Berita Bekasi Nomor Satu

Revolusi Belajar Prodi Bisnis Menghadapi Tantangan Pasca Pandemi Covid-19

RADARBEKASI.ID, BEKASI – Meningkatnya pengangguran sebagai akibat dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian nasional diakui oleh Presiden Jokowi dalam pidato singkat penutupan tahun 2020. Meskipun presiden mengajak masyarakat tetap optimis di tahun 2021 karena perekonomian akan semakin membaik dengan tersedianya vaksin, namun mengembalikan pekerja yang sudah diberhentikan maupun dirumahkan bukanlah sesuatu yang mudah apa lagi dalam waktu singkat.

Apabila yang telah bekerja saja banyak yang terpaksa harus menganggur, bagaimanakah nasib lulusan perguruan tinggi kedepan? Tulisan ini ingin member satu pemikiran khususnya untuk program studi (prodi) bisnis yang semestinya diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja, minimal untuk alumni yang bersangkutan sendiri.

Merdeka Belajar

Mendikbud Nadiem Makarim di awal jabatannya telah sangat baik me-launching kebijakan Merdeka Belajar. Suatu konsep terobosan agar kampus lebih terbuka memberi kesempatan kepada mahasiswa selama 1-3 semester agar mereka lebih siap dilepas di lautan samudera kehidupan nyata setelah selesai kuliah.

Melalui kebijakan Merdeka Belajar setiap mahasiswa berhak memanfaatkan 1-3 semester untuk belajar di luar kampus baik beriwirausaha, menjadi job trainee, maupun mempelajari pengetahuan atau skill lain di luar kurikulum di kampusnya.

Pimpinan program studi, dekan, dan pimpinan kampus perlu memanfaatkan kebijakan yang menantang ini demi mempersiapkan lulusan yang menurut Mendikbud siap mengarungi lautan samudera dan bukan manja hanya di kolam renang tanpa ada ombak serta badai apalagi kalau hanya berada di pinggir kolam renang atau di pinggir pantai dengan hanya tau teori berenang.

Kebijakan Merdeka Belajar menuntut pimpinan perguruan tinggi yang harus mau berusaha keras dan cerdas membuat perancangan kurikulum, metode pembelajaran, dan anggaran. Tanpa ada kemauan yang kuat apakagi tidak ingin berubah maka hanya akan menghasilkan calon pengangguran intelektual baru.

Revolusi Belajar

Apa yang penulis maksud dengan revolusi belajar dalam tulisan ini, khususnya untuk program studi bisnis adalah merubah total pola kuliah konvesional dengan proses tatap muka 10-14 sesi per semester menjadi setengah atau kurang belajar teori, selebihnya harus benar-benar berada di lapangan, dan di kehidupan bisnis yang nyata sehari-hari.

Secara teknis, apabila mahasiswa tertarik berbisnis produk yang semisalnya tekstil atau elektronik maka mereka harus kenal dengan kondisi dan berada di pasar grosir seperti Tanah Abang dan Glodok Pecenongan. Begitupun bagi yang berminat dengan bisnis kuliner harus sungguh-sungguh bersedia magang di berbagai restoran, kafe, pasar ikan, dan pasar sayur Kramatjati sekalipun. Mahasiswa jangan hanya faham di hilir harus fahan juga dari hulu. Dari sumber bahan baku, proses distribusi, sampai proses pengolahan, dan produksi serta siap saji.

Bukan zaman lagi tidak mau berkotor tangan dan kaki. Justru apa yang dipelajari dalam teori harus dapat diimplikasikan dan dicari link and match-nya di lapangan. Begitupun dalam proses penulisan karya akhir mahasiswa bukan zamannya lagi hanya menggunakan ‘uji statistik’ di atas kertas namun yang sangat penting justru mampu menemukan realitas antar teori dan praktek di lapangan.

Memang diperlukan bukan hanya merdeka belajar tapi juga revolusi pola pembelajaran yang menyangkut kebijakan program studi di fakultas, perubahan metode, proses, dan penilaian pembelajaran. Tanpa kemauan yang kuat dan kesedian untuk bekerja keras, cerdas, dan tuntas maka perguruan tinggi hanya akan menjadi penyuplai para pengangguran baru bukan justru sebagai agent of change. (*)

Praktisi Entrepreneurship & Dosen Institut Stiami


Solverwp- WordPress Theme and Plugin