Berita Bekasi Nomor Satu

Warga Menolak Banjir Lebih Parah

RAWAN BANJIR: Warga melintas di samping Kali BSK Kelurahan Kayuringin Jaya Bekasi Selatan Kota Bekasi, Kamis (11/11). Keberadaan kali BSK di kawasan tersebut menjadi ancaman banjir di saat musim penghujan. RAIZA SEPTIANTO/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, BEKASI SELATAN – Warga yang tergabung dalam Forum Warga Bumi Satria Kencana (BSK) dan 10 RW Kayuringin Jaya membuat petisi daring meminta penghentian proyek duplikasi crossing.

Petisi berjudul “Jangan Banjiri Kami dari Air Buangan Proyek Duplikasi Double Drain Crossing Tol”, hingga Kamis (11/11) pukul 20.27 WIB telah ditandatangani 2.530 orang.

Petisi daring dibuat untuk menggalang dukungan agar air dari wilayah Selatan Kalimalang tidak dialirkan ke Kali BSK atau Kalijati yang melintasi 10 RW di Kelurahan Kayuringin Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kota Bekasi.

Warga di 10 lingkungan RW ini mengaku telah bertahun-tahun akrab dengan bencana banjir. Sejak 1980 Kalijati belum pernah dinormalisasi, limpahan air diprediksi akan memperparah banjir yang selama ini dialami warga.

Petisi yang dibuat meminta Pemerintah Kota Bekasi melalui Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) menghentikan proyek duplikasi crossing dibuat sodetan kali yang baru sesuai usulan warga, normalisasi Kalijati, penambahan pompa di pintu air Rawa Tembaga, pemindahan pintu air Rawa Tembaga menuju hilir Kalijati.

Beberapa kali warga sudah berdialog dengan Pemkot dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pertemuan tersebut telah menghasilkan beberapa keputusan termasuk sesuai tuntutan warga.

Pemerintah juga menyampaikan penanganan akan dilakukan dari hulu sampai ke hilir. “Kita nggak percaya dengan janji-janji, konsep-konsep seperti itu, karena selama ini kita kebanjiran Pemkot tidak pernah hadir, tidak pernah memberikan solusi,” kata perwakilan warga, Nana Supriatna, Kamis (11/11).

 

Sejak akrab dengan bencana banjir, warga mengaku telah mengajukan sejumlah opsi penanggulangan banjir. Diantaranya adalah pengadaan pompa air, pematusan saluran air, hingga normalisasi. Namun, solusi tersebut belum kunjung terealisasi dengan alasan ketidaktersediaan anggaran.

Ia menyampaikan bahwa penanganan banjir yang baik dimulai dari hilir ke hulu, bukan sebaliknya. Saat ini warga tetap meminta air tidak dialirkan ke Kalijati, dan penolakan tersebut adalah hak warga negara jika proyek pembangunan diyakini akan menimbulkan bencana.

“Jadi tetap warga menolak, kita akan terus berjuang,” tukasnya.

Sebelumnya, menjawab penolakan warga, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi menyampaikan bahwa secara geografis ketinggian wilayahnya dari permukaan laut hanya 29 meter. Bencana banjir ditambah dengan alih fungsi kawasan rawa dan pertanian menjadi kawasan perumahan, sejumlah langkah yang dilakukan untuk mencegah banjir tidak lagi mampu menolong Kota Bekasi dari bencana banjir.

“Kasus yang ramai saat ini ada di BSK, di BSK pemerintah sudah berupaya bukan saja dari hilir sampai ke hulu, ada crossing di BSK, sedang dikerjakan,” katanya.

Warga diminta untuk bersabar selama proses pembangunan berjalan. Rencana penanganan banjir secara menyeluruh telah dirancang, pertama adalah menahan banjir lebih parah dengan sistem pemompaan, serta normalisasi kali.

Wilayah Perumahan BSK diakui wilayah cekungan, lebih rendah dari lokasi duplikasi crossing dan sekitarnya. Rahmat telah meminta kepada DBMSDA untuk menyediakan pompa berukuran besar di aliran kali, tepatnya di area Islamic Center.

 

“Yang kedua kita minta BBWSCC dan BMSDA turun ke bawah, ke kali Rawa Tembaga untuk melakukan sedimentasi atau pengerukan sampai ke bibir Islamic Center,” tambahnya.

Ditekankan sampai dengan saat ini pihaknya masih melakukan penanganan banjir yang mendera Kota Bekasi. Data yang ia kantongi, ada 49 titik banjir di wilayah Kota Bekasi yang hari diselesaikan. (sur)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin