Berita Bekasi Nomor Satu

Ini Rekomendasi Muktamar Internasional Fikih Peradaban di Harlah 1 Abad NU

Tangkapan layar Youtube NU Online ulama sepuh sekaligus Mustasyar PBNU KH Mustofa Bisri (Gus Mus). (Dimas Nur Apriyanto/JawaPos.com)

RADARBEKASI.ID, SIDOARJO – Hasil rekomendasi Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I dibacakan ulama sepuh sekaligus Mustasyar PBNU KH Mustofa Bisri (Gus Mus) bersama putri Gus Dur, Yenny Wahid, di Stadion GOR Sidoarjo, Selasa (7/2/2023).

Muktamar digelar pada Senin (6/2/2023), di Surabaya, satu hari sebelum acara resepsi satu abad. Muktamar itu dihadiri ratusan ulama dunia dan dibuka Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin.

Ada dua poin penting yang disampaikan di dalam rekomendasi, terkait pandangan NU. Pertama, penolakan terhadap khilafah. Lalu, yang kedua dukungan NU kepada PBB dalam penegakan kedamaian dunia.

BACA JUGA: Harlah 1 Abad NU: Ulama dari 40 Negara Bahas Fikih Peradaban

Berikut hasil rekomendasi dari muktamar yang dibacakan Yenny dan Gus Mus.

Nahdlatul Ulama berpandangan bahwa pandangan lama yang berakar pada tradisi fikih klasik, yaitu adanya cita-cita untuk menyatukan umat Islam di bawah naungan tunggal sedunia atau negara khilafah harus digantikan dengan visi baru demi mewujudkan kemaslahatan umat.

Cita-cita mendirikan kembali negara khilafah yang dianggap bisa menyatukan umat Islam sedunia, namun dalam hubungan berhadap-hadapan dengan nonmuslim bukanlah hal yang pantas diusahakan dan dijadikan sebagai sebuah aspirasi.

BACA JUGA: Puncak Harlah 1 Abad NU Dihadiri Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin

Sebagaimana terbukti akhir-akhir ini melalui upaya mendirikan negara ISIS. Usaha semacam ini niscaya akan berakhir dalam kekacauan dan justru berlawanan dengan tujuan-tujuan pokok agama atau maqashidu syariah yang tergambar dalam lima prinsip menjaga nyawa, menjaga agama, menjaga akal, menjaga keluarga, dan menjaga harta.

Dalam kenyataannya, usaha-usaha untuk mendirikan kembali negara khilafah, nyata-nyata bertabrakan dengan tujuan-tujuan pokok agama tersebut. Ini karena usaha semacam ini akan menimbulkan ketidakstabilan dan merusak keteraturan sosial politik.

Lebih dari itu, jika pun akhirnya berhasil, usaha-usaha ini juga akan menyebabkan runtuhnya sistem negara-bangsa serta menyebabkan konflik berbau kekerasan yang akan menimpa sebagian besar wilayah di dunia. Sejarah menunjukkan, kekacauan karena perang pada akhirnya akan selalu didampingi dengan penghancuran yang luas atas rumah ibadah, hilangnya nyawa manusia, hancurnya akhlak, keluarga, dan harta benda.

BACA JUGA: Muktamar Internasional Fikih Peradaban Dibuka, Islam Harus jadi Solusi

Dalam pandangan Nahdlatul Ulama, cara yang paling tepat dan manjur untuk mewujudkan kemaslahatan umat Islam sedunia (al-ummah al-islamiyyah) adalah dengan memperkuat kesejahteraan dan kemaslahatan seluruh umat manusia, baik muslim atau nonmuslim serta mengakui adanya persaudaraan seluruh manusia, anak cucu adam (ukhuwah basyariyyah).

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berikut piagamnya memang tidak sempurna dan harus diakui masih mengandung masalah hingga saat ini. Namun demikian piagam PBB itu dimaksudkan sejak awal sebagai upaya untuk mengakhiri perang yang amat merusak dan praktik-praktik biadab yang mencirikan hubungan internasional sepanjang sejarah manusia.

Karena itu, Piagam PBB dan PBB itu sendiri bisa menjadi dasar yang paling kokoh dan yang tersedia untuk mengembangkan fikih baru guna menegakkan masa depan peradaban manusia yang damai dan harmonis.

BACA JUGA: Abad Fikih

Dari pada bercita-cita dan berusaha untuk menyatupadukan seluruh umat Islam dalam negara tunggal sedunia, yaitu negara khilafah, Nahdlatul Ulama memilih jalan lain, mengajak umat Islam untuk menempuh visi baru, mengembangkan wacana baru tentang fikih.

Yaitu fikih yang akan dapat mencegah eksploitasi atas identitas, menangkal penyebaran kebencian antar golongan, mendukung solidaritas, dan saling menghargai perbedaan di antara manusia, budaya, dan bangsa-bangsa di dunia, serta mendukung lahirnya tatanan dunia yang sungguh-sungguh adil dan harmonis, tatanan yang didasarkan pada penghargaan atas hak-hak yang setara serta martabat setiap umat manusia. Visi yang seperti inilah yang justru akan mampu mewujudkan tujuan-tujuan pokok syariah. (jpc)