Berita Bekasi Nomor Satu
Bekasi  

KPU Minta Uang Santunan

Pemilu
ILUSTRASI: Warga melakukan pencoblosan ulang pada Pemilu Serentak 2019 di salah satu TPS di Wilayah Bekasi Utara, Kota Bekasi, beberapa waktu lalu. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI TIMUR – Mitigasi Beban berat Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dibutuhkan untuk meminimalisir kecelakaan kerja dan kematian pada Pemilu 2024 mendatang. Pasalnya, Pemilu nanti diprediksi sama seperti tahun lalu. Untuk itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bekasi mengajukan anggaran santunan bagi badan ad hoc senilai Rp530 juta.

Usulan tersebut setelah Pemerintah dan DPR RI menyepakati pemungutan dan penghitungan suara Pemilu dilaksanakan pada 14 Februari, dilanjutkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 27 November ditahun yang sama.

Pemilu bulan Februari dilaksanakan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten dan Kota, dan DPD RI. Jika tidak dilakukan penyederhanaan surat suara, maka bisa dipastikan ada lima surat dan kotak suara pada pelaksanaan Pemilu nanti.

Sementara pada bulan November dilaksanakan untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, serta Walikota atau Bupati dengan wakilnya. Tidak adanya revisi Undang-undang nomor 7 tahun 2017, sesuai dengan aturan tersebut tahapan pemilu dimulai 20 bulan sebelum pemungutan suara, maka dimulai bulan Juni tahun ini.

Jika diputuskan tahapannya mulai pada bulan Juni ini, tahap awal yang mulai dilaksanakan oleh KPU adalah pemutakhiran data pemilih dan penataan Daerah Pemilihan (Dapil), hingga pendaftaran partai politik sebelum dilanjutkan pendaftaran calon, penetapan, masa kampanye, hingga pemungutan dan perhitungan suara.

Persiapan yang telah dilakukan oleh KPU Kota Bekasi sejauh ini mengajukan anggaran Pilkada 2024, sebagian besar perubahan anggaran pada honorarium badan ad hoc, yakni PPK dan PPS beserta sekretariatnya, hingga Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP). Dari Rp129 miliar yang diajukan oleh KPU Kota Bekasi, di dalamnya terdapat anggaran penyediaan sarana dan prasarana Protokol Kesehatan (Prokes) Rp18 miliar, dan anggaran santunan badan ad hoc Rp530 juta.

“Didalamnya ada cost sharing dengan (KPU) Provinsi Jawa Barat, yang ditanggung oleh Provinsi Jabar adalah honorarium badan ad hoc. (Anggaran santunan) kalau di anggaran kami ini untuk Pilkada sudah ada,” kata Ketua KPU Kota Bekasi, Nurul Sumarheni, Rabu (26/1).

KPU Kota Bekasi mulai memanaskan mesin, diantaranya mempersiapkan SDM dan sarana prasarana. Termasuk memitigasi kemungkinan yang akan terjadi pada pelaksanaan Pemilu berkaca pada Pemilu serentak tahun 2019, dimana belasan petugas KPPS meninggal dunia.

Mitigasi tetap dilakukan, meski ia menilai KPU RI sejauh ini telah merancang beberapa hal untuk mengantisipasi kejadian serupa, diantaranya penyederhanaan surat suara, diupayakan maksimal hanya 3 surat suara untuk lima pemilihan pada bulan Februari 2024. Selanjutnya, mengupayakan sistem rekapitulasi elektronik yakni Sirekap yang telah diuji coba pada Pilkada serentak 2020 lalu, Nurul berharap sistem ini sudah siap dan disetujui sebagai alat bantu perhitungan suara.

“Sehingga nantinya beban yang menumpuk di KPPS terutama pada hari H itu bisa dikurangi. Seperti kejadian teman-teman KPPS yang sakit, kemudian meninggal dunia itu bisa diantisipasi, mudah-mudahan tidak terulang lagi,” tambahnya.

Ada beberapa hal lain yang bisa diubah dalam Peraturan KPU (PKPU) guna memberikan rasa nyaman. Diantaranya pengaturan batas atas dan bawah usia, dimana sebelumnya batas bawah KPPS sudah diatur minimal berusia 25 tahun, melalui PKPU yang dirancang dapat ditambahkan batas atas usia petugas KPPS untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk. Yang kedua adalah penganggaran santunan bagi badan ad hoc yang mengalami kecelakaan kerja bahkan kematian pada Pemilu mendatang.

Honorarium badan ad hoc dianggarkan naik dibandingkan Pemilu dan Pilkada sebelumnya, seperti Petugas Pemilihan Kecamatan (PPK) menjadi Rp2,5 juta, naik dari Rp1,6 juta.”Kita menyesuaikan dengan honorarium pada SK menteri keuangan,” tukasnya.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bekasi juga telah mengajukan rancangan anggaran Pilkada 2024, anggaran diajukan sebesar Rp28 miliar melalui APBD. Untuk anggaran pada pelaksanaan Pemilu, dianggarkan melalui APBN.

