RADARBEKASI.ID,JAKARTA- Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trsisakti Trubus Rahadiansyah menilai kebijakan pelarangan penjualan rokok ketengan tak tepat sasaran dan hanya merugikan masyarakat kecil. Menurutnya, seharusnya pemerintah lebih menyasar industri rokok daripada rakyat kecil yang menggantungkan penghasilannya dari penjualan rokok ketengan.
“Harusnya kebijakan itu lebih fokus ke industri aja. Misalnya pajaknya atau cara mengatasinya win-win solution supaya kesehatannya terjaga tapi tidak menimbulkan PHK,” ujarnya yang dikutip dari JawaPos.com, Kamis (1/8).
Menurutnya, pemerintah terlalu berlebihan jika mengatur penjualan rokok ketengan. Di sisi lain, aturan yang menyentuh di tingkat industri sangat minim dalam aturan tersebut. “Jadi, maksud saya nggak ada urgensinya mengatur sampai ke tingkat pengecer. Terlalu bawah,” tutur Trubus.
BACA JUGA:Presiden Jokowi Terbitkan PP Larang Penjualan Rokok Ketengan
“Ini kan sebenarnya tergantung pada kebutuhan sehari-hari, padahal pemerintah masih lemah di lapangan pekerjaan. Makanya tidak pas,” pungkasnya.
Sementara itu, Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (Aparsi) mewakili seluruh pelaku usaha pasar rakyat juga menyuarakan tolokan keras atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang telah disahkan Presiden Jokowi. Sejumlah pasal terkait pelarangan penjualan produk tembakau dalam peraturan tersebut dinilai mengancam keberlangsungan usaha pedagang pasar.
Ketua Umum Aparsi, Suhendro, secara tegas menyatakan bahwa penerbitan PP Kesehatan ini akan mengancam keberlangsungan hidup 9 juta pedagang di pasar rakyat yang menyebar di seluruh Indonesia. Salah satu pasal yang akan diberlakukan yaitu larangan menjual rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain serta larangan menjual rokok secara eceran yang dinilai masih sangat rancu untuk diberlakukan.
BACA JUGA:Ini 5 Alasan Pemerintah Larang Penjualan Rokok Ketengan
“Kami menolak keras dua larangan ini karena beberapa faktor. Salah satunya karena banyak pasar yang berdekatan dengan sekolah, institusi pendidikan, atau fasilitas bermain anak. Peraturan ini juga dapat menurunkan omzet pedagang pasar yang banyak berasal dari penjualan produk tembakau. Hal ini akan menimbulkan permasalahan baru bagi kami sebagai pelaku usaha,” ungkapnya melalui keterangan tertulis, Kamis (1/8).
Dengan kondisi tersebut, Suhendro memaparkan, larangan terhadap produk tembakau yang ditegaskan dalam PP Kesehatan ini dapat menekan pertumbuhan ekonomi pedagang pasar yang sampai saat ini masih baru bertumbuh dari imbas pandemi beberapa tahun sebelumnya.
“Jika aturan ini diberlakukan, kami telah menghitung penurunan omzet usaha sebesar 20-30 persen, bahkan sampai pada ancaman penutupan usaha karena komoditas ini menjadi penyumbang omzet terbesar bagi teman-teman pedagang pasar,” tegasnya. (ce1)