Berita Bekasi Nomor Satu

Ponpes Salafiyah Biba`ah Fadirah, Pesantren 11 Lantai yang Terus Membangun untuk Membahagiakan

Ponpes Salafiyah Biba'ah Fadlrah di Kabupaten Malang. (DARMONO/JAWA POS RADAR MALANG)

BERKUNJUNG ke bangunan yang terletak di Desa Sananrejo, Kabupaten Malang, itu adalah lawatan yang menjanjikan banyak hal. Dari kesempatan beribadah sampai tamasya yang memanjakan mata. Dari lantai 9 dan 10 bangunan Ponpes Salafiyah Biba’a Fadlrah itu, misalnya, menawarkan apa yang mungkin tidak bisa didapat di sembarang tempat: lanskap banyak sudut di Kabupaten Malang, Jawa Timur.

====================

 

 

Jejak sejarah juga bisa langsung ditemukan di dekat pintu masuk bangunan yang memadukan cita rasa arsitektur Timur Tengah, India, Eropa, dan Tiongkok tersebut. ”Dari pintu masuk, di sebelah kiri ada aula. Di sana itu tempat lahirnya Romo Kiai Ahmad,” ujar Fadlrah Kisyanto, salah satu panitia Ponpes Salafiyah Biba’a, kepada Jawa Pos Radar Malang Jumat (31/3/2023) lalu.

 

 

Sebagian orang mengenal bangunan ponpes tersebut sebagai Masjid Tiban. Ponpes itu bernama lengkap Pondok Pesantren Salafiyah Bihaaru Bahri ’Asali Fadlaailir Rahmah atau dalam keseharian disingkat dengan Ponpes Salafiyah Biba’a Fadlrah.

 

BACA JUGA: Jelajah Makam-Makam Kuno, Belajar Arsitektur dan Sejarah hingga Mencari Garis Keturunan Keluarga

 

Bangunan tersebut awalnya rumah tinggal milik perintis, pendiri, pemilik, sekaligus pengasuh ponpes Hadlratus Syaich Romo Kiai Haji Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub Rahmat Alam. Orang-orang biasa memanggilnya Romo Kiai Ahmad.

 

 

Karena banyak dijadikan jujukan mempelajari Islam, pada 1978 bangunan tersebut diresmikan sebagai ponpes. Sejak saat itu pula mulai ada pembangunan sedikit demi sedikit.

 

 

Namun, terang Kisyanto, konstruksinya hanya menggunakan batu bata merah dan tanah liat. Pada 1998, ketika Indonesia diterpa krisis moneter, dimulailah pembangunan menggunakan konstruksi permanen.

 

BACA JUGA: Siapa Membunuh Putri (1)

 

Secara logika, lanjut Kisyanto, memang tidak lazim. ”Hati saja juga setengah protes. Kondisi krisis kok malah diminta membangun pondok. Namun, mulai saat itu, pembangunan justru tidak pernah berhenti sampai sekarang,” imbuhnya.

 

 

Bukan tanpa alasan. Pembangunan itu memang berdasar hasil istikharah Romo Kiai Ahmad ketika menemui permasalahan. ”Setelah istikharah, beliau akan diberi petunjuk untuk melaksanakan pembangunan. Sehingga tidak ada gambarnya sama sekali,” kata Kisyanto.

 

 

Biasanya, Romo Kiai Ahmad hanya akan menyampaikan gambaran umum. Seperti perintah membangun lantai berapa beserta ukurannya. Petunjuk itu akan disampaikan kepada Kisyanto dan rekan-rekannya. ”Saya biasanya menerjemahkan sendiri melalui diskusi bersama beliau. Kalau dalam proses pembangunan ada yang tidak tepat, ya kami akan konsultasi,” lanjutnya.

 

BACA JUGA: Operasi Yustisi Ramadan di Apartemen, 4 Perempuan Muda Diamankan

 

Proses seperti itu terus berlanjut hingga kini mencapai sebelas lantai. Meski memang belum semuanya 100 persen terselesaikan. Sebab, pembangunan dilakukan secara bertahap dan diutamakan dasar bangunannya saja. ”Kalau harus finis semua sebelas lantai, ya tidak mungkin. Lantai pertama saja masih ada yang belum selesai,” kata alumnus Universitas Negeri Malang (UM) tersebut.

 

 

Di beberapa ruangan pun masih banyak dinding yang belum dicat atau bahkan belum diberi ornamen. Untuk lantai 1, tampak pajangan akuarium cukup besar dan tempat penjualan cenderamata. Berbagai jenis makanan ringan pun dijual dengan harga murah, sekitar Rp 1.000–20.000.

 

 

Di lantai 2 sampai 6, terdapat ukiran yang terpahat indah. Kemudian, di lantai 7 dan 8, terdapat pusat perbelanjaan atau oleh-oleh yang dikelola para santri. Sementara pembangunan di lantai 11 masih bertahap.

 

BACA JUGA: Terbukti Berzina, Kades Sukadanau Nonaktif Ditahan

 

Kisyanto memaparkan, pembangunan ponpes tersebut tidak akan pernah selesai. Sebab, pembangunannya memang berdasar permasalahan. Filosofinya, selama kehidupan masih berlangsung, permasalahan juga akan selalu ada. Dan, itulah yang akan diselesaikan melalui pembangunan.

 

 

 

”Kami diajarkan sama beliau bahwa setiap masalah bersumber dari penyakit hati,” jelas laki-laki yang sudah mengabdi di ponpes itu sejak sekitar 30 tahun silam tersebut.

 

 

Sehingga Romo Kiai Ahmad, seperti ditirukan Kisyanto, menyelesaikan permasalahan itu dengan membahagiakan orang lain. ”Allah SWT tidak membatasi hamba-Nya untuk menyelesaikan masalah,” tuturnya.

 

BACA JUGA: Cek Nih, Loker di Job Fair Kota Bekasi 2023, Ada 34 Perusahaan, Buka 3.800 Formasi Lowongan

 

Jika diselesaikan dengan membuat bangunan, kata Kisyanto, manfaatnya bisa dirasakan berbagai pihak. Misalnya, selain sebagai tempat menuntut ilmu agama, bisa juga dimanfaatkan sebagai objek wisata maupun objek penelitian.

 

 

 

Saat ini ponpes tersebut memiliki kurang lebih 300 santri. Daya tarik bangunan beserta isi membuat pengunjung tak pernah berhenti mengalir. Deviolita contohnya. Perempuan 24 tahun itu mengaku tertarik berkunjung karena kagum dengan arsitektur bangunan. Kekagumannya makin bertambah begitu mengetahui bahwa bangunan tersebut didirikan secara otodidak melalui petunjuk ketika salat istikharah.

 

 

 

”Saya kira ini dirancang oleh arsitek profesional. Saya sangat terkejut waktu mendengar bahwa perancangnya tidak memiliki background arsitektur maupun sipil,” ujarnya kepada Jawa Pos Radar Malang.

 

BACA JUGA: Mudik Gratis dari Bekasi, Catat Ini Jadwal dan Lokasi Pendaftarannya

 

Di puncak kunjungan, bahkan bisa mencapai 32.000 orang per hari. Menurut Kisyanto, itu biasa terjadi saat Ramadan, khususnya pada sepuluh hari menjelang Idul Fitri.

 

 

 

Sama seperti ponpes pada umumnya, jelas Kisyanto, kegiatan saat Ramadan pun sama. Di antaranya pembagian takjil dan buka puasa bersama. ”Dan, siapa pun bisa mendapatkannya,” kata dia. (jpc)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin