,06 persen menerima dosis satu, dosis dua sebanyak 54,38 persen, dan dosis tiga kepada Nakes sebanyak 0,74 persen.

Koalisi Masyarakat untuk Akses Keadilan Kesehatan mengatakan, vaksinasi dosis tiga atau booster tidak boleh diberikan kepada masyarakat kecuali tenaga kesehatan selama ketersediaan vaksin masih terbatas. Rencana Pemkot Bekasi untuk memberikan booster berpotensi melangkahi instruksi Kemenkes terhadap ketentuan pemberian vaksinasi dosis ketiga.

“Rencana Pemerintah Kota Bekasi sangat berpotensi melanggar prinsip kesetaraan dan keadilan vaksin serta menunjukkan bahwa penyelenggaraan vaksinasi masih dilakukan serampangan, sehingga melanggar prinsip vaccine equity,” terang Relawan Lapor Vid-19, Amanda Tan, Minggu (10/10).

Lebih lanjut, ia menjabarkan capaian vaksinasi Kota Bekasi sampai 4 Oktober lalu baru mencapai 66,39 persen dosis satu, dosis kedua baru 46,15 persen. Ia juga menyoroti rendahnya capaian vaksinasi dosis satu dan dua pada sasaran lansia.

Ditengah capaian vaksin yang dinilai rendah dan menghindari ketersediaan vaksin kadaluarsa, Pemkot Bekasi disebut justru memberikan vaksin tersebut kepada guru dan tenaga pendidik. Selanjutnya, dipaparkan juga capaian vaksinasi yang relatif rendah beberapa daerah di sekitar Kota Bekasi, diantaranya Kabupaten Bekasi 59,29 persen, Karawang 50,72 persen, Purwakarta 50,72 persen, dan Kabupaten Subang 29,87 persen.

Jumlah vaksin yang melimpah dan hampir kadaluarsa di Kota Bekasi ini disebut sebagai wujud distribusi serampangan yang dilakukan oleh Kemenkes.”Vaksin yang akan kadaluarsa seharusnya diberikan kepada daerah-daerah yang sedang mengalami kekurangan vaksin dan dengan cakupan vaksin yang rendah,” tambahnya.

Dengan situasi tersebut, pihaknya mendesak pemerintah untuk menghentikan rencana vaksinasi dosis ketiga diluar kelompok Nakes, memastikan distribusi vaksin dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah memperhatikan aspek capaian dan stok vaksin, memastikan rantai dingin terdistribusikan ke daerah-daerah yang masih mengalami kekurangan stok vaksin, menindak tegas bagi pihak yang memberikan vaksin dosis ketiga kepada kelompok non Nakes.

Walikota Bekasi, Rahmat Effendi menyebut kebijakan memberikan booster vaksin kepada guru baru direncanakan. Saat ini, ia memastikan bahwa pihaknya masih menyisir warga yang belum mendapatkan suntikan pertama maupun kedua vaksin kepada masyarakat umum.

Kalaupun dilakukan, ia menyebut tidak memakan banyak dosis vaksin, diperkirakan guru baik di sekolah negeri maupun swasta mencapai 12 ribu orang. Hal ini diyakini tidak mengganggu proses vaksinasi kepada masyarakat umum.

“Kalau nakes sudah jalan, orang yang namanya kebijakan kan itu digagas, dipersiapkan, dipikirin, ini penting nih Disdik dalam rangka PTM, ya bagaimana kalau kita kasih Booster,” katanya belum lama ini.

Rahmat menyebut wacana ini muncul semata-mata untuk menciptakan herd immunity atau kekebalan komunal di wilayahnya, serta menghabiskan stok ketersediaan vaksin untuk warganya. Menurutnya, jika daerah di Jawa Barat kehabisan stok vaksin, maka masih ada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) dan pemerintah pusat yang akan memenuhi ketersediaan vaksin.

Ia memastikan bahwa Nakes di wilayahnya sudah mendapatkan vaksin booster.”Jadi tolong cara berpikirnya diluruskan, tugas saya kepala daerah Kota Bekasi, jadi vaksin yang diberikan ke saya harus habis untuk 2.015 juta jiwa (sesuai) dalam hitungan data konsolidasi bersih kita yang wajib vaksin,” tambahnya.

Sementara itu, Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman menyampaikan bahwa ada dua kelompok kelompok beresiko tinggi. Pemberian dosis ketiga terhadap kedua kelompok ini dinilai sebagai suatu hal yang diperlukan mengingat penurunan proteksi vaksin terhadap kekebalan tubuh setelah enam bulan, dan munculnya ancaman dari varian virus baru.

Pemberian vaksin booster selain kepada kelompok Nakes menurut Dicky, bisa dan etis untuk dilakukan setelah 50 persen masyarakat telah mendapatkan vaksin dosis lengkap, atau telah mendapatkan dua kali suntikan vaksin.

“Itu cukup etis dimulai booster untuk kelompok yang beresiko dari sisi kondisi tubuh dan pekerjaan. Kalah belum, harus dikejar dulu setidaknya yang 50 persen itu,” paparnya.

Kelompok beresiko tinggi itu dijabarkan sebagai kelompok yang digolongkan dari kondisi tubuh, diantaranya adalah kelompok Lansia dan masyarakat yang memiliki penyakit penyerta atau komorbid berat. Kedua, adalah kelompok yang digolongkan berdasarkan pekerjaan, diantaranya Naked dan pelayan publik seperti guru.

Pelaksanaan vaksinasi menurutnya harus kembali pada prinsip dasar mana yang dilakukan terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi diskriminatif atau perbedaan perlakuan. Selain pelayan publik, pemerintah tidak boleh melupakan Lansia dan kelompok masyarakat yang memiliki komorbid berat.”Jadi sebenarnya guru masuk disitu, dan artinya ini harus diberi literasi, dan harus benar bahwa ini guru yang langsung mengajar,” tukasnya. (zar/Sur)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin