Berita Bekasi Nomor Satu

Grand Launching Rebranding Al Muslim  

 

Pendiri Yayasan Al Muslim DR. Ir. Muslimin Nasution, APU (tengah), dengan jajaran Pembina, Pengurus, dan Pengawas, saat sesi foto bersama dalam acara Grand Launching Rebranding Al Muslim. Foto: Eko Iskandar

RADARBEKASI.ID, CIBITUNG – Grand Launching Rebranding Al Muslim berlangsung di Auditorium Giri Suseno Hardjono, Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD) di Desa Cibuntu, Kabupaten Bekasi, Sabtu (18/1). Acara ini dihadiri oleh Pendiri Yayasan Al Muslim DR. Ir. Muslimin Nasution, APU, Ketua Pembina Yayasan Al Muslim Virano Gazi Nasution, M.Sc, dan Ketua Yayasan Al Muslim Gerry Salahudin Nasution, M.Sc, MSE. Selain itu, juga dihadiri oleh pejabat pemerintahan, rekanan, alumni, serta perwakilan orang tua siswa.

Dalam laporannya, Ketua Panitia Grand Launching Rebranding Al Muslim Didi Suradi, M.Pd. menyampaikan beberapa tujuan rebranding ini. Pertama momentum pergantian brand lama dengan brand baru. Kedua memperkenalkan baran baru Yayasan Al Muslim kepada seluruh stakeholder dan masyarakat. Ketiga meningkatkan kebanggan dan cinta seluruh stakeholder, khususnya guru dan karyawan terhadap lembaga.

Keempat menumbuhkan semangat dan motivasi pada seluruh stakeholder khususnya guru dan karyawan untuk meningkatkan kinerja yang lebih baik lagi. Dan kelima, mensosialisasikan brand guidelines baru pada seluruh stakeholder.

Seorang kakek dan anak menampilkan visualisasi zaman yang sudah berubah dari sebelumnya serba manual dan kini serba digital dalam acara Grand Launching Rebranding Al Muslim. Foto: Eko Iskandar

Sekolah Digital yang Islami

Didi yang juga menjabat sebagai Kepala Penjaminan Mutu dan Komunikasi Al Muslim mengatakan, sekolah Al Muslim kedepan ingin menatap proses pendidikan yang lebih kekinian. ”Kita akan memulai menjadi sekolah digital, tetapi sekolah digital yang islami,” ujar Didi.

Lebih lanjut dikatakan Didi, teknologi bukan ditakutkan, tetapi harus ditaklukkan. Di zaman sekarang ini, jelas dia, teknologi tidak bisa dihindari. ”Teknologi internet sudah dalam genggaman kita. Jadi mau tidak mau kita tidak boleh takut sama teknologi, bahkan kita harus menaklukkannya,” tegas Didi.

Untuk menyelamatkan anak-anak berselancar internet dengan aman, maka sekolah berkewajiban memfasilitasinya melalui pendidikan kekinian, tetapi tetap ber-Akhlakul Karimah sesuai dengan tuntunan Alquran.

Keseriusan Al Muslim menjadi sekolah digital yang islami atau Digislamic School tak main-main. Beberapa waktu lalu, Yayasan Al Muslim mengunjungi Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom) di Ciputat, Tangerang Selatan. Kunjungan tersebut bertujuan untuk mencari alternatif sumber belajar serta masukkan terhadap langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh Al Muslim.

”Di Pustekkom kita beraudiensi dan belajar langsung dengan orang yang membuat portal Rumah Belajar,” ujarnya.

Dengan menjadi Digislamic School, Al Muslim diterapkan bahan ajar digital, learning management system dan sistem informasi sekolah. Adanya sistem informasi sekolah, memungkinkan wali murid tak akan lagi menerima surat pemberitahuan atau undangan dalam bentuk selembar kertas.

Selain itu, setiap guru dan siswa akan menggunakan satu unit tablet untuk menunjang pembelajaran. Tablet tersebut telah dirancang khusus, sehingga siswa tidak bisa browsing atau download aplikasi sembarangan.

”Jadi nanti anak-anak sekolah tidak perlu membawa buku yang berat, cukup membawa tablet yang waitlist. Anak-anak tidak bisa download, browsing macem-macem karena aplikasinya sudah waitlist,” katanya.

