RADARBEKASI.ID, BEKASI – Sejumlah siswa di Kabupaten Bekasi terpaksa tidak mengikuti kegiatan belajar mengajar melalui dalam jaringan (Daring). Alasannya, karena tidak memiliki ponsel pintar maupun keterbatasan kuota internet.
“Ada empat orang siswa kelas VII yang belum terkoneksi tiap belajar online. Kami kesulitan mencari empat anak itu. Saya sama guru akan lakukan home visit dulu, tapi kami kesulitan mencari alamatnya di mana. Entah di mana empat siswa itu,” ujar Kepala SMPN I Tambun Selatan, Annisa Ule kepada Radar Bekasi, Minggu (26/7).
Akibatnya, tiap belajar daring empat siswa tersebut selalu absen dan tidak pernah muncul di dinding virtual. “Sangat membebankan belajar online ini. Terutama, bagi siswa yang tidak memiliki HP android,” katanya.
Selain itu juga, terbatasnya koneksi internet menjadi salah satu kendala. Beberapa alternatif, memang sudah memungkinkan sekolah lakukan yakni dengan menggunakan anggaran bos. Namun, sampai saat ini pihaknya masih menunggu kepastian dari Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bekasi, terkait kapan bantuan tersebut bisa diserap.
Di SMPN 1 Cikarang Utara, sekitar 20 persen siswa belajar dengan metode luring, yakni siswa mengantarkan jawaban dan mengambil materi pembelajaran lainnya ke sekolah. ”Itu data yang kita miliki, berkaitan dengan siswa yang tidak memiliki handphone,” kata Kepala SMPN 1 Cikarang Utara, Ade Irod.
Terpisah, Kepala Bidang (Kabid) SMP Disdik Kabupaten Bekasi, Kusuma Ridwan menyatakan, akan memberikan keringanan belajar bagi siswa tidak mampu. Dia berharap agar proses belajar daring tidak berkelanjutan. Meskipun, dalam penentuan nya sangat berkaitan dengan perkembangan Covid-19.
“Tapi, Jabar sendiri sudah menyampaikan bahwa kegiatan belajar mengajar akan dilaksanakan dalam waktu dekat,” katanya.
Dimana, kata dia, dalam tahapannya Pemprov Jawa Barat akan melakukan swab test massal kepada seluruh guru sebelum kegiatan belajar mengajar secara tatap muka dimulai. “Kita masih menunggu kelanjutannya. Kita, apresiasi langkah pemprov agar kegiatan belajar bisa maksimal,” imbuhnya.
Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti mengatakan, anak-anak yang terisolasi dan harus mengikuti PJJ belajar dari rumah selama berbulan-bulan karena pandemi Covid-19 menghadapi risiko mental.
Dampak yang muncul antara lain mengalami kejenuhan, penurunan minat belajar, terpapar konten negatif akibat aktivitas penggunaan internet yang sangat tinggi, serta naiknya risiko kesehatan anak akibat kegiatan yang minim. “Pertama, anak rentan mengalami kecanduan gadget, internet serta eksploitasi seksual,” ucap Retno dalam siaran persnya, Minggu (26/7).
Selama PJJ, tutur Retno, anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu di depan layar gadget untuk mengerjakan tugas dan mengakses internet. Menurutnya, teknologi informasi ibarat pisau bermata dua. Teknologi informasi di satu sisi memudahkan komunikasi dan menghilangkan jarak. Namun di sisi lain kehadiran teknologi komunikasi juga memiliki ruang-ruang gelap yang menjadi tempat predator seksual, industri hoaks, dan pornografi. “Seiring dengan pemberlakuan pembatasan sosial akibat pandemi, ruang publik anak-anak nyaris tersedot habis ke dalam rimba raya virtual,” kata Retno.
Lebih lanjut Retno mengatakan, dunia digital merupakan ruang publik yang bisa saja tidak aman dan tidak ramah bagi anak-anak. Sementara pada masa pandemi, anak-anak kerap memegang gadget untuk mengisi waktu luang setelah PJJ. “Selama pandemi, KPAI menerima beberapa pengaduan cyberbullying oleh teman sekolah korban,” tandasnya. (dan/jpnn)
