Berita Bekasi Nomor Satu
Opini  

Jakarta Islamic Center: Kerja Intelektual, Moderasi Islam dan Peradaban Jakarta

Jakarta beruntung memiliki Jakarta Islamic Center (JIC). Lebih beruntung lagi warga-nya selalu memiliki Gubernur yang pro-kerja intelektual untuk membangun moderasi Islam menuju peradaban Jakarta untuk Indonesia dan dunia

Sejarah peradaban suatu bangsa tak lepas dari tiga aspek; kerja inteletual, membangun sumber daya manusia dan memaksimalkan teknologi.

Ketiga aspek tersebut, Jakarta memiliki resources yang berlimpah sebagai prasyarat membangun peradaban Jakarta untuk Indonesia dan dunia.

Meski berlimpah resouces, penggagas dan pendiri JIC yaitu Bapak Gubernur Sutiyoso di awal pendirian tetap melakukan rihlah ilmiyah ke Islamic Center di empat negara, yaitu Mesir, Iran, Inggris dan Perancis.

Hasil rihlah ilmiyah dan keinginan kuat Gubernur Sutiyoso itu, barulah di tahun 2004 pertama kali dilantik/diangkat Badan Pengelola Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (Jakarta Islamic Centre).

Hampr 16 tahun sudah JIC memproduksi karya-karya, melakukan kerja-kerja intelektual dan bersinergis dalam membangun kebudayaan dan peradaban Islam Jakarta sebagaimana nomenklaturnya, yaitu Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta. Tentu, masih banyak sisi yang harus diperkuat dan dibenahi dalam rangka melanjutkan visi dan misi Jihad Intelektual.

Jihad intelektual JIC dalam implementasinya harus berkiblat kepada tiga komponen yang menjadi arus besar membangun peradaban Islam Jakarta, yaitu prinsip-prinsip kerja intelektual, nilai-nilai moderasi Islam dan prinsip-prinsip peradaban.

Ketiga komponen tersebut sebagai syarat pondasi dan tiang JIC agar memiliki nilai lebih dan  nilai strategis JIC dalam kancah pembangunan peradaban Islam.

Prinsip-Prinsip Kerja Intelektual

Ruang intelektual selalu dikonotasikan dengan kerja akademis karena bersifat ilmiyah. Namun ruang kerja intelektual tidaklah harus menjadi formil akademik sebagaimana ibaratnya sebuah universitas, karena pada ruang universitas atau perguruan tinggi, terdapat tiga komponen Tri Darma perguruan tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan serta pengabdian kepada masyarakat.

Maka ruang kerja intelektual JIC harus membangun dan mengembangkan prinsip-prinsip kerja intelektual.

Pertama, prinsip sinergitas yaitu membangun jejaring pro intelektual atau pengetahuan. Diharapkan ruang kerja intelektual JIC  mampu memadukan kekuatan nilai-nilai keilmuan dalam Islam dan nilai-nilai keilmuan yang diusung di luar Islam.

Banyak titik persamaan yang harus dikembangkan, diantaranya memperkaya metodologi pengetahuan, mempertemukan dan mengembangkan sejarah karya-karya ulama Jakarta, mengusung ruang majlis taklim di Jakarta menjadi salah satu imperium kekayaan intelektual, memajukan potensi ulama dari ruang pengetahuan menjadi karya intelektual.

Tentu JIC harus brilian dalam melakukan membanguan konsep dan inovasi kerja intelektual agar dapat memadukan jejaring intelektual tidak hanya dalam kancah nasional namun dapat melakukan sinergitas dengan bangsa-bangsa lain.

Kedua, prinsip membangun kapasitas yaitu membangun sumber daya manusia Jakarta dengan memiliki kapasitas atau keahlian tertentu.

UNDP memfokuskan pembangunan kapasitas pada tiga dimensi, yaitu; Tenaga kerja (dimensi human resources), yaitu kualitas SDM dan cara SDM dimanfaatkan. Modal (dimensi fisik) menyangkut sarana material, peralatan, bahan-bahan yang diperlukan dan ruang/gedung. Teknologi, yaitu organisasi dan gaya manajemen, fungsi perencanaan, penentuan kebijakan, pengendalian dan evaluasi, komunikasi, serta sistem informasi manajemen. Ruang JIC dalam membangun kapasitas diharapkan mampu minimal menjadi manager/konsultan atas ruang-ruang lembaga ormas Islam yang berada di Jakarta untuk dapat mengembangkan kapasitas anggotanya.

Ketiga, prinsip membangun produktifitas, yaitu membangun produktifitas keummatan dan lembaga ormas Islam agar dapat melakukan karya nyata berupa program pemberdayaan berbasis tehnologi dan ekonomi keummatan. JIC diharapkan menjadi epicentrum ulama dan umara mengarahakan energy ummat dari rel kontraproduktif menuju produktifitas ummat.

Keempat, prinsip kemanfaatan yaitu hasil kerja-kerja sinergitas, membangun kapasitas dan membangun produktifitas diharapkan dapat dirasakan kemanfatannya secara nyata oleh ummat Islam di Jakarta minimal bila ada seorang ulama Jakarta memiliki karya tulis kitab, JIC hadir memfasilitasi memperkaya dan mensosialisasikan karya ulama-ulama tersebut.

Kelima, prinsip barokah yaitu membangun keseimbangan pembangun fisik Jakarta dengan pembangunan spiritual rohaniyah ummat, ulama dan umara agar kedamaian dan keamanan Jakarta selalu terjaga sehingga kedaulatan ummat hadir memberikan energy positif bagi kelangsungan pembangunan Jakarta dan Bangsa Indonesia.

Nilai-Nilai Moderasi Islam

Agama dan negara saling memerlukan, negara perlu dikontrol oleh agama. Namun agamawan atau ulama juga diharapkan memiliki nilai-nilai moderasi Islam dalam menjaga kedaulatan bangsa.

JIC diharapkan dapat membangun nilai-nilai moderasi Islam, mempengaruhi dan berkontribusi membangun iklim kehidupan berbangsa dan bertanah air dengan mengedepankan nilai-nilai moderasi Islam sebagai berikut :

A. Tawassuth (mengambil jalan tengah), yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrâth (berlebih-lebihan dalam beragama) dan tafrîth (mengurangi ajaran agama);

B. Tawâzun(berkeseimbangan), yaitu pemahaman dan pengamalan agama secara seimbang yang meliputi semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip yang dapat membedakan antara inhiraf, (penyimpangan,) dan ikhtilaf (perbedaan);

C. I‟tidâl (lurus dan tegas), yaitu menempatkan sesuatu pada tempatnya dan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional;

D. Tasâmuh (toleransi), yaitu mengakui dan menghormati perbedaan, baik dalam aspek keagamaan dan berbagai aspek kehidupan lainnya;

E. Musâwah (egaliter), yaitu tidak bersikap diskriminatif pada yang lain disebabkan perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul seseorang;

F. Syûra (musyawarah), yaitu setiap persoalan diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat dengan prinsip menempatkan kemaslahatan di atas segalanya;

G. Ishlâh (reformasi), yaitu mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik yang mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman dengan berpijak pada kemaslahatan umum (mashlahah ‘ammah) dengan tetap berpegang pada prinsip almuhafazhah „ala al-qadimi al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah (melestarikan tradisi lama yang masih relevan, dan menerapkan halhal baru yang lebih relevan);

H. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), yaitu kemampuan mengidentifikasi hal ihwal yang lebih penting harus diutamakan untuk diimplementasikan dibandingkan dengan yang kepentingannya lebih redah;

I. Tathawwur wa Ibtikâr (dinamis dan inovatif), yaitu selalu terbuka untuk melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan zaman serta menciptakan hal baru untuk kemaslahatan dan kemajuan umat manusia.

