Berita Bekasi Nomor Satu

Pancaroba, Dinkes Ingatkan Waspada Demam Berdarah

BERMAIN AIR: Sejumlah anak-anak asik bermain air, saat banjir rob melanda Kampung Sembilangan, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi. Masyarakat diimbau mewaspadai ancaman wabah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) saat musim pancaroba. ARIESANT/RADAR BEKASI

RADARBEKASI.ID, CIKARANG PUSAT – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bekasi, mengingatkan masyarakat untuk waspada gangguan kesehatan pada musim peralihan dari musim kemarau ke musim hujan.

Terutama, mewaspadai penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), tren penyakit yang disebarkan nyamuk aedes aegypti itu, biasanya meningkat saat musim pancaroba

Kepala Seksi P2PM Dinkes Kabupaten Bekasi, Ahmad Nurfallah mengatakan, angka penyebaran kasus DBD, memang terbanyak di Tambun Selatan. Dari data yang ada, angka penyebaran kasus di Puskesmas Mangunjaya, ada 47, dan Sumberjaya 27 kasus.

“Di Tambun Selatan, angka DBD memang selalu tertinggi setiap tahunnya. Pada tahun 2020, ada 81 kasus, dan tahun 2021 ini, sebanyak 74 kasus,” ujar Ahmad kepada Radar Bekasi, Selasa (23/11).

Menurut Ahmad, tingginya kasus DBD di Tambun Selatan, karena jumlah penduduk cukup padat, kemudian banyaknya genangan air setelah hujan, dan mobilitas penduduk yang tinggi.

“Curah hujan, dan kepadatan penduduk, menjadi salah satu penyebab tingginya kasus DBD di Tambun Selatan,” ucapnya.

Oleh karena itu, Ahmad mengimbau masyarakat agar melakukan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN), sebab nyamuk DBD itu sukanya di tempat penampungan air yang bersih.

“Jadi, masyarakat perlu melakukan bersih-bersih lingkungan, khususnya dalam rumah yang ada genangan dan penampungan air,” saran Ahmad.

Ia menambahkan, dengan curah hujan yang tinggi, kemungkinan untuk meningkatnya kasus DBD sangat kecil, karena telur-telur nyamuk DBD itu akan ikut terbawa air hujan.

Berbeda, misalkan curah hujannya tidak setiap hari, itu sangat berpotensi meningkatkan jumlah kasus DBD, sebab bisa saja ada telur yang inspeksi menetas.

“Alasan seseorang terkena nyamuk DBD, pertama karena imunitasnya rendah, kemudian usia rentan, seperti bayi, balita, dan lansia. Paling banyak yang terkena DBD itu usia 15-44 tahun,” beber Ahmad.

Adapun antisipasi yang perlu dilakukan, lanjut Ahmad, pertama, di setiap desa itu sudah dibentuk yang namanya Juru Pemantau Jentik (Jumantik). Ia berharap, para Jumantik ini harus diaktifkan kembali, tidak hanya melihat ada jentik apa tidaknya, tapi bisa dilakukan PSN, dan menerapkan 3M.

“Biasanya menutup kalau memang ada kolam, menguras, dan barang-barang bekas yang bisa menampung air dikubur, kemudian memakai lotion,” terangnya. (pra)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin