Berita Bekasi Nomor Satu

Kecelakaan dan Fenomena Gunung Es

Oleh : Zuhdi Saragih (Dosen Ilmu Komunikasi Univ. Satya Negara Indonesia)

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Ngilu rasanya setiap kali mendengarkan berita kecelakaan. Apalagi melibatkan banyak korban jiwa. Betapa tidak, kecelakaan truk maut di Jalan Raya Sultan Agung, Bekasi pada  Rabu siang, 31 Agustus 2022 yang merenggut jiwa 11 orang, sebagian diantaranya adalah anak-anak sekolah. Tentu saja, tak seorangpun yang menginginkan peristiwa pilu itu terjadi, namun faktanya peristiwa ini menambah daftar kecelakaan. Sebagian besar penyebab kecelakaan adalah kondisi rem blong dan kelalaian sopir.

Kecelakaan beruntun yang belum lama terjadi  di Muara Rapak, Balikpapan mengakibatkan empat orang tewas dan puluhan korban luka. Kecelakaan terjadi setelah sebuah truk tronton mengalami rem blong. Truk yang membawa muatan seberat 20 ton itu menabrak kendaraan yang berhenti di lampu merah pada bulan Januari 2022.

Peristiwa kecelakaan kendaraan yang kerap terjadi,  merupakan  fenomena gunung es (iceberg). Sepintas yang terlihat di permukaan seolah hanya sopir yang tidak prima dan berperilaku buruk tidak taat pada aturan lalu lintas.

Ada banyak faktor yang terlibat dalam sebuah kecelakaan. Sebut saja sopir, kendaraan, pemilik kendaraan, kondisi jalan termasuk rambu-rambu peringatan dan larangan, fasilitas pengaman (guardrail, traffic barrier), dan lingkungan.  Fenomena yang ada seringkali peristiwa kecelakaan,  pikiran kita hanya bersyak wasangka akibat ulah sopir pengaruh minuman keras, ngantuk atau tidak konsentrasi. Padahal disana terdapat faktor ‘kelaikan’ kendaraan yang semestinya bukan sepenuhnya menjadi tanggung jawab sopir seperti kondisi rem, ban dan instrumen lainnya.  Tentu untuk mengurai simpul ini, diperlukan persamaan pandang dalam sebuah paradigma bagaimana melihat permasalahan sesungguhnya. Salah satunya dengan menyelami bagian gunung yang ada di bawah air yang justru porsi permasalahannya lebih besar dan substantif.

Memang ini bukan pekerjaan mudah,  karena menyangkut banyak faktor. Katakan, dimulai dengan transformasi birokrasi, penilaian dan pengawasan. pembinaan, sistem rekrutmen dan sebagainya. Apabila hal ini dapat dijalankan dalam sebuah cetak biru secara konsisten, maka akan lahir pesona-pesona yang tangguh dan bermoral. Selama ini, setiap terjadi peristiwa kecelakaan, penyelesaiannya hanya sebatas pada menjalankan prosedur normatif.

Apa yang dapat kita evaluasi dalam peristiwa kecelakaan ini?

Kalau kecelakaan tersebut terbukti karena faktor rem kendaraan yang tidak berfungsi, maka dapat mari kita dudukkan persoalan ini secara proporsional. Pertama, harus dilihat sejauh mana fungsi dan tanggung jawab sopir pada kendaraan yang dibawanya. Misalnya, apakah sopir bertanggung jawab pada kondisi mekanik dan sistem kerja dari semua peralatan dan instrumen yang ada di kendaraan tersebut, termasuk kondisi ban? Karena sangat tidak tertutup kemungkinan kondisi  ban yang buruk tidak jarang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan. Sampai di titik ini tentu ada pihak lain yang terlibat penuh yaitu pemilik mobil. Oleh sebab itu, kalau kita tarik  permasalahan ini secara komprehensif, maka hulu  permasalahan  yang ada dari sisi kendaraan terdapat beberapa hal yang menjadi tanggung jawab pemilik kendaraan. Service berkala dalam checklist seperti pengecekan rem, lampu-lampu, ban dan cadangannya, dongkrak,  dan instrumen/indikator lainnya. Auditing oleh mekanik ini seharusnya dilakukan setiap kali kendaraan tersebut akan keluar dari workshop melalui maintenance book  lalu di paraf sebagai syarat kendaraan bisa keluar. Hal lainnya, terdapat potensi krisis yaitu loading muatan. Siapa yang memutuskan sebesar apa muatan yang akan dibawa karena akan berdampak pada tonase, kecepatan kendaraan, sistem kerja rem  dan ban. Apakah ada keharusan bagi si sopir untuk membawa dalam jumlah tertentu walaupun dalam ukuran yang overloading? Bagaimana kondisi kesehatan sopir apakah layak atau tidak untuk membawa kendaraan? Siapa yang menentukan?

Kemudian dari sisi sarana jalan.

Perlu dievaluasi pengaturan jam bagi kendaraan truk di jalan-jalan tertentu. Misalnya dilarang melintas pada  peak hour dengan jumlah lalu lintas harian rata-rata yang tinggi, atau pada jalan-jalan yang memiliki ukuran lebar badan dan bahu jalan yang tidak memadai. Kemudian dari sisi penegakan hukum.  Apakah petugas sudah melakukan tugasnya sesuai dengan tupoksi yang ada? sehingga penindakan pada kendaraan yang melanggar aturan dapat benar-benar ditegakkan. Sejauh Mana efektivitas alat timbangan kendaraan yang ada, apakah selama ini petugas sudah dengan tegas memberlakukannya? Kenyataannya masih sering kita lihat banyak truk yang masuk jalan tol dengan kecepatan rendah karena overload. Tentu saja hal ini pun menjadi penyebab terjadinya kecelakaan terutama di malam hari, apalagi hujan dan sering dijumpai lampu belakang truk tersebut mati atau tertutup oleh pasir. Hal-hal seperti ini merupakan pemandangan  biasa yang dapat kita lihat setiap hari tanpa ada tindakan tegas dari petugas. Sebenarnya, antisipasi dini dalam mendeteksi kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat kendaraan yang tidak laik pakai, telah ada  melalui uji KIR sesuai Peraturan N0 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tetapi, lagi-lagi peraturan inipun seringkali menimbulkan potensi diselewengkan., sehingga akibat dari ketidakdisiplinan aparat dan semua pengampu kepentingan dalam menegakkan aturan berbuah kecelakaan fatal.

Bagaimana sebenarnya mencari benang merahnya dalam penegakan hukum secara proporsional? Apakah akibat dari kecelakaan tersebut dilimpahkan sepenuhnya kesalahan pada sopir? Kalau terbukti penyebabnya karena rem kendaraan yang tidak berfungsi, maka menurut hemat saya pemilik kendaraan pun turut memberikan kontribusi terjadinya kecelakaan tersebut dan pengadilan harus menjeratnya. Kecuali terbukti sebaliknya, rem, ban dan peralatan pendukung lainnya  berfungsi dengan baik, maka kecelakaan tersebut merupakan  human error yang melekat pada sopir dan harus bertanggung jawab.(*)


Solverwp- WordPress Theme and Plugin