J. Tahadhdhur (berkeadaban), yaitu menjunjung tinggi akhlak mulia, karakter, identitas, dan integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupankemanusiaan dan peradaban.

Prinsip-Prinsip Peradaban dan Nilai-Nilai Demokrasi

Sebagaimana tujuan JIC didirikan menjadi pusat kajian dan pengembangan Islam yang bertaraf internasional. Maka dalam melanjutkan estafet kepemimpinan dan kepengurusan JIC baik Badan Pembina maupun Badan Manajemen maka JIC harus memasuki ruang demokrasi yang menjadi salah satu pilar dalam bingkai NKRI munuju membangun peradaban dunia.

Dunia semakin kecil, bagaikan layar kaca, setiap manusia kini dapat mengakses, melihat hingga turut berpartisipasi membangun alam demokrasi. JIC sebagaimana payung hukumnya dalam Peraturan Daerah (Perda) turut membangun iklim demokrasi dengan membangun nilai integrasi, sinkronisasi, simplikasi, efisiensi, efektivitas, transparansi dan akuntabilitas.

Nilai transparansi dalam alam demokrasi pemilihan Badan Pembina dan Badan Managemen JIC berada di tangan Badan Sekretariat, Tim Penyeleksi dan Gubernur. Hal menarik untuk dipertanyakan kembali keberadaan Badan Pembina sejak dikeluarkannya Perda dan Pergub Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (PPPIJ) belum juga terlaksana. Jangan sampai dunia melihat hanya karena persoalan politik anggaran menjadi terhambat menjalankan perintah Perda dan Pergub.

Badan Sekretariat JIC menjadi gerbang melanjutkan estafet nilai transparansi, hingga saat ini badan sekretariat belum juga mengeluarkan dan mempublikasikan secara luas melalui media massa mengenai penerimaan calon Badan Pembina dan Badan Managemen. Hal tersebut sangatlah penting, karena kepastian hukum Perda dan Pergub memerintahkan secara formil.

Tim seleksi yang terdiri dari sembilan orang merupakan bias politik aristokrat. Di dalamnya terdiri dari delapan unsur birokrat dan satu unsur ulama, meski ditambahkan pasal Tim Seleksi dapat melibatkan kalangan akademisi atau perguruan tinggi. Namun unsur politik aristokrat Pergub tidak dapat dihilangkan.

Bila dilakukan perubahan Pergub maka dua unsur birokrat dari delapan unsur yang telah ada sebaiknya diganti dengan unsur perguruan tinggi dan tokoh masyarakat.

Peradaban bukanlah subjek ia adalah subjek yang dinamis atas gambaran masyarakatnya, maka melibatkan kunci steakholder terlibat sejak pembentukannya akan lebih membangun iklim demokrasi.

Hal yang lebih penting adalah ketika partisipasi masyarakat begitu antusias mencalonkan tokoh dari kalangannya banyak tersiar praktek-praktek nir-akhlaq, kesesatan organisatoris hingga memobilisasi massa dukungan ormas. PPPIJ merupakan cermin peradaban Islam Jakarta, lebih menekankan kajian dan pengembangan Islam.

Maka calon yang diusung diharapkan yang memiliki jiwa penelitian, kajian, karya tulis dan jejaring Islam Internasional. Bukan sekedar senang berorganisasi dan direkomendasikan dengan cara antidemokrasi, yaitu tanpa musyawarah pimpinan di lembaga atau badan organisasi yang merekomendasikannya.

Nilai-nilai demokrasi menuju peradaban harus dikedepankan, setelah itu gubernur yang menentukan.

JIC bukanlah sarana memobilisir ummat namun sebagaimana nomenklaturnya lebih menekankan pusat kajian dan pengembangan Islam yang harus kita jaga dan rawat dalam membangun peradaban Jakarta untuk Indonesia dan dunia. (*)

 


Solverwp- WordPress Theme and Plugin