RADARBEKASI.ID, JAKARTA – Program Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) 2022 terancam terganggu. Pasalnya sebagian petugas penyaring data (enumerator) menyatakan mundur. Pemicunya adalah honor yang diberikan menyusut 80 persen dari kontrak awal.
Pemotongan anggaran honor petugas enumerator itu ramai jadi perbincangan di dunia maya sejak kemarin (9/11). Setelah dilakukan rekrutmen petugas enumerator, BRIN kemudian melakukan sejumlah sosialisasi. Di antaranya adalah perjanjian kontrak dan disertai dengan rincian honor yang diterima petugas.
Perinciannya adalah uang harian sebesar 70 persen dari standar biaya masukan per hari. Kemudian juga mendapatkan biaya transportasi dari tempat asal menuju pelaksanaan survei sesuai dengan standar biaya masukan. Petugas juga mendapatkan biaya penginapan sebesar Rp 150 ribu per hari, honor pemutakhiran untuk satu blok sensus Rp 12.500 dan honor pewawancara Rp 8.000 per responden.
Namun, beberapa waktu kemudian keluar pengumuman perubahan nominal honor tersebut. Khususnya untuk uang harian dan biaya penginapan dikurangi sebanyak 50 persen. Lalu pada 7 November, BRIN kembali menggelar pertemuan secara virtual dengan petugas enumerator. Salah satu informasi yang disampaikan adalah perubahan honor kembali. Petugas hanya diberikan uang Rp 150 ribu/hari saja. Tanpa uang makan, uang penginapan, dan askes.
’’Untung kami belum tanda tangan kontrak,’’ kata seorang calon petugas enumerator bernama Dhinia Eka.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko memberikan tanggapan soal polemik honor petugas enumerator tersebut. ’’Saya kurang paham dari mana bisa terpotong 80 persen. Nominalnya saja belum ada,’’ kata Handoko saat dikonfirmasi Rabu (9/11).
Dia mengatakan BRIN sama sekali belum melakukan kontrak. Termasuk nominal besaran honor juga belum ada. Mantan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu mengatakan, informasi adanya pengunduran diri petugas enumerator karena potongan honor 80 persen itu tidak benar. Dia menjelaskan BRIN baru melakukan perekrutan dan pengembangan metodologi serta pelatihan.
’’Jadi belum ada penugasan,’’ ucap Handoko.
Menururt dia, belum ada penugasan kepada personel enumerator untuk pengambilan data di lapangan. BRIN baru akan memutuskan periode waktu pelaksanaan pengambilan data untuk program SDKI itu.
Handoko menambahkan, orang-orang yang menyampaikan keluhan tersebut statusnya masih calon petugas dan belum ada penugasan. Jadi istilah mundur menurut dia tidak tepat, karena belum resmi sebagai petugas enumerator dan menjalankan tugasnya.
Dia menjelaskan, SDKI direncanakan dilaksanakan pada awal 2023. Khususnya untuk kegiatan lapangan. Pemilihan waktu itu dilakukan supaya data bisa konsisten dengan fokus pelaksanaan yang diupayakan sependek mungkin.
Program SDKI bertujuan untuk menyediakan informasi tentang fertilitas, keluarga berencana, kesehatan ibu dan anak, angka kematian anak dan remaja, serta pengetahuan terhadap perilaku HIV/AIDS dan penyakit menular seksual (PMS). (jpc)