Berita Bekasi Nomor Satu

Ribuan Warga Bekasi Geruduk DPR dan KPU RI Hari Ini

ILUSTRASI: Gedung DPR RI. ISTIMEWA

RADARBEKASI.ID, BEKASI –Demokrasi sedang tidak baik-baik saja. Rasa itu dituangkan pada gambar bertuliskan “Peringatan Darurat” oleh masyarakat lewat media sosial sepanjang Rabu (21/8) siang.

Reaksi ini menyikapi akrobat politik Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk ‘mengebiri’ putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah aturan ambang batas pencalonan kepala daerah. Tak hanya ambang batas, Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR juga merubah batas usia calon kepala daerah.

Hari ini, Kamis (22/8), ribuan orang dari berbagai kalangan di Bekasi akan bergerak menuju gedung DPR RI dan KPU RI di Jakarta. Massa akan mendesak DPR RI agar tidak melawan putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 serta mendesak KPU RI untuk mengeluarkan PKPU sesuai dengan putusan MK tersebut.

Dari kalangan buruh, lebih dari 1.000 orang akan bergerak ke Jakarta. Serikat pekerja ini merasa ikut bertanggung jawab atas hasil dari Judicial Review (JR) yang diajukan, salah satunya oleh Partai Buruh.

“Untuk besok (hari ini,red) kita khususnya dari Bekasi itu 1.500 orang,” ungkap Sekretaris Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (KC FSPMI) Bekasi, Sarino, Rabu (21/8).

Masa akan berunjuk rasa dua hari berturut-turut di gedung DPR RI dan KPU RI pasca DPR RI memaksakan revisi UU Pilkada. Menurutnya, keputusan MK tersebut sedianya diberlakukan segera.

Terlepas dari kewenangan yang dimiliki oleh DPR RI untuk merevisi UU, tidak serta merta dapat menganulir putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Justru, apa yang dilakukan DPR RI sebagai wakil rakyat menunjukkan bahwa lembaga tersebut tidak aspiratif lantaran hanya mengedepankan kehendak kelompok elit.

Apabila kehendak tersebut tetap dipaksakan guna menganulir ataupun menunda pelaksanaan keputusan MK, pihaknya akan mengkonsolidasikan isu ini di kepengurusan tingkat daerah termasuk pada aliansi buruh di Bekasi.

“Maka kita akan melaksanakan aksi yang lebih besar, bahkan bila diperlukan kita nanti akan minta mohon nasional di seluruh elemen buruh yang ada di Indonesia,” tegasnya.

BACA JUGA: Soal Putusan MK soal Ambang Batas Pencalonan di Pilkada Serentak, Begini Respon Partai Demokrat Kota Bekasi

Sarino menekankan bahwa aksi yang digelar oleh buruh ini merupakan kepentingan nasional, bukan semata-mata kepentingan kelompok buruh.

Aksi serupa juga akan dilakukan ribuan punggawa Partai Buruh Kabupaten Bekasi juga. Mereka akan menggeruduk Gedung DPR RI untuk mengawal putusan MK.

“Putusan MK itu harus dijalankan. Kita mengawal hasil putusan MK. Kalau titik kumpul, mungkin kita nggak bisa kasih tahu. Tapi kalau dari Kabupaten Bekasi insya Allah datang, 11 unsur serikat pekerja hadir semua untuk aksi di DPR RI. Perkiraan yang akan berangkat besok (hari ini,red) dari Kabupaten Bekasi 2 ribu orang,” ungkap Ketua Exco Partai Buruh Kabupaten Bekasi, Ali Nur Hamzah.

Aksi juga akan digelar oleh pengurus, kader, dan simpatisan Partai Ummat. Ratusan orang akan bertolak dari Kota Bekasi berdasarkan instruksi pimpinan pusat.

“50 sampai 100 orang akan berangkat ke Jakarta,” kata Sekretaris DPD Partai Ummat Kota Bekasi, Jon Edy.

Adanya gerakan masyarakat mengenai peringatan darurat, Pengamat Politik Bekasi Roy Kamarullah menganggap, memang sudah seharusnya dilakukan. Karena saat ini bukan saja darurat demokrasi, tetapi darurat konstitusi. Karena pijakan dalam bernegara itu adalah konstitusi. Apabila konstitusi saja tidak dihargai, lalu mau berpijak kemana dalam bernegara.

“Pada saat ada gerakan seperti ini, bahwa negara sudah dalam kondisi darurat, saya pikir betul, wajar. Kenapa, karena dasar kita bernegara konstitusi, pada saat keputusan konstitusi saja tidak dihiraukan. Maka sesungguhnya kita sedang menginjak-injak konstitusi. Wajar apabila ada gerakan negara dalam kondisi darurat,” ungkapnya.

Pengamat Sosial dan Dosen Institut Bisnis Muhammadiyah (IBM) Bekasi, Hamludin menilai bahwa gerakan kawal putusan MK di Jakarta hari ini maupun di media sosial yang nampak sejak kemarin adalah respon terhadap dinamika yang terjadi dewasa ini.
Hamludin menyampaikan bahwa wakil rakyat sedianya mendengar aspirasi yang disampaikan di luar gedung DPR. Pasalnya keberadaan mereka sebagai wakil rakyat pun, atas suara yang diberikan oleh rakyat di bilik suara.

“Kemarahan publik ini bisa saja memuncak juga ya, publik juga sudah muak dengan akrobat politik semacam itu. Sehingga kita berharap para pengambil keputusan di DPR dan eksekutif itu mendengarkan saran,” ucapnya.

Sementara itu, Pengamat Politik Universitas Islam 45 (Unisma) Bekasi, Ainur Rofiq melihat dinamika yang terjadi hari ini seakan berlomba-lomba di waktu yang relatif sempit sebelum masa pendaftaran calon kepala daerah dibuka. Putusan MK beberapa waktu lalu menurutnya, bisa menjadi angin segar dari kekhawatiran publik akan kontrol yang berlebihan dari kekuasaan.

“Memang ini menarik, baru kali ini semua seperti kejar-kejaran. Ditambah lagi kalau UU bisa direvisi dalam waktu singkat itu bisa jadi sesuatu yang menarik juga,” ungkapnya.

Pasalnya, dalam proses penyusunan UU sebelumnya bahkan membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Berdasarkan prinsip demokrasi sedianya tidak hanya partai politik di dalam parlemen saja yang bisa mengusung calon kepala daerah. Hal yang sama juga beberapa kali menjadi diskursus pada ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold.

“Sedangkan ini kan kita bukan pemerintahan yang menganut sistem parlementer, penguatan kita itu kan Presidential, itu juga yang tertera di Undang-undang Dasar kita,” ucapnya.

Bukan tentang banyak atau sedikitnya calon yang disuguhkan kepada masyarakat, yang paling penting adalah proses demokrasi berjalan secara alamiah, tidak Bu Design. Hal ini tercermin dari kebebasan untuk mencalonkan diri, serta tidak ada upaya-upaya yang mengarah pada penjegalan seseorang untuk mencalonkan diri.

“Kalau berbicara banyak atau sedikit itu relatif. Sebenarnya secara alamiah bahwa seseorang punya kompetensi, punya kualifikasi, ya sudah memang itu yang berhak untuk diusung, nanti masyarakat bisa menilainya,” tambahnya.

Ia mengingatkan bahwa apa yang terjadi saat ini akan menjadi warisan bagi generasi yang akan datang. Kekhawatirannya sebagai bagian dari kalangan akademisi adalah cara pandang generasi muda terhadap dunia politik, justru akan menuntun mereka acuh terhadap dunia politik. (sur/pra)