Berita Bekasi Nomor Satu

Wamenaker: 60 Perusahaan Akan Lakukan PHK di 2025

SAMPAIKAN ASPIRASI: Ratusan buruh menyampaikan aspirasi dengan melakukan aksi demonstrasi, di PT Unilever Indonesia Tbk, Kawasan Industri Jababeka, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi, Senin (11/4). ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI-Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer Gerungan, mengungkapkan adanya ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) yang signifikan menjelang tahun 2025. Berdasarkan informasi yang diterimanya, sebanyak 60 perusahaan berencana melakukan PHK dalam waktu dekat.

“Ini mengerikan sekali, ada sekitar 60 perusahaan yang akan melakukan PHK. Keluhannya terkait Permendag Nomor 8 Tahun 2024, yang mempermudah impor bahan jadi,” ujar Immanuel yang dikutip dari JPNN, Minggu 29 Desember 2024.

Ia menyebutkan bahwa kebijakan ini dianggap menyulitkan perusahaan dalam bersaing dan memengaruhi kelangsungan usaha. Noel menegaskan pentingnya upaya untuk mencegah terjadinya badai PHK di Indonesia.

BACA JUGA:Delapan Bulan Terakhir, Ribuan Pekerja di Bekasi Terkena PHK Dampak “Outsourcing”  

“Kita lihat badai PHK di mana-mana. Bukan di Indonesia saja ya, tetapi di dunia. Ini adalah bagian dari transisi menuju tatanan dunia baru yang membawa tantangan besar,” ujarnya.

“Tugas negara adalah memastikan agar buruh atau pekerja tidak terkena PHK. Kami berusaha melindungi kawan-kawan buruh di Sritex,” tegas Noel.

Untuk menghadapi potensi PHK, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menyiapkan beberapa langkah mitigasi, seperti program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), pelatihan di balai latihan kerja (BLK) terutama di Semarang dan Solo, serta memperluas akses ke pasar kerja.

BACA JUGA:Ribuan Pekerja di Bekasi Terkena PHK

Gelombang PHK yang melibatkan 60 perusahaan ini tidak hanya berdampak pada para pekerja, tetapi juga pada masyarakat secara umum. Dengan semakin banyaknya pekerja kehilangan mata pencaharian, daya beli masyarakat terancam menurun, sementara beban ekonomi justru meningkat. Harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik menambah tekanan bagi keluarga-keluarga yang terdampak.

Di tengah situasi ini, beban pajak yang tetap tinggi menjadi tantangan tambahan bagi masyarakat. Sejumlah kalangan menyoroti perlunya kebijakan fiskal yang lebih responsif untuk meringankan beban rakyat, seperti penurunan tarif pajak atau pemberian subsidi tambahan pada bahan kebutuhan pokok. (ce1)