Berita Bekasi Nomor Satu

Layanan Adminduk Transgender Dinilai Tidak Transparan

Illustrasi Transgender

RADARBEKASI.ID, BEKASI SELATAN – Kebijakan Dirjen Dukcapil Kemendagri RI, terkait layanan Administrasi kependudukan (Adminduk) bagi Transgender dan Transpuan yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, melalui Dinas Kependudukan dan catatan sipil (Disdukcapil) dinilai tidak transparan.

Hal itu turut dikomentari Penggiat Sosial, sekaligus Aktivis dari Yayasan Human Luhur Berdikari, Yusuf Blegur.

Menurutnya, kebijakan layanan adminduk ini sesuai dasar hukumnya telah ditetapkan oleh Dirjen Dukcapil Kemendagri RI. Maka tak ada pilihan bagi Pemkot Bekasi maupun Pemda lainnya untuk menjalankan tugasnya sebagai lembaga pelaksana kebijakan pusat sesuai aturan dan ketentuannya.

Namun, beberapa hal yang prinsip, dan perlu ditelaah kembali adalah menyangkut urusan sosiologis, dan kemanusiaan.

“Pertama, sangat disayangkan kebijakan itu seperti tidak transparan, tidak melalui proses pelibatan institusi dan lembaga representatif yang berwenang dan kompeten, sosialisasi yang luas dan menyediakan ruang pendapat, saran, dan masukan dari elemen masyarakat menyangkut isu transgender. Bahkan, harus ada fatwa ulama yang mendasari boleh atau tidaknya aturan itu berlaku,” kata Yusuf saat dikonfirmasi Radar Bekasi.

Sejauh ini, diakui mantan aktivis 98 ini, pihaknya belum tahu dilibatkan atau tidaknya MUI dan lembaga lainnya atau organisasi keagamaan seperti, misalnya NU, Muhamadiyah, serta organisasi lintas agama lainnya, termasuk para ulama, tokoh pendidikan, para pakar sosiologis dan para ahli pendidikan, psikologi, serta kebudayaan.

“Yang jelas, akomodasi pelayanan hak-hak kewarganegaraan itu tak boleh serampangan dan begitu dimudahkan untuk dikeluarkan pemerintah. Sama halnya, terkait dengan isu lain semisal legalitas ganja atau narkotika lain, lalu lokalisasi perjudian, pekerja seks komersil, dan LGBT, serta penerapan gaya hidup seks bebas dan lainnya,” ungkapnya.

Ia menilai Pemerintah sejatinya lebih jeli, dan hati-hati menerapkan kebijakan yang akan dituangkan dalam UU. Karena, hal itu harus melewati dan penuhi unsur dari kearifan budaya maupun keagamaan masyarakat. ” Apalagi, khususnya dengan kebijakan adminduk transgender ini memungkinkan bakal menjadi pintu masuk dilegalkannya perilaku LGBT dan kehidupan seks bebas,” sambungnya.

Intinya, Yusuf menegaskan, setiap peraturan mutlak harus ada analisa dan kajian tentang apakah produk aturan itu bakal lebih banyak membawa kemaslahatan, atau malah akan menimbulkan kemudharatan yang luas bagi kehidupan masyarakat di negeri ini.

Harapan dia, jangan sampai kemudahan penerapan sistem yang bersumber konsep liberalisasi dan sekulerisme barat itu menghancurkan ketahanan sosial dan budaya bangsa.

“Tak semua dari produk globalisasi itu bisa diterima adab ketimuran, dan juga ditelan mentah-mentah oleh regulasi kebijakan pemerintah,” ketusnya.

Terakhir, Yusuf menambahkan, melihat masih berlakunya kebijakan otonomi daerah, maka Pemda baik itu provinsi maupun kota/ kabupaten, menyimak lebih jauh dan menyelami persoalan lebih dalam lagi secara substansi, maka Pemda maupun unsur dari masyarakat dapat menolak dan mendorong pembatalan aturan tersebut ke pemerintah pusat dalam hal ini Dirjen Dukcapil.

“Jadi, kalau diskursusnya itu menemukan persoalan transgender lebih kuat pada adanya indikasi penyakit sosial, atau penyimpangan perilaku, apalagi terjadi polarisasi kehidupan seks bebas sangat memungkinkan otoritas terkait dan masyarakat untuk bisa meninjau kembali aturan administrasi transgender tersebut,”jelasnya.

”Jangan sampai juga, jika dibiarkan dampaknya lebih luas bagi negara kita yang mayoritasnya umat Islam ini. Sehingga hal ini memunculkan asumsi sebagai bagian dari proses deislamisasi, mengingat transgender dan LGBT bertentangan dan dilarang dalam ajaran Islam,” tambahnya.

Terpisah, Wakil Ketua MUI Kota Bekasi, KH Abu Bakar Rahziz mengaku, enggan meberikan komentar lebih jauh, karena MUI belum mengetahui tentang kebijakan tersebut. Untuk mengantisipasi timbulnya kegaduhan pihaknya perlu mendalami, dan mengetahui poin-poin yang terdapat dalam kebijakan itu.

“Saya belum bisa berkomentar dulu, isu yang semacam ini kita perlu kaji dan bahas secara mendalam, karena sejauh ini kita juga belum tahu tentang kebijakan tersebut,” singkatnya ditemui di Kantor MUI Kota Bekasi belum lama ini.

Diberitakan sebelumnya, Ketua DPRD Kota Bekasi, Chairoman J Putro menyampaikan, kalau pihaknya berharap layanan Adminduk terkait perubahan status jenis kelamin harus cermat didasarkan otentifikasi dokumen, dan hasil penetapan pengadilan yang melibatkan pihak-pihak terkait, seperti para ulama dan tokoh agama, serta tentunya ahli atau pakar di bidang kesehatan. (mhf)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin