Berita Bekasi Nomor Satu

Pembangunan Ruas Tol Cimanggis-Cibitung Dikeluhkan Warga

MEDIASI: Proses mediasi antara warga dengan PT Cimanggis Cibitung Tollways (CCT) dan PT Waskita Karya. ISTIMEWA

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pembangunan ruas Tol Cimanggis – Cibitung dikeluhkan warga sekitar. Sejumlah warga di Desa Cijengkol Kecamatan Setu dan Grand Residence, mengeluh karena rumahnya retak-retak.

Bahkan, beberapa warga mendadak sesak nafas (Infeksi Saluran Pernapasan/ISPA) lantaran menghirup debu akibat pengerjaan proyek tersebut.

Ketua RW 014 Desa Cijengkol, Abib Endang Trisnawan, mengatakan tujuh orang warganya terpaksa harus dilarikan ke rumah sakit karena terkena gangguan pernafasan. Padahal, sebelumnya tidak pernah punya riwayat penyakit tersebut.

“Salah satu penyebab utamanya adalah terlalu banyak menghisap debu. Ini yang bilang dokter. Kami tidak asal bicara, ada bukti rekam medis dari Rumah Sakit Hermina,” katanya saat mediasi antara warga dengan PT Cimanggis Cibitung Tollways (CCT) dan PT Waskita Karya, dalam keterangan resminya.

Sedangkan berdasarkan laporan warga, terdapat sebanyak 15 unit mengalami retak akibat kencangnya getaran mesin alat berat pengerjaan proyek Tol Cimanggis – Cibitung.

Oleh karena itu, Abib, mewakili warga menuntut PT Cimanggis Cibitung Tollways (CCT) dan PT Waskita Karya selaku pelaksana proyek agar memberikan kompensasi dana pengobatan serta perbaikan rumah. Selain itu, meminta pembatasan jam kerja pembangunan proyek tidak 24 jam karena mengganggu warga.

“Setidaknya, jam kerja bisa dikurangi paling lama sampai pukul 22.00 WIB. Pengerjaan proyek yang nonstop membuat warga tidak dapat beristirahat nyaman, padahal mereka dituntut harus bangun pagi-pagi untuk bekerja,” jelasnya.

Bentuk kompensasi lain yang diminta adalah perhatian lebih terhadap kebutuhan sosial warga sekitar proyek.

“Kami berharap agar pihak CCT dan Waskita juga memprioritaskan pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR) di lingkungan sekitar terutama yang terdampak proyek,” harapnya.

Menanggapi hal ini, Quality, Health, Safety and Environment (QHSE) Coordinator CCT, Dihny Puspita Aziz, mengatakan pihaknya menyadari di setiap proyek pasti akan ada yang terdampak. Diakui, pihaknya siap menangani keluhan masyarakat, termasuk soal debu di proyek ini.

“Terkait dengan debu tadi, kita sudah melakukan penyiraman secara rutin dan memang lagi musim kemarau saat ini yang menyebabkan banyak debu,” ujarnya

Namun, ujar dia, pihaknya akan terlebih dulu melalui analisa data di lapangan dan dari kedokteran.

“Kita tidak bisa menjustifikasi itu disebabkan oleh debu atau bukan, kita harus berkoordinasi dengan rumah sakit terkait, apakah dampak dari debu atau bukan,” jelasnya

Dhiny menegaskan, pihak CCT akan bertanggung jawab jika memang ada keterangan resmi dari dokter Hyperkes (Dokter bersertifikat keselamat Kerja) yang menyebutkan bahwa benar warga yang sakit karena akibat debu proyek tol.

“Jika ada warga terdampak kita bisa kompensasi mereka, tapi dengan catatan bahwa itu (sakit ISPA karena debu) ada statement dari dokter hyperkes,” ujarnya.

Kuasa hukum AGPU, Roy Michael menilai, selain tidak memperhatikan dampak dari pembebasan lahan dalam Kawasan Grand Residence Bekasi, Desa Cijengkol, Kecamatan Setu juga cacat hukum.

Menurutnya selain cacat hukum melalui kesalahan penyebutan pemilik, eksekusi lahan seluas 6.000 meter untuk Pembangunan jalan Tol Cimanggis – Cibitung juga mengabaikan prinsip keadilan soal ganti rugi.

Nilai yang diberikan sangat jauh dengan nilai tanah disekitarnya padahal tanah yang dibebaskan adalah tanah matang yang siap dipasarkan oleh PT Agung Graha Persada Utama.

Anehnya, walaupun cacat hukum, eksekusi tetap berjalan dan permintaan perubahan harga sesuai dengan nilai pasar pun tak digubris saat mediasi antara PT AGPU dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT/PT Cimanggis Cibitung Tollways), pada 21 September 2023 lalu.

“Jadi, nilai ganti rugi memang sangat timpang sekali dan kami mempertanyakan hal tersebut,” ujarnya.

Upaya mediasi yang seharusnya dilakukan sebelum eksekusi harus dilakukan setelah eksekusi walaupun cacat hukum. Mediasi pun dianggap gagal lantaran persidangan hanya dihadiri satu orang staff legal. Untuk itu, client-nya terpaksa harus menempuh proses persidangan selanjutnya.

“Ini menunjukkan tidak ada niatan mediasi yang serius dari Pemerintah,” imbuh Roy.

Diungkapkan Roy, selama ini apabila ganti rugi pengadaan tanah dijalankan sesuai dengan aturan yang ada pada Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 yang disempurnakan melalui UU Nomor 11 Tahun 2020 Tahun 2020 maka client kami tidak akan melakukan perlawanan hukum.

“Pembebasan tidak mengikuti aturan yang ada, maka PT Agung Graha Persada Utama (AGPU) selaku pemilik tanah terus melakukan upaya hukum terkait eksekusi lahan miliknya oleh Pengadilan Negeri (PN) Cikarang walaupun tanah tersebut sudah dieksekusi pemerintah,” kata Roy. (bis)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin