RADARBEKASI.ID, BEKASI – Taji penggawa Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kabupaten Bekasi dipertaruhkan saat memutuskan nasib Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Pebayuran dalam laporan dugaan pelanggaran pidana Pemilu yang dilayangkan masa pendukung calon anggota legislatif (caleg) dari tiga partai yang berbeda.
Keputusan tersebut akan diumumkan oleh Sentra Gakkumdu, yang merupakan gabungan dari Bawaslu, Kejaksaan, dan Kepolisian, hari ini (28/3/2024).
Dalam kasus dugaan pelanggaran pidana Pemilu ini, tak hanya posisi penyelenggara Pemilu di tingkat kecamatan yang terancam. Namun, dua caleg Partai Gerindra, Irpan Haeroni dan BN Holik Qodratullah, namanya pun terseret dalam kasus tersebut.
Kedua caleg yang bertarung di Daerah Pemilihan (Dapil) Jabar IX Kabupaten Bekasi ini dilaporkan oleh masa pendukung rekan satu partainya, Syahrir, setelah menemukan dugaan praktik kecurangan yang sengaja dilakukan.
“Kalau bicara timeline, dalam proses penanganan pelanggaran sampai hari Kamis (hari ini, red). Tepat 14 kerja,” ujar Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran dan Datun Bawaslu Kabupaten Bekasi, Khoirudin, kepada Radar Bekasi.
Sebenarnya di dalam Perbawaslu 7 tahun 2022, proses penanganan pelanggaran paling lama tujuh hari. Namun jika dibutuhkan penambahan waktu, maka ditambah paling lama 14 hari kerja.
Menurut pria yang akrab disapa Oeng ini, penambahan waktu dalam proses penanganan pelanggaran ini karena pihak terlapor tidak koperatif, meskipun sudah dilayangkan surat undangan berkali-kali.
BACA JUGA: Sentra Gakkumdu Kabupaten Bekasi Perkuat Soliditas
Berdasarkan laporan yang masuk ke Bawaslu, untuk Kecamatan Pebayuran tidak hanya PPK. Melainkan ada tiga caleg incumbent yang terseret ke dalam laporan tersebut. Dua Caleg di antaranya, Irpan Haeroni dan BN Holik Qodratullah dari Partai Gerindra. Kemudian satu caleg lainnya, Martina Ningsih, berasal dari PDI Perjuangan.
Dalam proses pemanggilan terlapor ini, BN Holik Qodratullah dan Martina Ningsih, tidak koperatif.
“Ada tiga caleg incumbent yang kita panggil, BN Holik Qodratullah, Irpan Haeroni, dan Martina Ningsih. Untuk Irpan koperatif, sudah kita mintain keterangan. Sedangkan BN Holik Qodratullah dan Martina Ningsih, belum memenuhi panggilan. Jadi untuk Caleg ada yang koperatif. Kalau PPK semuanya tidak bisa hadir,” jelasnya.
Oeng mengungkapkan bahwa keberadaan PPK Pebayuran seperti hilang ditelan bumi setelah tersangkut kasus kecurangan Pemilu. Ketika pengawas datang ke rumah kelima PPK tersebut, yang bersangkutan tidak ada, bahkan tetangga-tetangganya juga tidak memberikan informasi. Pernyataan serupa juga disampaikan oleh pimpinan KPU.
“Kita kesulitan mencari keberadaan kelima PPK Pebayuran ini. Kita sudah nanya ke KPU, tapi sejauh dia (KPU) juga kehilangan kontak. Pada prinsipnya kita sudah melakukan pemanggilan dan posisinya sekarang itu kita yang mendatangi mereka (pihak terlapor),” ucapnya.
BACA JUGA: Ketua PPK Bekasi Timur Nonaktif Respon Putusan Bawaslu Kota Bekasi, Begini Pembelaannya
Oeng melanjutkan pertanyaannya, menanyakan bagaimana apabila terlapor tidak memberikan keterangan. Dalam konteks ini, semua keterangan dari proses penyelidikan diambil. Selanjutnya, dibutuhkan dua alat bukti yang kuat ketika dibahas bersama Sentra Gakkumdu.
Oeng memperingatkan agar Bawaslu tidak mengatakan bahwa dua alat bukti tersebut cukup kuat, sementara Kejaksaan dan Kepolisian mengatakan sebaliknya. Jika hal ini terjadi, dugaan pelanggaran tersebut tidak akan cukup kuat.
“Ini akan percuma untuk dinaikan. Jangankan naik ke penyidikan, disini saja kita belum tuntas. Apalagi sampai ke Pengadilan, yang semuanya itu harus berdasarkan bukti. Makanya kajian-kajian inilah yang sedang kita lagi susun,” katanya.
Disisa waktu ini, Oeng memastikan, pihaknya melakukan kajian perihal keterangan klarifikasi dari pihak-pihak yang sudah dilakukan pemanggilan dan koperatif hadir, baik terlapor maupun pelapor. Setelah itu dibuatkan kajian, kemudian dibahas oleh bersama Sentra Gakkumdu.
Dari hasil keterangan-keterangan mereka, banyak fakta yang terungkap bagaimana kejadian di Pebayuran itu. Sampai akhirnya, bisa ada perubahan dari C hasil dengan D hasil.
“Insya Allah hari Kamis juga sudah keluar. Karena hari Selasa dan Rabu kita bahas bersama Sentra Gakkumdu,” tuturnya.
Diketahui tiga partai besar, seperti Gerindra, PDI Perjuangan, dan Golkar, menunggu keputusan Sentra Gakkumdu perihal laporan kecurangan Pemilu, setelah ditemukan adanya pergeseran dan pencurian suara yang dilakukan oleh PPK Pebayuran.
“Unsur pencurian ini adalah sebagai unsur kejahatan, menurut saya apabila Gakkumdu tidak menindaklanjuti kasus pencurian dan pergerseran suara yang terjadi di Pebayuran ini, berarti Gakkumdu tidak menegakkan hukum Pemilu yang berlaku, atau sama jahatnya,” ucap Agung Lesmana, masa pendukung Caleg DPRD Provinsi Jawa Barat dari Partai Gerindra, Syahrir.
Dalam melayangkan laporan kecurangan Pemilu yang ditunjukan kepada PPK Pebayuran, Agung menegaskan, dirinya tidak sendiri. Pasalnya, ada Caleg lainnya yang berasal dari Golkar dan PDI Perjuangan, dengan persoalan yang serupa. Oleh karena itu, Agung menilai, kasus ini menjadi penting dan serius yang harus ditindak lanjuti kearah pidana.
Berdasarkan bukti-bukti dan fakta hukum dalam persidangan, dirinya berkesimpulan dan merekomedasikan terhadap perkara aquo, terbukti secara sah dan meyakinkan terdapat unsur pelanggaran pidana serta administrasi Pemilu.
Maka dari itu, agar Bawaslu menegakkan hukum seadil-adilnya dengan putusan, menyatakan terlapor PPK Pebayuran atas nama, Muhamad Ulumudin, Haerudin Malik, Amung Munandar, dan Suroso, terbukti bersalah atas perbuatan melanggar peraturan pemilu.
Kemudian, menyatakan terlapor 6 dan 7 atas nama BN Holik Qodratullah dan Irpan Haeroni, terbukti bersalah atas dugaan keterlibatan terlapor mempengaruhi ketua
dan anggota PPK Pebayuran untuk melakukan perubahan perolehan hasil rekapitulasi di PPK Pebayuran berbeda dengan perolehan suara C hasil TPS. Pada kesempatan ini, Agung meminta, agar pelapor ditindak sesuai peraturan berlaku.
“Saya yakin apabila ini ditegakkan secara adil dan hukum pidana yang berlaku, Sentra Gakkumdu akan terlihat berwibawa dimata hukum dan masyarakat publik,” ucapnya.
Dirinya pun berpandangan, tidak koperatif BN Holik Qodratullah, dalam mengikuti proses penanganan pelanggaran yang menyeret namanya itu sebagai bentuk mengkerdilkan kewibawaan hukum Sentra Gakkumdu Kabupaten Bekasi. Dengan jabatan sebagai Ketua DPRD, BN Holik Qodratullah merasa jumawa karena menganggap dirinya bagian dari unsur Forkopimda, sehingga Bawaslu, Polres, dan Kejaksaan, dianggap spele
“Harapan Saya, Gakkumdu harus menegakkan hukum seadil-adilnya dengan undang-undang dan aturan yang berlaku, tidak memandang bulu walaupun Irpan dan BN Holik, masih anggota DPRD. Tapi posisi mereka sama dimata hukum. Tolong, hukum jangan hanya tajam kebawah,” jelasnya. (pra)