“Angkanya yang kita ajukan ke pemerintah kota kurang lebih Rp28 miliar, kemarin untuk Prokes dimasukkan (tambahan anggaran dari Pemilu sebelumnya),” kata Ketua Bawaslu Kota Bekasi, Choirunnisa Marzoeki.

Berbagai persiapan tengah dilakukan oleh Bawaslu Kota Bekasi menunggu keputusan mengenai tahapan Pemilu 2024. Diantaranya membangun kerjasama dengan organisasi keagamaan dan kampus di Kota Bekasi untuk meningkatkan pengawasan partisipatif, disamping saat ini Bawaslu Kota Bekasi telah memiliki 150 kader Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP) yang direkrut sejak tahun 2019 lalu.

Tahun 2019 lalu, pelanggaran pemilu didapat dari temuan Bawaslu Kota Bekasi, minim diterima dari laporan masyarakat. Sementara, ia mengaku bahwa Bawaslu memiliki keterbatasan SDM, berbanding terbalik dengan kompleksnya pengawasan yang harus dilakukan.

“Buat kami penting untuk melibatkan banyak masyarakat dalam pengawasan partisipatif. Semakin banyak orang yang memiliki pengetahuan tentang kepemiluan, demokrasi, kemudian mereka paham soal regulasi kepemiluan, mereka bisa melakukan sama-sama kita mengawasi,” tambahnya.

Pada Pemilu dan Pilkada sebelumnya, pelanggaran paling banyak pada ketertiban penggunaan Alat Peraga Kampanye (APK), diantaranya penempatan dan waktu pemasangan APK melewati masa kampanye. Hal ini salah satunya terjadi akibat partai politik yang dinilai belum mengerti aturan secara utuh, sehingga waktu yang tersisa akan digunakan untuk membangun komunikasi dengan partai politik.

Pada masa tenang menjelang pemilihan, tercatat ribuan APK harus diturunkan lantaran telah melebihi batas waktu kampanye. Mitigasi pelanggaran selanjutnya adalah polarisasi masyarakat dan ujaran kebencian yang diprediksi masih akan terjadi pada pemilu mendatang, terlebih letak Kota Bekasi yang berdekatan dengan ibukota tidak terlepas dari dampak dinamika politik yang terjadi di ibukota.

Pelanggaran Pemilu yang berujung pidana di pengadilan tercatat dua kasus, masing-masing satu kasus ujaran kebencian dan politik uang.”Saya menduga pelanggaran yang terjadi di 2019 bisa mungkin terjadi lagi, adanya polarisasi, ujaran kebencian, masih berpotensi terjadi lagi,” tukasnya.

Beban berat oleh panitia pemungutan suara pada pemilu 2024 diprediksi sama dengan tahun 2019 lalu. Pasalnya, belum ada alternatif dan solusi yang lain untuk meringankan beban badan ad hoc pada pelaksanaan pemilu 2024 mendatang.

“Jadi kemungkinan sama dengan tahun 2019 itu, dan kejadian itu bisa berulang ya, karena dulu beban KPPS itu kan berat,” ungkap Pengamat Politik dan Kebijakan Publik Universitas Islam 45 (Unisma) Bekasi, Adi Susila.

Dengan jumlah pemilihan yang sama tanpa penyederhanaan, maka Adi menggaris bawahi pada tahun 2019 lalu salah satu beban kerja cukup berat adalah banyaknya form yang harus diisi oleh KPPS. Opsi untuk meringankan beban KPPS, form yang harus diisi cukup perolehan suara.

Aplikasi rekapitulasi suara elektronik juga bisa menjadi alternatif meringankan beban KPPS. Dengan catatan, sebelum diunggah, hasil perhitungan suara musti dipastikan sama dengan masing-masing saksi calon.

Terkait dengan anggaran santunan badan ad hoc, Adi mengingatkan KPU Kota Bekasi mesti hati-hati dan terbuka dalam pelaksanaannya. Ia mengingatkan kasus yang menimpa komisioner KPU terkait dengan pengadaan asuransi petugas pemilu tahun 2004 silam.

“Jadi intinya itu bagus, cuma ya nanti implementasinya harus transparan. Karena pengalaman KPU RI yang tahun 2004 itu dulu tersandung kasus karena pengadaan asuransinya itu,” tambahnya.

Diketahui, KPU RI telah mengajukan anggaran Pemilu tahun 2024 sebesar Rp86,2 triliun. Strategi yang pernah diusulkan untuk mencegah petugas Pemungutan Suara sakit bahkan meninggal dunia melalui jaminan kesehatan dan honor yang layak. (Sur)