Berita Bekasi Nomor Satu

Ombudsman Minta Pemda Pertimbangkan PTM 100 Persen

BELAJAR: Sejumlah siswa SDN Jakasetia 1 saat mengikuti PTM terbatas. Kantor Perwakilan Ombudsman Jawa Barat meminta pemda kota/kabupaten di provinsi itu yang melaksanakan PTM 100 persen agar mempertimbangkan kembali metode tersebut, sebagai bentuk antisipasi adanya Covid-19 varian Omicron. DEWI WARDAH/RADAR BEKASI
BELAJAR: Sejumlah siswa SDN Jakasetia 1 saat mengikuti PTM terbatas. Kantor Perwakilan Ombudsman Jawa Barat meminta pemda kota/kabupaten di provinsi itu yang melaksanakan PTM 100 persen agar mempertimbangkan kembali metode tersebut, sebagai bentuk antisipasi adanya Covid-19 varian Omicron. DEWI WARDAH/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Kantor Perwakilan Ombudsman Jawa Barat meminta pemerintah daerah (pemda) kota/kabupaten di provinsi itu yang melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen agar mempertimbangkan kembali metode tersebut, sebagai bentuk antisipasi adanya Covid-19 varian Omicron.

Plh Kepala Perwakilan Ombudsman Jawa Barat Dominikus Dalu mengatakan di Tanah Air terjadi penambahan kasus Covid-19 sebanyak 2.925 kasus per 23 Januari 2022. Namun, penyelenggara pendidikan masih tetap melaksanakan PTM 100 persen di tengah adanya kekhawatiran tersebut.

“Apalagi, Jawa Barat menempati urutan kedua daerah penyumbang kasus harian Covid-19 setelah Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan data tersebut, diperlukan langkah antisipatif dan perlindungan keselamatan siswa, guru dan tenaga kependidikan,” kata Dominikus di Bandung, Selasa (25/1), sebagaimana diberitakan Antara.

Menurutnya, para pemangku kebijakan khususnya di sektor pendidikan perlu mempertimbangkan dengan seksama data perkembangan kondisi Covid-19 sebagai dasar ilmiah dalam menerapkan PTM secara ketat dan penuh kehati-hatian.

Selain itu, dinas pendidikan juga diminta meningkatkan kapasitas Satuan Tugas Covid-19 di sekolah, serta koordinasi antar-instansi pemerintah terkait dukungan terhadap mobilitas anak-anak dan kegiatan di sekolah.

“Memastikan pembiasaan penerapan protokol kesehatan dan perilaku untuk mencegah penyebaran Covid-19 pada anak-anak mulai dari lingkungan keluarga,” kata Dominikus.

Selain protokol kesehatan, menurutnya, dinas kesehatan juga diminta melakukan upaya perbaikan penyelenggaraan pembelajaran jarak jauh (PJJ) secara konkret.

“Melakukan mix method dalam penyelenggaraan pembelajaran dengan cara PTM 50 persen dan PJJ 50 persen, diatur secara proporsional,” pungkasnya.

Sementara, Komisioner Bidang Kesehatan dan Napza Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi Hadyan Rahmat mengatakan, Covid-19 varian Omicron jangan dianggap enteng.

“Jangan dianggap enteng meskipun gejala varian ini tidak cukup berat dibandingkan dengan varian sebelumnya,” ujarnya, kemarin.

Saat ini pihaknya tengah fokus melakukan pemantauan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 bagi anak. Sebab, pencapaian angka vaksinasi bagi anak secara menyeluruh menjadi sesuatu hal yang sangat penting.

“Kami sedang fokus melakukan pemantauan pelaksanaan vaksin anak, karena menurut kami ini menjadi sesuatu yang urgent agar setidaknya anak memiliki herd immunity,” katanya.

Menurutnya, kelonggaran protokol kesehatan (prokes) yang terjadi saat ini diharapkan kembali untuk diketatkan agar penyebaran varian Omicron tidak mengalami peningkatan.

“Prokes saat ini memang sangat terlihat kelonggarannya, jadi menurut saya masyarakat harus kembali mengencangkan sabuk prokes agar penyebaran Omicron ini tidak meningkat terus,” ucapnya.

Dirinya meminta, himbauan prokes di sekolah maupun lingkungan masyarakat tak hanya sebatas ucapan. Sehingga menyebabkan disiplin prokes rendah.

“Himbauan prokes pasti diberikan, tetapi jangan sampai himbauan ini hanya sebatas himbauan saja tetapi penerapannya masih kurang,” tuturnya.

Ia mencontohkan penerapan prokes di sekolah. Ketika guru memberikan himbauan agar siswa menjaga jarak dan menggunakan masker, namun tenaga pengajar itu justru abai prokes.

“Orang tua dan guru itu sebenarnya kan contoh, kala mereka memberikan himbauan tetapi gurunya sendiri tidak menjaga jarak dan ketawa-ketiwi tidak menggunakan masker, berartikan ini hanya sekedar himbauan saja tapi penerapannya masih sangat kurang,” terangnya.

Rahmat menyebut, masih banyak orang tua takut anaknya disuntik vaksin karena memperoleh informasi yang tidak benar. Karena itu, dirinya mengingatkan kepada orang tua dan masyarakat agar dapat menyaring edukasi yang benar terkait vaksinasi anak.

“Dari hasil pemantauan kami masih melihat orang tua masih ada yang takut. Bukan edukasi yang kurang, tetapi masyarakat kurang menyaring edukasi yang benar, terkait vaksinasi anak ini,” tukasnya. (dew/jpc)

 


Solverwp- WordPress Theme and Plugin