Berita Bekasi Nomor Satu

Tiga Pilar dalam Ibadah

Achmad Muwafi, Lc
Achmad Muwafi, Lc
Achmad Muwafi, Lc
Achmad Muwafi, Lc

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Manusia diciptakan oleh Allah supaya mereka melaksanakan ibadah (meyembah) kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya. Allah swt berfirman dalam surat-Dzariyat ayat 56, “Sesungguhnya Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya beribadah kepada-Ku.

Secara bahasa (etimologi) ibadah mengandung arti tunduk, patuh, atau merendahkan diri. sedangkan menurut istilah syara’ (termologi), bahwa ibadah itu mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai oleh Allah, baik itu berupa ucapan atau perbuatan yang dhair maupun yang bathin.

Dalam kitab “Nasoihul ‘Ibad” karangan As-Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani, beliau mengutip penuturan dari Amirul Mukminin Abu Bakar As-Shidiq bahwa terdapat tiga pilar yang menjadi landasan sesorang beribadah kepada Allah swt, yaitu khouf (takut), raja’ (harapan), dan hubb (cinta). Dan masing-masing pilar ini memiliki tanda-tandanya, sebagai berikut:

1. Khouf (takut)

Siapa yang beribadah kepada Allah dengan dilandasi oleh rasa khouf, maka akan tumbuh dalam dirinya sebuah kesadaran bahwa dirinya adalah manusia yang hina dan lemah di hadapan Allah, ia menyadari bahwa amal kebajikannya masih tergolong sedikit, sementara itu keburukan dan kesalahannya yang sudah dilakukan amatlah banyak.

Oleh sebab itu perasaan takut atas ancaman siksa dan adzab dari Allah swt, inilah yang mendorongnya untuk menjaga ketaaatan dan beribadah kepada Allah serta berupaya untuk meninggalkan segala bentuk kesalahan dan kemaksiatan.

2. Roja (harapan)

Allah swt merupakan dzat yang paling pemurah, yang senantiasa memberikan kasih dan sayang-Nya kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Apabila seseorang beribadah kepada Allah swt dengan landasan sifat raja’ ini maka ia akan berusaha selalu melakukan kebajikan bahkan berupaya supaya menjadi pelopor dan agen kebaikan, sehingga kebajikan yang dilakukannya itu dapat dijadikan contoh (suri tauladan) bagi orang lain.

Selain itu, ia memiliki prasangka yang baik (husnuzan) kepada Allah serta meyakini bahwa Allah Maha Pemaaf dan Maha Pengampun. Al Imam Hasan Al-Basri dalam kitabnya Hilyatul Auliya menuturkan “Seorang yang beriman  selalu berkhusnuzan kepada Allah, maka ia pun senantiasa memperbaiki amalannya, sedangkan seseorang yang pendosa (fajir), selalu bersu’uzan kepada Allah, maka ia pun selalu berbuat keburukan.”

3. Hubb (cinta)

Seseorang yang beribadah kepada Allah swt dan didasari oleh rasa cinta maka akan melaksanakan ibadah dengan keikhlasan untuk mengharapkan ridha-Nya. Kecintaan ia kepada Allah melebihi kecintaannya kepada selain-Nya. Kecintaan ini dapat dibuktikan dengan taqwallah yaitu melaksankan segala perintah-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang.

Dalam kitab “Fa’idhul Qadir”, imam Al-Manawi mengatakan bahwa “Seseorang pecinta akan bersama yang dicintainya dalam hal watak, akal, balasan, dan tempat kembali. Barangsiapa mencintai Allah, maka dia akan bersama di dunia dan di akhirat, dia berbicara sesuai dengan apa yang diinginkan Allah, bergerak juga sesuai perintah Allah, dan bila diam selalu bersama Allah (dzikrullah). (*)

Kepala SDIT Baitul Halim & Instruktur Kurikulum 2013 Kabupaten Bekasi


Solverwp- WordPress Theme and Plugin