Berita Bekasi Nomor Satu

Jelajah Makam-Makam Kuno, Belajar Arsitektur dan Sejarah hingga Mencari Garis Keturunan Keluarga

Komunitas Indonesia Graveyard hanya meneliti makam yang sebelum 1950-an. Dari arsitektur makam atau tulisan di nisan, mereka bisa mengetahui sejarah di balik makam tersebut. (Indonesia Graveyard untuk Jawa Pos).

JELAJAH makam-makam kuno punya banyak pembelajaran. Selain mempelajari arsitektur dan sejarah, dapat juga digunakan untuk menelusuri garis keturunan keluarga.

——–

TIDAK banyak orang yang memiliki hobi mengunjungi makam-makam kuno. Sebagian besar orang menganggap makam sebagai tempat yang kurang nyaman.

Tidak begitu dengan  Ruri Hargiyono dan teman-temannya dari Indonesia Graveyard. Mereka menganggap kompleks pemakaman sebagai hal yang menyenangkan untuk dieksplorasi.

BACA JUGA: Massa Tumpah Ruah di Luar Area Pemakaman Emmeril Kahn Mumtadz

Sudah lebih dari enam tahun Ruri bersama teman-temannya di komunitas Indonesia Graveyard menjelajah makam.

Tidak sembarang makam. Spesialisasinya adalah makam kuno. Persisnya makam yang ada sejak 1950 atau sebelumnya.

”Menurut kami, makam 1950 ke atas itu baru,” ungkap dikutip dari Jawa Pos. Batasan itu membawa mereka ke makam-makam unik.

BACA JUGA: Viral Maskawin Kain Kafan, Ini Alasan Pengantin

Bahkan tidak jarang langka. Misalnya, makam orang Belanda yang terletak di belakang masjid.

Ruri menyatakan, makam seperti itu sangat langka. Sebab, orang Belanda tidak pernah mau dimakamkan satu kompleks dengan pribumi.

Dari makam-makam tua tersebut, mereka bisa belajar banyak hal. Mulai arsitektur sampai sejarah. ”Banyak sekali pengetahuan yang bisa kami gali dari sebuah makam,” ujarnya.

BACA JUGA: Pecian dan Sarungan, Ternyata ke Tempat Karoke, Pria Ini Kena Sweeping Polisi

Pergerakan mereka juga tidak sembarangan. Mereka bersandar pada jurnal, karya tulis, hingga peta dari Universitas Leiden yang biasa mereka sebut Peta Lama.

Di peta itu, biasanya makam-makam tua tergambar. Baik peta makam orang Belanda yang ditandai dengan simbol salib, peta makam orang Jawa atau muslim dengan simbol bintang sabit, maupun peta makam orang Tionghoa dengan simbol setengah lingkaran.

Makam-makam tua tersebut tersebar di berbagai daerah. Namun, sejauh ini kebanyakan makam tua di Jawa yang disambangi Ruri dan teman-temannya. Mulai Jakarta, Solo, Semarang, Surabaya, hingga kota-kota lainnya.

BACA JUGA: Ini Rapat Perdana KONI Kota Bekasi Periode 2023-2027, Ada Bicara Bonus Atlet

Kadang makam tua itu masih ada sesuai dengan Peta Lama. Tidak sedikit yang sudah lenyap.

Ruri mengakui, aktivitas Indonesia Graveyard blusukan ke makam-makam tua bisa dibilang melawan arus.

Apalagi, banyak warga Indonesia yang menganggap makam sebagai tempat bersemayam makhluk dari dimensi lain.

BACA JUGA: Kirim Pesan WA ke Perempuan Diduga Selingkuhan Suami, Sabrina Vanesha De Vega Didakwa Melanggar UU ITE

Karena itu, Ruri dan teman-temannya memegang komitmen menjauh dari hal-hal yang bersifat mistis dan klenik. Namun, mereka tak lantas tidak blusukan ke makam-makam yang dianggap tabu.

”Ada juga makam-makam Jawa yang begitu. Yang nggak boleh ini, nggak boleh itu. Kami berusaha nggak mengupas ke arah situ,” jelasnya.

Indonesia Graveyard lebih berfokus pada pencatatan data dan dokumentasi. Cita-cita Ruri dan teman-temannya di Indonesia Graveyard adalah memiliki basis data makam-makam tua yang bisa diakses siapa saja.

BACA JUGA: Petualangan Ini Bikin Aming Memilih Jalan Hijrah

Lebih dari itu, mereka ingin membantu orang-orang yang ingin mencari garis keturunan keluarga atau leluhur. Karena itu, belakangan ini mereka mulai membangun web yang berisi data makam-makam tua yang sudah disambangi.

Meski selalu berusaha menghindar dari hal mistis dan hal sensitif lainnya, Ruri punya batasan lain.

Perempuan yang kini tinggal di Jogjakarta itu menjelaskan, tidak semua makam tua berada di area terbuka.

BACA JUGA: Cek Nih, Loker di Job Fair Kota Bekasi 2023, Ada 34 Perusahaan, Buka 3.800 Formasi Lowongan

Ada yang letaknya di area tertutup, gelap, dan punya aura beda ketika didatangi. Bila datang ke makam-makam seperti itu, tubuh Ruri biasanya langsung memberi warning.

Bukan karena dia punya indra keenam dan sebagainya, melainkan karena Ruri memang membatasi diri. ”Kalau terasa berat di badan atau di bahu untuk masuk ke sebuah tempat atau makam, saya tidak akan memaksakan diri untuk masuk,” tegasnya.

Ruri mengakui, dirinya bisa dibilang penakut. Namun, dia memang memiliki basic senang memotret bangunan tua dan makam tua. Rasa takut dalam dirinya kalah oleh rasa ingin tahu. Dia pun bisa bertahan bertahun-tahun menjelajah dan blusukan dari satu makam ke makam lain.

BACA JUGA: Lihat Nih, Banjir Gang Cue Sudah 3 Tahun Tak Pernah Surut, Airnya Menghitam Begini, Plt Wali Kota Bilang Ini Solusinya

Selain batasan tadi, Ruri punya batasan lainnya. Yaitu, jam blusukan. ”Saya blusukan maksimal sampai jam 5 sore. Itu sudah maksimal banget,” kata dia.

Mendatangi makam, bagi Indonesia Graveyard, tidak ubahnya bertamu, mendatangi rumah orang lain. Karena itu, mereka selalu menjaga etika.

Bahkan, jika tidak diizinkan penjaga makam, mereka tidak mendesak atau memaksa supaya mendapat izin. ”So far kami tidak pernah mengalami hal yang aneh-aneh. Karena balik lagi, kami semua sudah punya ukuran masing-masing,” tandasnya. (jpc)