Dengan demikian, para orang tua tidak perlu khawatir dengan dampak dari penggunaan internet. Digislamic School mulai diujicoba di semester genap pada kelas IV SD, VII SMP, dan X SMA Al Muslim. Pada tahun depan baru akan diterapkan secara penuh.

Diakuinya, tantangan terberat dalam penerapan Digislamic School adalah masalah brainware. Berbeda halnya pada software maupun hardware yang sudah terukur. Didi menyebut, guru Al Muslim merupakan ’digital imigran’ atau pendatang di dunia digital. Orang-orang yang menjadi ’digital imigran’ tidak familiar terhadap teknologi.

Untuk mengatasi itu, pihaknya telah memberikan berbagai macam pelatihan dan asesmen bagi guru. ”Jadi kita sudah tahu persis guru A butuh apa, guru B butuh apa,” ujarnya. Selain itu, para guru juga diberikan pendampingan di dalam maupun luar kelas.

Sejumlah perwakilan Yayasan Al Muslim berdiskusi dengan Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando disela kunjungan ke kantor Perpustakaan Nasional, belum lama ini. Foto: Al Muslim

Sekolah Literasi

Didi mengungkapkan guru dan murid Al Muslim telah mampu menghasilkan buku. Seluruh buku yang dihasilkan sejak beberapa tahun lalu ini telah ber-ISBN (International Standard Book Number). Ia menyampaikan, belum lama ini Yayasan Al Muslim mengunjungi Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Buku yang ditulis oleh guru dan murid itu diserahkan langsung kepada Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando.

 ”Beliau (Kepala Perpusnas) merasa bangga dan senang dengan sekolah di Indonesia yang guru dan muridnya sudah menulis buku dan ber-ISBN,” katanya.

Selain sebagai sekolah digital yang islami, Al Muslim juga ingin menjadi sekolah literasi. Akan diterapkan satu guru satu buku, satu siswa satu buku, satu kelas satu buku dan perpustakaan digital. Sekolah ini juga memiliki editor nasional dan instruktur guru menulis. Anak-anak yang bersekolah di lembaga pendidikan ini akan diciptakan sebagai literat alias masyarakat yang mampu menyelesaikan masalah hidupnya sendiri.

Ia berharap orang tua tak ragu lagi kembali menyekolahkan anaknya di Al Muslim. ”Saya tegaskan jangan ragu-ragu lagi memilih Al Muslim sebagai tempat pendidikan buat anak-anak kita,” tukasnya.

Ketua Yayasan Al Muslim Gerry Salahudin Nasution, M.Sc, MSE. saat memberikan sambutan dalam acara Grand Launching Rebranding Al Muslim. Foto: Al Muslim

Melanjutkan Usia 40 Tahun

Ketua Yayasan Al Muslim Gerry Salahudin Nasution, M.Sc, MSE. mengungkapkan, Yayasan Al Muslim kini telah berusia 40 tahun. Kedepan, harus menjadi lebih baik dari pencapaian yang sudah luar biasa saat ini.

”Dari awal SMK sampai PG-TK Al Muslim sudah pencapaian yang luar biasa. Tapi, PR-nya bagaimana bisa melanjutkan usia 40 tahun,” ungkap Gerry.

Pola pendidikan 40 tahun lalu diakuinya sudah tidak sesuai dengan era saat ini. Oleh karena itu, Yayasan Al Muslim perlu memperbaharui materi pembelajaran untuk 40 tahun kedepan agar bisa diterima dengan baik oleh anak-anak saat ini.

Apalagi, pola berfikir anak-anak ’zaman now’, kata dia, pengin serba instan, bisa langsung melihat hasil belajar, hingga proses belajar yang menyenangkan. ”Hal ini-lah yang mendorong kami melakukan digitaliasi sekolah, salah satu turunannya Digislamic School,” ujarnya.

Disamping itu, Yayasan Al Muslim juga melakukan pembenahan secara internal, struktur, prosedural, sumber daya manusia (SDM) dan sarana prasarana.

”Bisa dibilang yang kita lakukan saat ini adalah titik lompatan untuk menuju kedepan,” ungkapnya.

Program jangka panjang Al Muslim adalah menjadi lembaga pendidikan modern yang berbasis islam. Tidak hanya lingkup wilayah Tambun, tetapi juga secara nasional. (oke/pms)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin