Berita Bekasi Nomor Satu

Pola Kaderisasi Partai Politik

Syafrudin
Syafrudin, Mantan Komisioner KPU Kota Bekasi

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Pasca reformasi yang terjadi pada tahun 1998, banyak hal yang menjadi titik langkah awal yang dijadikan pondasi dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perjalanan pembangunan politik di Indonesia, sangat menarik untuk eksplorasi kajian baik dikalangan akademisi, praktisi politik, maupun masyarakat kecil pada umumnya. Perkembangan pembangunan politik, dari aspek sosiologi politik, guna nenperkuat aspek demokrasi, pandangan Diamond dalam Komarudin Sahid (2002), demokrasi adalah budaya demokratis yang menjadi panduan hidup masyarakat, baik dalam konteks hubungan masyarakat dengan negara maupun antar anggota masyarakat.

Pendapat Diamond menggambarkan bahwa budaya politik yang dibangun dan di implementasikan oleh para elit politik dan praktisi politik, sangat berdampak terhadap perilaku politiik masyarakat. Apa yang dilakukan atau kebijakan publik yang ditetapkan, menjadi catatan pwnting bagi publik saat itu maupun pada pemilu selanjutnya. Demikian pula dalam hal regenerasi ketua dan kepengurusan partai politik.

Hal menarik yang tak lekang oleh sejarah bangsa yaitu pola kaderisasi kepemimpinan partai politik, dimana semua partai politik bisa dikatakan sama yaitu melaksanakan pemilihan ketua dan kepengurusan internal partai politiknya dalam kurun waktu 5 tahunan. Basis penguatan pemilihan partai politik tak lepas dari penggagasa dan pendiri partai politiknya. Tiga partai tua pasca era orde baru yaitu partai Golkar, PDI Perjuangan dan PPP, hanya PDI Perjuangan yang masih berpegang kepada sosok kharismatiknya yaitu Ir. Soekarno yang kemudian diwarisi oleh putrinya yaitu Megawati Soekarno Putri hingga saat ini. Partai Golkar dan PPP sudah beberapa kali terjadi penggantian pucuk pimpinan partai politiknya.

Pada Pemilu 2004 muncul partai politik Demokrat, yang mengkultuskan Soesilo Bambang Yudoyono (SBY) sebagai pimpinan pusat partainya, partai Demokrat tak lepas dari peranan SBY. Terakhir terjadi peristiwa perbutan kursi Ketua Umumnya namun kembali peran SBY menjadi kekuatan partai Demokrat. Namun agak berbeda dengan partai Gerindra yang sejak awal memang sangat kental dengan sosok Prabowo Subijanto. Partai Gerindra benar-benar berbasis sentralistis dalam hal kepemimpinan di setiap tingkatan partainya. Kemudian yang terlihat masih konsisten sejak pasca reformasi adalah partai Golkar dan PKS.

Partai Golkar dengan segala kelebihan dan kekurangannya, melakukan regenerasi kepimpinan pusatnya secara demokratis yaitu melakukan Musyawarah Nasionas (Munas) hingga Musyawarah Daerah (Musda). Pada setiap even 5 tahunannya partai Golkar mengangkat para kader yang mumpuni secara kapasitas dan elektabilitas publik, sejak awal era reformasi sudah beberapa kali terjadi pembaruan kepemimpinan, Yusuf Kalla, Aburizal bakrie, hingga saat ini oleh Airlangga Hartarto. Sama halnya dengan PKS yang konsisten melakukan regenerasi pimpinan partainya, hingga saat ini oleh H. Achmad Syaikhu sebagai Presiden Partainya.

Konsistensi partai Golkar di Kota Bekasi sangat terlihat jelas hingga saat ini. Fakta konsistensi tersebut yaitu pada gelaran Musda V DPD Partai Golkar Kota Bekasi, sangat dinamis hingga 1 tahun berjalan belum terlaksana Musda V tersebut. Hal itu terjadi semata-mata karena muncul beberapa nama kader yang berkeinginan mencalonkan diri sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kota Bekasi. Fakta terakhir terlihat jelas seiring waktu berjalan, terdapat 2 calon kandidat kuat yaitu Ade Puspitasari dan Nofel Saleh Hilabi. Kedua calon kandidat ini memainkan peran strategis baik di tingkat pusat dan provinsi, sehingga mempengaruhi keterlambatan pelaksanaan Musda V tersebut. Ade Puspitasri yang notabene saat ini sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Barat hasil Pemilu 2019, Ketua PMI Kota Bekasi, Ketua Kwarcab Pramuka Kota Bekasi, dengan berbagai kegiatan politik, social dan kemasyarakatannya, sangat diuntungkan dalam rangka menjaga dan memperkuat elektabilitas kinerjanya, baik di mata internal partai Golkar maupun masayrakat pada umumnya. Berbeda dengan NSH yang bermodal sebagai pengurus DPP, namun belum terlihat maksimal dalam hal penguatan partai Golkar di Kota Bekasi. Muatan lokal yang ada dalam diri Ade Puspitasari, menjadi poin penguatan dirinya untuk menjadi seorang Ketua DPD Partai Golkar Kota Bekasi, sehingga sangat memungkinkan untuk lebih mudah memperkuat internal kepengurusan dan akar rumput jelang Pemilu dan Pilkada 2024.

Hal menarik lainnya adalah pada tingkatan di daerah, dimana kita sering mendengar banyak kader partai yang berpindah rumah aspirasinya alias pindah partai. Bila melihat pola atau mekanisme regenerasi kepartaiannya, partai Gerindra sangat rentan dengan penguatan ideologi kepartaiannya yang sangat terbuka menerima kader atau individu di luar kaderisasi partainya. Demikian pula dengan PDI Perjuangan, ini terlihat jelas dengan yang terjadi di Kota Bekasi. Pasca Pilkada Kota Bekasi tahun 2018, seorang Wakil Wali Kota terpilih yang diusung oleh PAN, kemudian menjadi Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bekasi. Kader PAN begitu kecewanya dengan sikap politik Wakil Wali Kota terpilih yang notabene adalah kader PAN, namun meninggalkan PAN sebagai rumah asalnya. Banyak prediksi yang menyatakan bahwa PAN tidak akan memberi dukungan kepada mantan kadernya tersebut pada saat Pilkada 2024 nanti, dan sikap PAN tersebut sangat logis demi maruwah partainya di mata para kader dan konstituennya. Bagaimana dengan internal DPC PDI Perjuangan atas hal tersebut?

Pekerjaan rumah yang tidak ringan bagi para kader PDI Perjuang di Kota Bekasi untuk bisa memberikan solusi strategis untuk keluar dari zona asal memiliki kader sebagai pimpinan daerah. Asas manfaat bagi PDI Perjuangan yang memiliki keterwakilan pimpinan daerah tersebut, masih kurang terlihat maksimal di masyarakat. Program-program kerjanya tak lepas dari seorang Wali Kota Bekasi sebagai sumber kebijakan daerah, selain pimpinan DPRD, yang turut menunjang implementasi program kerjanya.

Hal perlu di ingat bahwa suatu pengurus pusat partai politik, seyogyanya melihat secara langsung bagaimana di daerah, kalkulasi politik daerah dan lainnya. Sehingga partai politik yang memiliki kader loyal, militan dan rela bekerja untuk partainya, tidak merasa ada ketidak sesuaian ekspektasi di daerah dalam upaya penguatan kinerja partai politiknya di masyarakat. Wallahu a’lam bishowab. (*)

Solverwp- WordPress Theme and Plugin