Berita Bekasi Nomor Satu

Hikmah Isra’ Mi’raj

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Isra Mi’raj adalah dua perjalanan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dalam waktu satu malam. Kejadian ini merupakan salah satu peristiwa penting bagi umat Islam. Sebab, pada peristiwa ini Nabi Muhammad SAW mendapat perintah untuk menunaikan salat lima waktu sehari semalam.

Isra Mi’raj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah, sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian. Perjalanan dari Ka’bah ke Masjid Al Aqsa menempuh perjalanan tersebut hanya dalam satu malam. Di perjalanan tersebut, Nabi Muhammad SAW mengendarai hewan bernama Buraq. Sesampainya di Masjid Al Aqsa, Nabi Muhammad SAW dikisahkan memimpin para nabi terdahulu untuk melaksanakan ibadah salat dua rakaat.

Peristiwa Isra Mi’raj terbagi dalam dua peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad SAW “diberangkatkan” oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi’raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi. Di sini, Nabi mendapat perintah langsung dari Allah SWT untuk menunaikan salat lima waktu. Shalat merupakan wujud ketaatan seorang makhluk kepada penciptanya yaitu Allah SWT.

Shalat merupakan salah satu ibadah yang wajib dikerjakan oleh kaum muslimin yang sudah baligh. Hal ini didasarkan pada dalil-dalil dalam bentuk perintah dalam Al-Qur’an dan Hadist.

Diantara dalil-dalil tersebut adalah firman Allah:

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang ruku‟.” (QS Al-Baqarah: 43)

Ayat tersebut secara jelas memerintahkan setiap muslim untuk melaksanakan ibadah shalat. Tentunya shalat yang dimaksud adalah shalat yang wajib (fardhu). Nilai shalat terletak pada peranannya sebagai jalan utama untuk mengenal Allah SWT. Maka, jika kita ingin mengenal dan lebih mendekatkan diri dengan Allah, laksanakanlah shalat dan berusaha untuk melaksanakannya sekhusyuk mungkin.

Karena shalat mengandung dua hikmah yaitu dapat menjadi pencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar. Maksudnya dapat menjadi pengekang diri dari kebiasaan melakukan kedua perbuatan tersebut dan mendorong pelakunya dapat menghindarinya.

Ada seseorang yang melontarkan pertanyaan dengan mengatakan, “Mengapa kita saksikan ada orang yang shalat tetapi shalatnya tidak mencegahnya dari perbuatan keji dan mungkar, tidak menjadikannya berbuat ma’ruf, akhlaknya jelek dan ucapannya kasar. Atau tidak baik dalam mempergauli orang lain, suka mencela, tidak istiqomah dan tidak ikhlas dalam beramal.
Allah SWT berfirman yang artinya:

Bacalah Kitab (Al-Qur`ān) yang telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan (ketahuilah) mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. AI-„Ankabut: 45)

Jawaban dari pernyataan tsb adalah demikian, artinya belum melakukan shalat sebagaimana mestinya, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan yang diajarkan oleh beliau kepada para sahabat. Orang yang tidak mau mendalami tentang shalat dan enggan memperbaikinya. Mereka shalat hanya sebatas melakukan gerakan lahir dengan mengikuti yang lain. Atau yang diistilahkan oleh kita sekarang dengan “amal rutin”.

Ikhlas dan kekhusyukan. Jika kita paham betul tentang ini, maka kita harus tahu bahwa orang yang melaksanakan shalat dengan mengetahui rukun dan syarat-syaratnya dan memahaminya dengan benar sesuai ketentuan, maka Allah akan menciptakan dalam relung kalbunya suatu rahasia yang menjadikannya melakukan yang ma’ruf dan tercegah dari yang mungkar. Dengannya ia akan gemar kepada ketaatan, dan benci kepada beragam kemaksiatan. Bila hal ini terjadi, berarti shalatnya telah berfungsi memerintah kebaikan dan mencegah kemungkaran, akhlak menjadi baik.

Jadi kesimpulannya tujuan shalat bagi diri seseorang itu agar dapat mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar, maka apabila seseorang itu melakukan perbuatan keji dan mungkar artinya belum tercapai apa yang menjadi tujuan shalat tersebut. Shalat yang dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar yaitu shalat yang dikerjakan dengan sungguh-sungguh, dengan melengkapi syarat dan rukunnya serta melaksanakannya dengan penuh keikhlasan, kerendahan hati dan kekhusyukan melalui memahami makna-makna yang terkandung baik dalam ucapan atau gerakan gerakan di dalam shalat. Karena di dalam ucapan dan gerakan-gerakan shalat tersebut terdapat nilai-nilai pendidikan akhlak yang tinggi, yang apabila kita menghayati dan memahaminya dalam shalat maka akan mampu mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar. Menghadirkan hati dalam shalat merupakan hal yang paling penting. Karena tujuan shalat adalah untuk mengingat Allah. Jadi apabila seseorang yang shalat, tetapi hatinya berpaling dari Allah, maka Allah juga tidak akan memperhatikan shalat orang tersebut. Jadi tidak adanya pengaruh pada pelaku shalat untuk menjauhi perbuatan keji dan munkar, karena ia hanya melakukan shalat, tidak mendirikan shalat dalam arti hanya melakukan bentuk lahiriah shalat, dan melalaikan aspek yang terpenting dalam shalat yaitu bentuk batiniah shalat. Karena sesungguhnya shalat itu memiliki tiga pokok. Setiap salat yang tidak memiliki tiga pokok itu, maka hal itu bukanlah shalat. Tiga pokok itu adalah ikhlas, rasa takut dan mengingat Allah. Ikhlas memerintah pada yang ma’ruf, rasa takut mencegahnya dari yang munkar dan mengingat Allah adalah Al-Qur‟an yg memerintah dan melarangnya.

Shalat yang khusyu pada hakikatnya merupakan sarana terbaik untuk mendidik jiwa dan memperbaharui semangat dan sekaligus sebagai penyucian akhlak, mewujudkan ibadah yang benar-benar karena Allah, ikhlas, pasrah, rendah diri terhadap Zat Yang Maha Suci. Orang yang khusyu’ merasa selalu dilihat oleh Allah kapan saja dan dimana saja, dan dia yakin akan menemui Allah ketika sudah meninggal nanti, sehingga hal ini akan mempengaruhi akhlak orang tersebut dalam kehidupannya.(*)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin