Berita Bekasi Nomor Satu

DP3A Dituntut Kerja Ekstra

ILUSTRASI: Orang tua mendampingi anaknya melihat-lihat pakaian di salah satu pusat pembelanjaan di kawasan Bekasi Selatan Kota Bekasi, belum lama ini. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI SELATAN – Maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Bekasi menjadi perhatian banyak pihak. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait diantaranya Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) dituntut kerja ekstra.

Mulai dari upaya pencegahan peningkatan kasus, hingga turut memberikan solusi di tengah maraknya kasus kekerasan perempuan dan anak.

Pihak DP3A Kota Bekasi juga mengakui meningkatnya kasus kekerasan perempuan dan anak di tahun 2021. Pihaknya mencatat ada 95 kasus di tahun 2021. Sedangkan dari catatan Polres Metro Bekasi Kota terdapat 107 kasus. Sehingga selama tahun 2021 DP3A mencatat keseluruhan mencapai 202 kasus. Jumlah tersebut dinilai lebih tinggi dari tahun sebelumnya di angka 196 kasus.

“Angka kekerasan anak kita himpun ada 95 kasus ,Polres 107 kasus ,KPAID 117 kasus. Biasanya kasus yang masuk ke DP3A, Polres atau KPAID sama jadi kita total semua kasus angka fixednya menjadi 202 kasus. Dengan kategori kekerasan yang berbeda beda-beda,” ujar Kasi Penanganan, Perlindungan Anak DP3A Kota Bekasi, Oyok Lindarsih, Selasa (4/1).

Dia menjelaskan, dari total 202 kasus yang menimpa perempuan dan anak terdiri dari berbagai kasus. Diantaranya kekerasan fisik penganiayaan 46 kasus , pelecehan seksual 49 kasus , kekerasan psikis 10 kasus , pemerkosaan atau pencabulan 23 kasus , persetubuhan 33 kasus , penelantaran 10 kasus , eksploitasi dua kasus , hak asuh 22 kasus dan kasus lain – lain 7 kasus.

“Kita sudah mengambil langkah – langkah dalam penanganan kasus kekerasan anak diantaranya mediasi, konseling, pendampingan dan sampai kasus selesai. Sementara kasus yang masuk ranah hukum masih kita lakukan pendataan,” jelasnya.

Kedepan, lanjut Oyok, DP3A akan melakukan kegiatan sosialisasi ke sekolah, wilayah kelurahan sampai wilayah kecamatan.

”Sosialisasi stop kekerasan terhadap perempuan dan anak serta hak – hak anak yang harus dilindungi adalah materi yang akan kami sampaikan,”tambahnya.

Ia juga mendorong supaya masyarakat melapor jika ada kekerasan terhadap perempuan dan anak di sekitar lingkungan masing-masing. Setelah ada laporan pihaknya turut mengarahkan langkah yang harus diambil korban.

“Kita akan terus lakukan sosialisasi kepada masyarakat agar cepat tanggap jika melihat kejadian kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tukasnya.

Sementara Ketua KPAID Kota Bekasi Aris Setiawan mengatakan, jika data kekerasan anak yang di himpun KPAID Kota Bekasi sebanyak 117 kasus di tahun 2021. Pihaknya menjelaskan kekerasan dengan kekerasan seksual menempati urutan tertinggi sebanyak 26 kasus.

“Dari berbeda-beda kasus kita mencatat 117 kasus dalam 2021 lalu. Paling tinggi kasus kekerasan seksual,” ucapnya.

Selain itu, ia juga mencatat angka kekerasan anak di Kota Bekasi rata-rata per tahun masih diatas 100 kasus. Pihaknya juga menghimbau agar melaporkan ke KPAID jika melihat dan mendengar adanya kekerasan terhadap anak di Kota Bekasi.

Dijelaskannya, kasus kekerasan anak di Kota Bekasi dari 2014 sebanyak 105 kasus, tahun 2015 sebanyak 100 kasus , tahun 2016 sebanyak 127 kasus ,tahun 2017 sebanyak 198 kasus, tahun 2018 sebanyak 153 kasus ,tahun 2019 sebanyak 197 kasus dan tahun 2020 total 79 kasus.

“Kita sebagai KPAID terus berupaya untuk menekan angka kekerasan terhadap anak. Sosialisasi pun kita terus gencarkan di setiap wilayah Kota Bekasi,” terangnya.

Terpisah, Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Sardi Effendi justru mempertanyakan kinerja DP3A Kota Bekasi melihat meningkatnya kasus kekerasan anak dan perempuan dari rentang waktu tahun 2020 dan 2021.

“Kerjanya apa DP3A?. Karena kekerasan terhadap perempuan dan anak tinggi di tahun 2021. Saya juga belum melihat upaya-upaya yang signifikan dari DP3A,” katanya.

Ia juga mendorong DP3A untuk kerja lebih ekstra, tidak hanya mencatat angka kasus kekerasan namun juga perlu bersinergi dengan lembaga-lembaga lain.

“Ya Dinas jangan mencatat saja itu berarti Dinas tidak kreatif dan inovatif. Apalagi Perda perlindungan perempuan dan anak sudah ada. Kita juga tidak pernah dilibatkan saat melakukan sosialisasi. Kapan itu dilakukan dan dimana dilakukan. Saya dari mitra kerja hanya DP3A tidak ada komunikasi dengan kita apa kinerja terkait,” tutupnya. (pay).


Solverwp- WordPress Theme and Plugin